Ekonomi Sulit, Kembali ke Hidup Berkat

oleh

Oleh : Fauzan Azima*

Pagi tadi setelah saya bangun tidur, saya duduk di kursi menghadap meja sambil merapikan uang pecahan ; dari 2 ribu sampai 20 ribu. Saya luruskan dan melipat uang yang sudah lecek itu sampai rapi kembali.

“Ya Allah, berilah keberkatan pada uang ini” do’a tulus dari lubuk hati yang paling dalam. Semoga saja roh arwah tokoh-tokoh yang menjadi gambar pada uang ini “mengaminkan” do’a saya.

Saya pergi membeli sarapan pagi; nasi gurih, telor mata sapi dan rendang daging sapi. Penjual dengan cekatan mencampurnya dengan rempah dan bumbu-bumbu lainnya, lalu membungkusnya.

“Berapa, Kak?” tanya saya. Saya sudah keluarkan semua uang yang saya rapikan tadi. Saya menduga paling kurang harganya Rp. 25 ribuan.

“Delapan belas ribu, Pak” katanya tanpa fikir panjang. Biasanya penjual nasi menghitung harganya per item baru dijumlahkan. Tampaknya penjual nasi pagi ini matematikanya di sekolah dulu nilainya lumayan bagus.

“Alhamdulilah, inilah yang dinamakan dengan keberkatan” simpul bathin saya.

Sesampai di rumah saya duduk dengan tertib. Saya buka pelan-pelan bungkus nasi itu. Saya tidak berkata-kata karena hanya sedang sendiri di rumah.

“Sudah terbukti keberkatan pagi ini, semoga saja keberkatan akan terus bertambah dengan beberapa butir nasi menjadi emas” hati saya berbisik.

Saya perhatikan dengan seksama, syukur tidak ada nasi yang menjadi emas. Saya khawatir sekali emasnya tertelan. Mudah-mudahan sarapan pagi ini, saripatinya menjadi darah gapahku dan ampasnya menjadi “emas” yang harus dibuang pada waktunya.

Dalam situasi ekonomi yang sulit sekarang ini, kita masih punya satu sisa kekuatan, yakni, keberkatan. Tidak berkat bisa diartikan; banyak yang kita dapat, tetapi seperti keranjang yang diisi air dengan cepat merembes dan hilang tanpa bekas. Sebaliknya sedikit yang kita dapat tertampung seperti air di dalam gelas, dan itulah yang dinamakan berkat.

Harga kopi Gayo di tingkat petani dulu, gelondongannya mencapai; antara Rp. 10 ribu sampai dengan Rp. 15 ribu per bambu, kini turun per bambunya menjadi Rp. 5 ribu sampai dengan Rp. 7 ribu karena faktor pandemi Covid-19 yang sebenarnya bisa dilipatgandakan “nilainya” dengan keberkatan.

Begitulah “berdaulatnya” satu keberkatan yang bermakna karunia Tuhan yang membawa dan bermanfaat bagi kehidupan manusia. Sehingga harta dan uang yang kita miliki tidak mudah lepas dari genggaman.

Syarat mencapai keberkatan itu di antaranya; tidak pernah mengeluh dengan keadaan, tidak mencaci maki pihak manapun, berfikir positif, tidak iri dengki dan tidak pula mengungkit-ungkit kejelekan orang. Prinsifnya sama dengan pembersihan jiwa.

Di Lombok mereka punya lahan jagung kurang dari setengah hektar, tetapi tidak pernah mengeluh dengan kekurangan. Bahkan anak-anak mereka bisa bersekolah sampai ke perguruan tinggi tanpa mengalami kesulitan keuangan. Mereka benar-benar percaya tentang makna “keberkatan.”

(Kenawat Lut, Rabu, 28 Oktober 2020)


Ikuti channel kami, jangan lupa subscribe ;

Comments

comments

No More Posts Available.

No more pages to load.