Qanun Kopi : Sebagai Instrumen Kesejahteraan Petani di Gayo

oleh

Oleh : Dr. Abdiansyah Linge, MA*

Pada tanggal 25/12/2020 berlangsung dialog qanun kopi dengan tema “Desember kopi Bako-e, menata masa depan kopi Gayo yang melibatkan para tokoh-tokoh intektual Gayo yang berlangsung di Takengon. Dialog ini dapat menjadi kepingan sejarah dalam perkembangan kopi dan kesejahteraan petani kopi di wilayah Tengah Aceh.

Qanun merupakan peran pemerintah menyediakan regulasi yang berpihak kepada masyarakat dengan terciptanya multiplier effect ekonomi dari industri perkebunan kopi.

Secara garis besar tujuan qanun kopi adalah meningkatkan pendapatan petani dan mengurangi kesenjangan pihak-pihak yang berhubungan dengan kopi serta menjaga sustainability industri kopi.

Qanun kopi menjadi landasan hukum dalam melaksanakan kegiatan ekonomi khususnya produk kopi sebagai andalan komoditas masyarakat Aceh wilayah tengah.

Pada kesempatan ini, kami ingin memberikan pandangan singkat untuk perumusan qanun kopi yang dimaksud. Konstruksi qanun berasaskan pandangan konsep ekonomi dapat dibagi dari dua sudut pandang, pertama, qanun berasaskan mekanisme pasar, dan kedua; qanun yang berasaskan komando. Kedua konsep tersebut didukung dan tidak menyalahi perundang-undangan.

A. Konsep Mekanisme Pasar

Konstruksi qanun berasaskan konsep mekanisme pasar harus dapat memberikan bargaining power bagi stakeholder kopi. Untuk menciptakan daya saing bagi stakeholder kopi maka qanun dapat mendorong proses produksi, distribusi dan konsumsi memiliki nilai tambah dalam setiap prosesnya. Hal ini dilakukan apabila qanun yang akan disahkan dapat mendorong (memaksa) masing-masing pihak untuk berinovasi dalam setiap prosesnya.

Adapun proses yang dimaksud adalah: Peningkatan produktivitas, produktivitas dapat dilaksanakan jika qanun berorientasi pada efektifitas dan efesiensi pada Sumber Daya Manusia, akses terhadap modal, ketersediaan teknologi dan sistem pemasaran yang unggul. Ke-empat fungsi tersebut menjadi titik fokus diversifikasi “qanun kopi” untuk meningkatkan daya saing.

Sumber daya manusia; qanun mendorong eksekutif (Dinas pertanian/perkebunan, dinas perindustrian/perdagangan, perekonomian, dan lain-lain) membangun SDM yang siap dari hulu sampai ke hilir dalam proses produksi, dan distribusi

Modal; qanun memastikan posisi yang tegas bagit Lembaga keuangan yang beroperasi di daerah perkebunan kopi, serta kemudahan akses modal bagi stakeholders kopi.

Teknologi; Qanun mengakomodir peningkatan daya saing stakeholder kopi dengan peningkatan teknologi dalam proses bahan baku sampai produk konsumsi.

Pemasaran; Qanun mendorong terciptanya kemampuan masyarakat untuk memasarkan produk baik di pasar local maupun internasional, selamjutnya qanun mendorong pihak terkait untuk opening new market untuk menjamin keberlangsungan produk dan memberikan nilai tambah dalam pemasaran. Qanun tentang pemasaran menekankan penyesuaian dengan industri 4.0 berbasis virtual.

B. Konsep Komando

Konstruksi qanun berdasarkan konsep komando lebih sederhana, disamping menigkatkan daya saing SDM, modal, tekhnologi, dan Pemasaran.

Perbedaan mendasar lebih pada pengelola distribusi produk. Qanun mendorong terciptanya Badan Usaha Milik Daerah (BUMD), BUMD bukan hanya berorientasi pada keuntungan saja namun juga pada kestabilan harga jual dari petani dengan sistem subsidi.

Qanun menjadi landasan hukum untuk BUMD menjalankan kegiatan penglolalan yang profesioanal. BUMD membeli langsung produk dari petani dengan harga yang sesuai dengan harga pasar (bahkan lebih tinggi), proses ini akan memutus rantai distribusi yang merugikan petani.

Selanjutnya BUMD membangun Kerjasama yang professional dengan buyer local atau internasional tanpa melibatkan resiko pada petani. Permodalan BUMD diatur bersumber dari peran pemerintah dalam penyertaan modal.

Memfungsikan BUMD sebagai poros kegiatan industry kopi akan mendorong pada sisi produksi dan distribusi yang menguntungkan masyarakat.

Kedua mekanisme di atas memiliki risiko masing-masing, konsep yang pertama, memfokiskan pada pelaksana langsung dilapangan (petani, peneliti, bank, penjual), menyamakan presepsi melalu qanun akan menjadi semakin sulit apabila tidak tercipta sinergi masing-masing steakholders. Pada konsep yang kedua berisiko terciptanya pengelolaan yang tidak professional dan peluang korupsi.

Qanun kopi diharapkan dapat mengurangi risiko yang terjadi dengan mengatur mekanisme produksi, dan distribuso komoditas kopi di wilayah tengah Aceh.

*Pimpinan Pesantren Modern Maqamam Mahmuda dan Dosen IAIN Takengon

Comments

comments

No More Posts Available.

No more pages to load.