(Kuliah Pemikiran Islam) Urgensi Mengenal Aliran Teologi Klasik dalam Islam

oleh

Oleh : Husaini Muzakir Algayoni*

Fakultas Ushuluddin dan Filsafat, khususnya program studi aqidah dan filsafat Islam (aqidah filsafat) menawarkan ilmu-ilmu keislaman secara mendalam (radik) yang keilmuannya meliputi teologi (ilmu kalam), tasawuf dan filsafat Islam yang merupakan khazanah keilmuan dalam pemikiran Islam.

Dari ketiga disiplin ilmu di atas, dalam tulisan ini akan dibahas secara ringkas aliran-aliran teologi klasik dalam Islam. Sebagaimana diketahui di tengah-tengah masyarakat sering terjadi perseteruan dan perselisihan sesama muslim yang sama-sama mengaku beragama tapi sebagian juga beragama dengan gaya-gaya preman.

Beragama dengan gaya preman itu suka mengkafirkan yang lain, mengaku suci dan paling benar sementara orang lain dianggap sesat, salah, dan telah keluar dari jalur Islam. Gaya-gaya beragama dengan gaya preman sering terjadi bagi pemeluk agama yang pemahaman Islamnya setengah-setengah dan taklid buta.

Karena itu, Ali Rabbani Gulpaygani dalam buku “Kalam Islam: Kajian Teologis dan Isu-Isu Kemazhaban” menyebutkan bahwa mempelajari Ilmu Milal dan Nihal (agama, mazhab, aliran dan keyakinan) bertujuan mengkaji sejarah dan keyakinan berbagai agama dan mazhab atau aliran maka dapat mengetahui berbagai sisi persamaan dan perbedaannya.

Selanjutnya, kebutuhan untuk membela maupun mempertahankan agama dan aliran yang benar dan menolak agama dan aliran yang keliru haruslah berdasarkan pada pengetahuan dan informasi yang jelas serta melakukan penilaian berdasarkan kenyataan demi mencari kebenaran.

Fakta di lapangan dalam beragama hanya mengedepankan kesombongan emosi (fanatisme), beragama tidak matang dan kedangkalan informasi khazanah ilmu-ilmu keislaman ‘kurang bacaan’ salah satu faktor sering terjadinya perselisihan.

Nah, disini penulis akan menguraikan secara ringkas aliran-aliran teologi klasik dalam Islam. Berbicara teologi, ada dua ranah yang dikaji yaitu teologi klasik dan teologi modern. Karakteristik teologi klasik bersifat teosentris, berbicara tentang Tuhan dalam dimensi transendental.

Sementara teologi modern bersifat antroposentris, konstruksi teologi untuk kepentingan manusia dalam mewujudkan transformasi sosial, bangkit dan keluar dari ketertindasan, kebodohan dan kemiskinan yang dialami umat Islam. Disini kita mengenal ada teologi feminisme dna teologi pembebasan.

Aliran dalam teologi Islam disebut juga dengan firqah, yang mana arti firqah dalam bahasa Arab bermakna partai, sekumpulan orang, aliran dan golongan. Dalam “al-Milal wa al-Nihal”, al-Syahrastani meringkas kelompok Islam dalam kelompok besar, yaitu: Qadariyah, Shifatiyah, Khawarij, dan Syiah.

al-Syahrastani dengan nama lengkap Muhammad Bin Ahmad Abu al-Fatah al-Syahrastani al-Syafi’i (474-548 H) merupakan pakar dalam ilmu kalam dilahirkan di daerah Syahrastan, Khurasan. al-Syahrastani dalam menyimpulkan pendapat selalu moderat, tidak emosional dan mengemukakan pendapat selalu disertai dengan argumentasi yang kuat dan menguasai masalah yang sedang ditelitinya.

Muktazilah dikenal dengan pahamnya al-Ushul al-Khamsah yaitu: al-tauhid, al-‘adl, al-wa’d al-wa’id, al-manzilah bain al-manzilatain dan al-amr bi al-ma’ruf wa al-nahy ‘an al-munkar. Muktazilah juga disebut dengan kelompok Ahl al-Adl wa Tauhid dan juga disebut Qadariyyah atau ‘Adliyyah.

Salah satu aliran bagian dari shifatiyyah adalah Asy’ariah yang dinisbahkan kepada Abu Hasan ibn Isma’il al-Asy’ari yang identik dengan nama Ahlussunnah wal Jamaah, adapun orang pertama yang mengkodifikasikan akidah Ahlussunnah wal Jama’ah adalah Imam Abu Hanifah dalam menghadapi kelompok-kelompok keagamaan dalam bukunya “al-Fiqhul Akbar.” (Abu A’la al-Maududi dalam Khilafah dan Kerajaan: Evaluasi Kritis atas Sejarah Pemerintahan Islam, 1984).

