Oleh : Roni Haldi*
Menikah dan membentuk keluarga yang sakinah, mawadah wa rahmah adalah dambaan semua orang. Allah berfirman dalam surat Ar Rum ayat 21 : “Dan di antara tanda-tanda (kebesaran)-Nya ialah Dia menciptakan pasangan-pasangan untukmu dari jenismu sendiri, agar kamu cenderung dan merasa tenteram kepadanya, dan Dia menjadikan di antaramu rasa kasih sayang.”
Siapapun yang menikah dan membentuk bahtera rumah tangga, berharap akan bisa memiliki keluarga yang harmonis. Kata harmonis memiliki makna keselarasan dan keserasian antara suami, isteri dan seluruh anggota keluarga. Selaras dan serasi, menunjukkan suatu kesamaan tujuan dan cita-cita atau visi, walaupun kondisinya tidak selalu sama. Mungkin saja ada hal yang berbeda, namun perbedaan terbingkai dalam keselarasan dan keserasian.
Allah menciptakan manusia dalam wujud yang indah dan untuk mereka Allah menciptakan pasangannya, “Wahai manusia! Bertakwalah kepada Tuhanmu yang telah menciptakan kamu dari diri yang satu (Adam), dan (Allah) menciptakan pasangannya (Hawa) dari (diri)-Nya; dan dari keduanya Allah memperkembangbiakkan laki-laki dan perempuan yang banyak.” (QS. An-Nisa : 1).
Secara naluriah, manusia akan memiliki ketertarikan kepada pasangan jenisnya. Ada sesuatu yang amat kuat menarik, sehingga laki-laki dengan dorongan naluriah dan fitrahnya mendekati perempuan. Sebaliknya, dengan perasaan dan kecenderungan alamiyahnya perempuan merasakan kesenangan terhadap laki-laki.
Allah berfirman, “Dijadikan terasa indah dalam pandangan manusia cinta terhadap apa yang diinginkan, berupa perempuan-perempuan, anak-anak, harta benda yang bertumpuk dalam bentuk emas dan perak, kuda pilihan, hewan ternak dan sawah ladang. Itulah kesenangan hidup di dunia, dan di sisi Allah-lah tempat kembali yang baik.” (QS. Ali Imran: 14).
Untuk merealisasikan ketertarikan tersebut menjadi sebuah hubungan yang benar dan manusiawi, Tuhan memberikan tuntunan pernikahan (QS. An-Nisa’ : 3). Pernikahanlah yang menyebabkan keserasian laki-laki dan perempuan tersusun dalam kerangka yang bijak dan manusiawi.
Tanpa melalui pernikahan, hubungan dan ketertarikan antara lelaki dan perempuan tidak akan mendapatkan penyaluran secara bermartabat lagi terhormat. Ekspresi dari kecenderungan hubungan lelaki dan perempuan akan menjadi liar dan destruktif, bukan hanya terhadap dirinya tapi berefek buruk pada lingkungan sekitarnya.
Sebuah pernikahan memerlukan kesiapan. Karena menikah bukan berjangka berdurasi direncanakan. Menikah bukan untuk jangka setahun, sebulan, seminggu atau bahkan sehari. Tapi menikah adalah ibadah terlama yang dijalani seorang mukmin.
Maka oleh karena itu, bagi mereka yang hendak menikah mesti ada persiapan yang baik. Maka sangat diperlukan merumuskan kembali arah baru pernikahan. Agar perjalanan biduk rumah tangga tak karam di tengah lautan kehidupan.
Jika anda seorang laki-laki, harus ada kesiapan dalam diri anda untuk bertindak sebagai pemimpin dalam rumah tangga, suami bagi istrinya, menantu bagi mertuanya, dan untuk berperan sebagai bapak bagi anak-anak yang akan lahir nantinya dari pernikahan.
Ada kesiapan dalam diri anda untuk menanggung segala beban-beban kehidupan yang disebabkan oleh karena posisi anda sebagai pemimpin, suami, menantu dan ayah. Harus ada kesiapan mencurahkan cinta dan kasih sayang untuk keluarga. Kesiapan yang dinamakan dengan tanggung jawab.
Jika anda seorang perempuan, harus ada kesiapan dalam diri untuk membuka ruang baru bagi intervensi seorang mitra yang bernama suami. Harus ada kesiapan untuk hamil, melahirkan dan menyusui, juga kesiapan untuk menanggung beban-beban baru yang muncul akibat hadirnya suami dan anak. Harus ada kesiapan mencurahkan cinta dan kasih sayang untuk keluarga. Kesiapan bagi seorang istri dinamakan ketaatan.
Kesiapan yang paling utama mesti ada pada seorang laki-laki bernama suami dan wanita bernama istri adalah kesediaan untuk saling melengkapi, saling mengisi, saling memberikan yang terbaik, saling menerima apa adanya, saling berkomunikasi dengan nyaman, saling terbuka jauh dari ekslusif, saling mendialogkan permasalahan, saling bermusyawarah, saling mengalah, saling memahami, saling belajar, saling menutupi, saling menghargai, saling menguatkan, saling membutuhkan, saling mencintai dan menyayangi dalam segala kondisi dan situasi.
