Oleh : Dr. Inayah M. Saleh R*
Terletak di paling ujung Barat Kabupaten Bener Meriah, merupakan pintu Gerbang untuk memasuki kawasan Bener Meriah dan beberapa Kabupaten di wilayah Tengah Prov. Aceh.
Kecamatan ini memiliki 23 Desa/Kelurahan, meski tidak memiliki kantor POS, kecamatan ini didaulat untuk menyandang Kode POS 24554, dan data terakhir menujukkan jumlah Kepala Keluarga yang mendiami Kecamatan ini berjumlah + 3318 kk (BPS-Statistics of Bener Meriah Regency, 2020).
Berbeda dengan kawasan lainnya para Aparat Negara/pelayan masyarakat Khususnya unsur FORKOPINCAM dituntut untuk lebih eksis dan gesit dalam memberikan pelayanan pada masyarakat.
Posisi Kecamatan yang berada pada perlintasan jalan raya yang menghubungkan beberapa Kabupaten ini menuntut para Aparat Negara/pelayan masyarakat, untuk segera menyelesaikan konflik yang berlangsung agar tetap dapat memberikan pelayanan yang maksimal terhadap para pengguna jasa pelintasan/jalan raya dari beberapa Kabupaten untuk dapat selalu diakses masyarakat.
Multi konflik yang terjadi pada Kecamatan ini, meliputi :
1. Konflik antara Manusia dengan Alam
Pada musim kemarau/musim panas daerah ini rawan dengan kebakaran Lahan sementara pada musim hujan, kontour tanah yang tidak stabil juga rentan dengan bencana tanah Longsor.
Hal ini akibat budaya yang tidak sehat dalam pengelolaan Hutan selama bertahun-tahun dan telah menjadi masalah serius, mengancam kelestarian lingkungan serta hidup manusia, juga mengakibatkan kerugian sosial dan moral akibat hilangnya fungsi Hutan dalam menyeimbangkan alam dan kehidupan disekitarnya. diantara beberapa penyebab rusaknya hutan adalah Logging, pembakaran liar dan perkebunan (Josias, 2003).
2. Konflik antara Manusia dengan satwa liar
Posisi Geografis yang berbatasan dengan hutan belantara mengakibatkan daerah ini juga harus menghadapi konflik dengan Satwa liar Gajah, Beruang, Monyet dll.
Konflik melibatkan perebutan sumberdaya yang terbatas oleh manusia dan satwa liar pada suatu daerah yang menyebabkan kerugian bagi satwa liar atau manusia tersebut (Dikcman, 2010).
Sejak tahun 2011 konflik konflik manusia dengan Gajah didaerah ini telah menelan 8 (delapan) korban jiwa, sementara jumlah populasi Gajah juga menurun sifnifikan, WWF (2015) melaporkan jumlah Gajah yang mati di Sumatra tercatat sebanyak 200 atau lebih dari 10% total populasi Gajah Sumatra di alam.
3. Konflik antara Manusia dengan Manusia
Lokasi yang berbatasan dengan Kabupaten lain juga rentan dengan terjadinya konflik akibat permasalahan tapal Batas. Dalam kasus seperti ini J.R.V. Prescott (1998) dalam buku Geografi Politik menandai ada empat sengketa yang dapat muncul di wilayah perbatasan yaitu: 1. Sengketa posisi, adalah sengketa yang terjadi akibat adanya perbedaan yang berupa perubahan tanda-tanda fisik yang dipakai sebagai tanda perbatasan;
2.Persengketaan wilayah, adalah sengketa yang terjadi ketika dua atau lebih…. mengklaim suatu wilayah yang sama sebagai wilayahnya atau bagian dari wilayahnya. Hal ini dapat terjadi karena factor sejarah atau kepentingan geografis;
3.Perselisihan funsional, adalah sengketa yang terjadi adanya pengerak orang-orang karena kurangnya penjagaan;
4.Perselisihan lintas batas, adalah sengketa muncul karena adanya eksploritas sumber daya alam oleh…yang dapat merugikan …. diperbatasan.
Dari kasus-kasus multi konfik tersebut sudah selayaknya para aparat negara/pelayan masyarakat yang mengabdi pada Kecamatan Pintu Rime Gayo tersebut mendapat apresiasi dan dukungan dalam menjalankan tugas mereka (dengan segala keterbatasan dan akses yang mereka dapatkan), meski mereka tidak pernah meminta/menuntutnya. (disadur dari berbagai sumber, PRG 2020, NH)