Syiah merupakan kelompok yang menjadi pendukung Ali ibn Abi Thalib dan meyakini imamah dan kekhalifahan Ali sepeninggal nabi dan percaya bahwa imamah ditetapkan berdasarkan dalil yang jelas atau tersembunyi, salah satu sekte ekstrem dari Syiah adalah aliran al-Ghaliyyah.

Para Imam Syiah pun menolak keras karena golongan ekstrem al-Ghaliyah ini berlebihan dalam memberikan sifat kepada para imam, dengan sikap ekstrem tersebut menghilangkan sifat kemanusiaan yang ada pada diri imam. Golongan ini menempatkan kedudukan imam sama dengan Tuhan, bahkan menyerupakan salah seorang imam dengan Tuhan. (Abu A’la al-Maududi, 1984).

Istilah Khawarij, dipergunakan untuk menyebut semua kelompok masyarakat yang memberontak terhadap imam yang sah dan sudah disepakati oleh mayoritas umat muslim baik pada zaman sahabat, terhadap empat orang khalifah pilihan atau pada masa tabi’in atau terhadap imam-imam yang sah di sepanjang masa. (Abu A’la al-Maududi, 1984).

Aliran Khawarij merupakan aliran klasik dan telah punah namun pemikirannya terus bertahan dalam peradaban sejarah Islam, aliran Khawarij dan radikalisme dalam Islam mempunyai hubungan (ganealogi) yang memperlihatkan kekerasan dalam beragama dan cenderung intoleransi, fanatisme, dan eksklusivisme.

Dalam “al-Farq baina al-Firaq”, Baghdadi menjelaskan kelompok Islam dalam delapan bab, yaitu: Rawafidh, Khawarij, I’tizal dan Qadar, (Murji’ah, Najjariyah), (Dhirariyah, Bakriyah, Jahmiyah), Karramiyah, dan Ahlussunnah wal Jama’ah.

Sementara pengarang “al-Mawaqif” menganggap kelompok asli ada delapan kelompok, yaitu: Muktazilah, Syiah, Khawarij, Murji’ah, Jabariyah, Najjariyah, Musyabbihah, dan Ahlusunnah.

Muhammad Abu Zahrah dalam bukunya “Aliran Politik dan Aqidah dalam Islam” menjelaskan bahwa dalam Islam terdapat banyak mazhab dengan iklim dan orientasi yang berbeda-beda, ada mazhab/aliran dalam aspek akidah, aliran dalam aspek politik dan aliran dalam aspek fiqh.

Dalam aspek fikih kita mengenal Hanafi, Maliki, Syafi’i, dan Hanbali. Aspek akidah, ada aliran Jabariyyah, Muktazilah, Murji’ah, Asy’ariah, Maturidiyyah. Sementara dalam aspek politik berkisar pada masalah kekhalifahan (puncak kepemimpinan), dalam aspek politik ini ada dua aliran, Syiah dan Khawarij.

Harun Nasution dalam bukunya “Teologi Islam: Aliran, Sejarah, dan Analisa Perbandingan” menyebutkan bahwa persolan pertama kali muncul dalam Islam setelah wafat Rasulullah Saw adalah persoalan politik, bukan persoalan teologi. Dari persoalan politik ini kemudian berkembang menjadi persoalan teologi. Hal ini, merupakan keanehan mengingat dasar agama adalah keyakinan bukan politik.

Dalam discourse ilmu kalam (teologi Islam) kajian tentang aliran-aliran dalam Islam merupakan pembahasan penting dalam masyarakat kontemporer, terutama mahasiswa yang bergelut di bidang ilmu agama Islam (pemikiran dalam Islam) sehingga bisa mengetahui sisi persamaan dan perbedaannya.

Dengan mengetahui aliran-aliran teologi yang ada dalam Islam bisa membawa wajah Islam pada kedamaian, ramah, dan menangkal gaya beragama preman yang hobi pada tindakan kekerasan, mengkafirkan, dan jauh dari etika beragama yang sesungguhnya.

Dan lebih urgennya lagi dengan mengenal aliran-aliran teologi ini adalah untuk mempertahankan agama dan aliran yang benar dan menolak aliran yang keliru dengan berdasarkan pada pengetahuan dan informasi yang jelas serta melakukan penilaian berdasarkan kenyataan demi mencari kebenaran, dengan kata lain bahwa seorang muslim haruslah beragama dengan ilmu sehingga mematangkan seorang muslim dalam beragama.

*Penulis, Kolumnis LintasGAYO.co. Mahasiswa Prodi Ilmu Agama Islam (Konsentrasi Pemikiran Dalam Islam) Program Pascasarjana UIN Ar-Raniry Banda Aceh

Comments

comments

No More Posts Available.

No more pages to load.