Sebuah rumah tangga dalam perjalanannya akan menemui berbagai permasalahan yang bisa mengganggu ketahanan keluarga. Kebuntuan komunikasi akan memunculkan ketegangan hubungan diantar kedua suami istri. Ketegangan dalam keluarga adalah konsekuensi dari interaksi tanpa jarak dan terjadi setiap hari.
Suami dan isteri bertemu dan hidup di rumah yang sama, di kamar yang sama, di ranjang yang sama. Setiap saat berinteraksi dan berkomunikasi, tanpa jeda, tanpa batas waktu. Ketegangan juga muncul karena tingginya harapan yang tidak sesuai dengan kenyataan. Teh manis, pisang goreng panas sambil jalan – jalan sore, mungkin sangat membahagiakan anda berdua. Adanya waktu rehat dari ketegangan beraktifitas, mnghadapi berbagai macam tipe masalah. Segarkanlah suasana dgn pasangan anda.
Salah satu makna keharmonisan adalah keserasian, maka perbedaan justru menjadi salah satu unsur terpenting di dalamnya. Jangan berharap suami dan isteri akan sama dalam semua hal, karena sejak dari awalnya memang tidak sama. Kesamaan mereka harus terjadi dalam hal yang prinsip, seperti kesamaan visi keluarga, kesamaan tujuan berkeluarga, kesamaan keyakinan hidup. Namun dalam berbagai sisi praktis, suami dan isteri tidak perlu sama.
Semestinyalah semua orang yang akan menikah, telah melalui masa kuliah pernikahan, sehingga mengerti berbagai ilmu yang diperlukan untuk membentuk keluarga yang harmonis, sejahtera, produktif dan bahagia. Ketika menikah tanpa berbekal pengetahuan dan pemahaman yang mencukupi, sangat banyak ditemukan fenomena penyimpangan dalam keluarga dalam berbagai bentuknya. Ujungnya adalah kegagalan berumah tangga, perceraian.
Saat suami dan isteri mulai memasuki konflik tahap pertama, sesungguhnya tanda-tandanya sangat banyak dan mudah dikenali. Misalnya komunikasi tidak lancar. Isteri tidak berani berbicara dengan suami. Takut menyinggung, takut dimarahi, takut tidak ditanggapi. Suami tidak nyaman berbicara dengan isteri. Takut tidak nyambung, takut salah paham, takut direspon dengan berlebihan. Akhirnya saling memilih untuk diam, namun memendam perasaan yang tidak nyaman.
Dalam kehidupan sehari-hari, suami dan isteri harus berusaha saling memberikan yang terbaik kepada pasangan, bukan menuntut dari pasangan. Jika suami dan isteri selalu memberikan yang terbaik, maka mereka akan mendapatkan pula dari pasangannya.
Namun jika suami dan isteri lebih mendahulukan menuntut dari pasangan, maka mereka tidak akan mendapatkan. Sikap menuntut ditunaikannya hak pasangan, merupakan sebentuk pengingkaran dari konsekuensi cinta kasih. Karena cinta itu artinya memberi, bukan menuntut diberi.
Rutinitas selalu membuat kejenuhan. Keluarga yang terjebak dalam kehidupan yang monoton dan mekanistik, juga akan mudah menghadapi kejenuhan. Melewati sepuluh tahun hidup berumah tangga, jika tidak pandai merawat dan merefreshing kondisi keluarga, akan memunculkan kejenuhan dan kebosanan. Sangat bosan, karena melalui hari-hari dengan monoton tanpa kreasi dan kebaruan.
Jika gejala kejenuhan sudah mulai dirasakan, yang harus segera dilakukan adalah merefresh cinta dalam keluarga. Jangan biarkan gejala itu berlarut-larut dalam keluarga anda. Segera ambil waktu luang, kalau perlu cuti beberapa hari, untuk bisa melakukan refreshing suami dan isteri. Ingat kembali masa-masa indah yang pernah anda lalui, bicarakan berbagai kendala yang anda berdua hadapi, dan buat komitmen bersama untuk menguatkan cinta anda.
Rahasia pasangan harus selalu dijaga dengan baik, jangan sampai dijadikan komoditas untuk diumbar dan dibuka kepada orang lain. Perbuatan menceritakan kelemahan dan kekurangan pasangan itu tidak akan menyelesaikan masalah, bahkan bisa menimbulkan permasalahan baru yang lebih kompleks. Apalagi ketika menggunjing pasangan ini menjadi semacam kesenangan atau kegemaran yang dilakukan di sembarang tempat. Ini akan membuat semakin rumitnya persoalan.
Pernikahan harus dilandasi dengan visi yang terang benderang mengenai peran-peran suami, isteri, orang tua, anak dan berbagai tanggung jawab yang ada pada masing-masing bagian tersebut.
Pernikahan bukan semata-mata menyalurkan keinginan dan hasrat bilogis secara halal, namun harus disertai dengan kesanggupan untuk mengelola keluarga dengan sepenuh kemampuan diri, karena pernikahan adalah bagian dari ibadah, dan ibadah akan mendapat ganjaran dari Allah jika diawali dengan niat yang terfokus dan jelas. Mulailah menjemput kebahagiaan dalam rumah tangga dengan merumuskan arah baru dari pernikahan anda.
Susoh, 28 Juni 2021
*Kepala KUA Susoh, Aceh Barat Daya