Oleh : Drs. Jamhuri Ungel, MA*
Kabupaten Bener Meriah merupakan salah satu Kabupaten yang dimekarkan dari Kabupaten induk Aceh Tengah pada tanggal 18 Desember 2003, dengan tujuh kecamatan dan 232 desa. Kini jumlah kecamatan menjadi 10 dengan luas daerah 1.919.69 km2 dengan jumlah penduduk sekitar 154.509 jiwa.
Usia 18 tahun bukanlah waktu yang lama bagi sebuah Kabupaten untuk berbenah dan menentukan arah menuju kemajuan, tetapi karena lahirnya sebuah Kabupaten (Bener Meriah) bukan dimulai dari angka 0 (nol) maka bisa kita katakan bahwa Bener Meriah itu seusia dengan Kabupaten induknya yaitu Aceh Tengah.
Karena dalam perjalanannya Kabupaten Aceh tengah tidak pernah membedakan kecamatan-kecamatan yang berada di bawahnya. Justru mekarnya Bener Meriah dari Aceh Tengah adalah karena potensi pendukung yang dimiliki Bener Meriah itu malah melebihi Kabupaten induknya.
Pada kenyataannya Kabupaten-Kabupaten yang ada di wilayah tengah Aceh dan bahkan seluruh Aceh belum beranjak kearah yang lebih maju. Menurut kajian ilmu pengetahuan, seperti yang disebutkan oleh tokoh komunikasi dunia Alvin Tofler bahwa perkembangan dunia itu dimulai dari agraris, industry dan modern.
Berdasarkan pernyataan ini kita masih bisa melihat dan merasakan kalau Kabupaten kita Bener meriah masi berada pada tataran dasar yaitu masyarakat yang hidup dalam masyarakat agraris.
Untuk membuktikan kalau Kabupaten Bener Meriah dan Kabupaten lain di wilayah tengah sebagai daerah agraris adalah dari pola kehidupan masyarakat, dimana pola hidup mereka belum tersentuh oleh mesin (industry), utamanya dalam mengolah hasil pertanian masyarakat.
Kendati dalam pengolahan lahan pertanian telah banyak menggunakan teknologi pertanian, seperti dalam mengolah tanah awalnya menggunakan tenaga manusia dan hewan kini telah menggunakan mesin (traktor, mesin babat), dulu menggunakan alat siram dengan tangan (tenaga manusia) kini menggunakan alat semprot (walau masih menggunakan tenaga manusia).
Ketika para petani telah menggunakan mesin (walau masih sebagian) dalam mengolah lahan pertanian, alat-alat tradisional (seperti : jelbang, negel, ceras, kude koro) berganti dengan mesin traktor maka dengan sendirinya jam kerja mulai lebih singkat, pekerjaan mulai lebih ringan, tentu juga hasil semakin lebih banyak.
Seharusnya lah kehidupan masyarakat menjadi lebih sejahtera. Tetapi karena pola pikir hanya sampai kepada panen (memetik buah) maka kehidupan para petani tidak akan pernah berubah, pola seperti itulah yang diwariskan para pendahulu kepada kita, dan kita menganggap bahwa kajian pertanian dianggap sudah tamat dengan sampainya kepada memetik hasil (bahkan sampai disinilah peran manusia dan selanjutnya diserahkan kepada Tuhan).
Ketika masyarakat petani kopi menanam buah kopi, mereka berusaha merawat semenjak berbentuk toge sampai kepada berbuah. Mereka tidak pernah lupa membersihkannya dari rumput atau menjaganya dari hama sampai akhirnya menunggu berbuah dan panen, sampai di sini mereka menganggap selesai karena buah yang mereka tanam kembali berbuah.
Ketika mereka menanam kentang juga sama dengan menanam kopi, mereka menanam buah kentang tumbuh dengan perawatan sampai juga menghasilkan buah kentang dan mereka menganggap usaha mereka selesai. Demikian juga dengan tanaman-tanaman yang lain seperti cabe, tomat, bawang dan lain-lain.
Sebagai muslim tentu kita masih bisa bertanya, apakah hanya dari menanam buah sampai menghasilkan buah kita diberi kewenangan oleh Allah, sedangkan bila kita lihat pengalaman orang telah jauh meninggalkan pengetahuan kita.
Orang-orang yang melampaui kita tidak lagi berpikir kalau buah yang mereka hasilkan dari pertanian akan busuk, mereka juga tidak lagi berpikir kalau hasil pertanian yang melimpah memerlukan gudang yang besar karena tidak terjual, mereka juga tidak lagi berpikir alau apa yang mereka panen harus terjuan dengan cepat.
Yang pasti lagi dari kehidupan masyarakat bertani adalah, mereka tidak lagi hidup selalu dalam ketidak pastian. Ketika mereka menanam mereka berpikir apakah tanaman mereka bisa tumbuh subur, ketika hidup subur mereka berpikir apakan tanaman mereka berbuah, ketika berbuah apakah buahnya ada yang beli dan kalau ada yang beli apakan dapat harga yang baik.
Ketidak pastian ini membuat masyarakat petani menjadi pesimis dalam berusaha, sehingga jadilah hidup dalam tebakan, apa yang diperkirakan laku dijual maka itulah yang mereka tanam.
*Pemerhati Sosial Kemasyarakatan