TAKENGON-LintasGAYO.co : Kabar Sekolah Tinggi Ilmu Hukum Muhammadiyah Aceh Tengah (STIHMAT) akan dimerger dengan Perguruan Tinggi Muhammadiyah Bireuen mengundang keperihatinan dari sejumlah tokoh dan pemerhati pendidikan di dataran tinggi Gayo.
Salman Yoga S selaku anggota Keluarga Alumni Muhammadiyah Yogyakarta (KAUMY) Rabu, (29/7/2020) menyangkan keputusan Badan Pengurus Harian (BPH) Perguruan Tinggi Muhammadiyah Aceh Tengah untuk menggabungkan atau merger STIHMAT dengan Perguruan Tinggi Muhammadiyah Bireuen.
Menurut Salman langkah yang diambil tidak mencerminkan sikap positif terhadap dunia pendidikan yang mendidik. Selayaknya merger dilakukan dari yang kurang baik kepada yang lebih baik, dari yang akreditasi lebih rendah kepada akreditasi yang lebih tinggi bukan sebaliknya.
“Persoalan ini bukan lagi masalah intern organisasi Muhammadiyah tetapi sudah menjadi persoalan masyarakat umum terutama di wilayah Gayo. Bisa dibayangkan berapa mahasiswa yang kemungkinan akan putus kuliah akibat peralihan tersebut. Belum lagi faktor history dan eksistensi Muhammadiyah Aceh Tengah yang sudah diperjuangkan oleh tokoh dan ulama pada masa-masa sulit dulu,” tegas Salman.
Dalam pandangan Salman apapun persoalannya lembaga pendidikan Tinggi Muhammadiyah di Takengon harus tetap eksis, dan apabila perlu keputusan dimaksud ditinjau kembali dan mwnguaulkan Perguruan Tinggi Muhammadiyah Bireun yang dimerge ke Perguruan Tinggi Muhammadiyah Takengon jelasnya.
“BPH tidak dapat mengambil keputusan sepihak, terlebih diberitakan telah mengangkangi kesepakatan sebelumnya bahwa tidak akan ada merger dari dua kampus tersebut,” ungkapnya.
“Soal pendidikan adalah masalah bersama, bukan sekedar organisasi interen karena Muhammadiyah miliki masyarakat yang diwakilahkan kepada pengurus. Demikian dengan juga dengan inventaris, aset yang bersumber dari masyarakat,” demikian Salman Yoga.
[DM]