Oleh : Fauzan Azima*
Sudah menjadi rahasia umum banyak suami mencari kesenangan di luar rumah. Selanjutnya dipastikan terjadi keributan dalam rumah tangga dan berakhir dengan perceraian. Peristiwa itu bukan saja dialami pasangan muda, tetapi tidak sedikit juga menimpa pasangan tua.
Tentu saja kita prihatin dengan trend rumah tangga berantakan ini yang grafiknya mengalami peningkatan sejak sepuluh tahun terakhir. Efek dominonya, hancurnya rumah tangga adalah gerbang kebodohan dan kebejatan moral yang merajalela generasi hijau di negeri ini.
Betapa anak-anak korban “broken home” akan mengalami kurang kasih sayang dari kedua orang tuanya dan berpotensi akan terlantar. Mereka hidup tidak terarah, pendendam dan secara psikologis menjadi rendah diri, sehingga mudah terjebak dalam lingkaran pemakai narkoba.
Sebagai mana setiap penyakit, selalu ada obatnya. Begitupun keretakan rumah tangga bisa direkatkan kembali dengan mengetahui sifat yang dominan pada suami maupun istri.
Tidak ada kata terlambat untuk sesuatu yang baik. Apalagi kehidupan rumah tangga harus terus diupgrade metodenya untuk kelanggengan cita-citanya yang sakinah, mawaddah wa rahmah.
Suami itu bekerja di luar rumah untuk menghidupi istri dan anaknya. Seharusnya istri memberikan “pelayanan hubungan istri yang ekstra” untuk merenggangkan otot-ototnya yang berpotensi memicu stress. Suami yang sudah “melepaskan hasratnya” akan bekerja ekstra untuk membahagiakan keluarganya.
Dalam hal ini istri harus mengalah, walaupun sifat utama istri akan “melayani dengan penuh” kalau sudah diberi penghargaan; berupa pujian, hadiah, kecupan dan mendengar kalimat-kalimat romantis. Untuk itu, istri harus menundanya sesaat. Jangan terlalu egois. Anggaplah mundur selangkah untuk maju berpuluh-puluh langkah selanjutnya.
Pada hari-hari berikutnya; jangan pernah membiarkan suami keluar rumah dalam keadaan kosong perutnya dan “lapar syahwatnya” agar suami tidak tersesat masuk ke rumah orang lain dan mencari-cari pembenaran untuk selingkuh. Sekali lagi jangan beri peluang sekecil apapun.
Andai istri sudah menjalaninya hal-hal di atas secara paripurna, tetapi suami masih saja “tersesat” maka terpaksa lakukan cara yang terakhir, yakni “racunilah” suami itu dengan suguhan gulai ayam mengeram. Isbatkan, “Sebagaimana ayam mengeram ini tidak pernah pergi dari tempatnya, Ya Allah, begitupun suamiku tidak pernah lari dari pangkuanku.”
(Kenawat Lut, 29 Oktober 2020)
Ikuti channel kami, jangan lupa subscribe :