Lelaki yang Lahir Salah Musim

oleh

Oleh : Fauzan Azima*

Perbedaan sudut pandang, latar belakang dan kepentingan menyebabkan orang mendifinisikan kata “bodoh” menjadi beragam makna.

“Kamu seperti orang Cakung,” kata dosen Pengantar Ilmu Sosilogi kami dulu pada tahun 1990-an untuk menyindir orang yang makan pakai sendok dan garpu berbunyi seperti lonceng. Sebenarnya beliau ingin mengatakan kami bodoh.

Pertumbuhan penduduk dalam satu daerah yang tidak berbanding lurus dengan peningkatan ekonomi juga dianggap “bodoh” karena dianggap hanya mampu “cetak dede” tapi gagal memberikan kesejahteraan.

Sekarang, ketika kita buka medsos, selalu ada berita duka; kematian para tokoh, sahabat, saudara; baik kita kenal ataupun tidak. Bahkan hampir tidak ada berita suka cita tentang kelahiran bayi.

Kita merindukan dengan membuka-buka kembali lamam medsos; facebook, Instagram dan twitter, berharap ada berita tentang ibu yang melahirkan bayinya dengan selamat dan sehat.

Rasa kangen melihat ibu-ibu hamil berbaris pada klinik bersalin yang dulu pernah dianggap “bodoh” hanya rizki mata dalam masa tertentu.

“Masak sih, bikin anak saja tidak bisa,” ungkap kawan sejawat untuk menggambarkan orang “bodoh” sehingga berita kematian lebih banyak dari kelahiran.

Ya benarlah, “kata” itu bersifat dinamis. Apalagi kalau diterjemahkan menurut kepentingan. Dulu kami benci dituduh “separatis” karena kami merasa “pejuang kemerdekaan”. Sekarang kalau ada kaos oblong bertuliskan “separatis” saya akan mendaftar sebagai pembeli pertama.

Beruntung, kita ini adalah lelaki yang lahir salah musim yang telah melalui perjalanan “kata” yang dulu diasosiasikan negatif, sampai kini telah menjadi positif.

Pun demikian, sepatutnya dalam masa apapun kita harus pinter atau cerdas. Salah satu syaratnya membiasakan “mensalahmusimkan” diri. Walaupun kita sebagai masyarakat sosial harus berinteraksi dengan orang lain, tetapi kalau ingin membangun kecerdasan harus banyak “menyendiri.”

Dalam psikologi massa; seseorang yang berada dalam keramaian kecerdasannya semakin rendah.

Wajar sajalah, kalau lihat saudara kita di parlemen tampak bodoh. Mereka berbohong kepada dirinya sendiri. Sedangkan orang yang berada dalam “kesepian” lebih jujur dalam berdialog dengan dirinya sehinggga kecerdasannya meningkat.

Hanya saja masalahnya, bagi lelaki yang lahir salah musim ini, terlalu banyak persoalan yang dia ketahui dan harus dihadapi, ditambah lagi tidak sedikit orang mengalungkan masalahnya pada leher kita. Padahal kita sendiri tidak lebih baik darinya.

(Mendale, 29 Agustus 2021)

Comments

comments

No More Posts Available.

No more pages to load.