Oleh : Johansyah*
Ada sebuah status facebook yang cukup menggelitik saya. Jepretan foto mobil rongsokan, di belakangnya tertulis ‘Pajero’. Lalu di bawahnya ada pernyataan menyentuh; ‘meskipun ditulis Pajero, tapi orang tau bahwa mobil ini adalah rongsokan, begitu pula dengan dirimu, walaupun ditutup dengan jubah atau dengan suatu apapun, tidak akan bisa manipu yang Maha Mengetahui’.
Ada beragam pesan yang dapat diperoleh dari foto plus pernyataannya. Pertama, sekilas ada yang menafsirkan bahwa itu adalah sindiran terhadap mereka yang memimpikan mobil mewah, tapi sampai kini belum terwujud karena tidak memiliki uang.
Jangankan Pajero, untuk membeli mobil yang jauh di bawah kelas Pajero saja belum bisa. Tapi yang namanya berandai, boleh-boleh saja, sebab sesuatu yang terwujud itu diawali dari khayalan. Asal jangan seperti cerita si Muin (lihat tulisan ‘Berandai’ di Kompasiana.com), terlalu banyak berkhayal.
Kedua, pemilik mobil rongsokan itu hanya bertujuan untuk lucu-lucuan saja. Orang yang melihat mobil rongsokan dengan ditulis Pajero menggunakan cat pilok pasti senyum melihatnya. Jadi aksi seperti itu tidak lebih dari sekedar hiburan semata, tanpa ada tujuan tertentu. Dia merasa senang ketika orang yang menyaksikannya tersenyum. Hitung-hitung itu juga kebaikan karena dapat membuat orang tersenyum.
Ketiga, ada juga interpretasi seperti pernyataan di bawah gambar tadi. ‘meskipun ditulis Pajero, tapi orang tau bahwa mobil ini adalah rongsokan’. Artinya bagaimana pun kita mengatakan ini dan itu tentang diri kita pada orang lain, toh orang lain tau bagaimana sebenarnya karakter asli kita. Apalagi Allah, Dia Yang Maha Mengetahui.
Ya, salah satu sifat Allah adalah al-Khabir (Maha Mengetahui). Dia mengetahui yang kelihatan dan yang tersembunyi. Firman-Nya; “Sejatinya yang menciptakan itu sangat mengetahui. Dan Dia adalah yang Maha Lembut dan Maha Mengetahui.” (QS. Al-Mulk: 14).
Pesan yang ketiga ini menyentuh dan menyindir orang-orang yang bermuka dua atau munafik. Tidak sama antara yang dikatakan dengan yang dilakukan. Lain di depan, lain pula di belakang. Di hadapan manusia dia berbuat baik dan terlihat tulus, tapi sesungguhnya ketulusan belum melekat pada dirinya.
Ketulusannya adalah manipulasi dan mengibuli orang-orang sekitarnya. Sesungguhnya keburukan bersembunyi di balik kebaikannya. Ketika tidak dilihat orang lain, barulah kelihatan aslinya.
Makanya dalam surah al-Baqarah ayat 14 sampai 16 digambarkan bagaimana karakter oranng munafik. Mereka bermuka dua. Ketika berinteraksi dengan orang-orang baik, mereka menyatakan diri baik dan mendukung semua program dan aktivitas yang dilakukan oleh orang-orang baik.
Orang teriak perubahan dia juga teriak perubahan. Orang besedekah, dia juga bersedekat, tapi sedekahnya tidak tulus.
Namun di saat berjumpa dengan orang-orang yang licik dan jahat, mereka pun tenggelam dalam perilaku keji karena memang itu aslinya.
Mereka mengambil, bahkan merampas hak orang lain, menipu, memanipulasi, dan melakukan beragam kebohongan lainnya. Jadi, baik mereka adalah kepura-puraan, dan kejahatannya itulah yang serius.
Orang-orang seperti ini adalah orang yang memahat kebaikan menjadi topeng, bukan menjadikannya sebagai mutiara diri yang murni menjadi miliknya. Cobalah amati fenomena sekitar kita, betapa banyak orang dan kelompok yang mendeklarasikan diri sebagai pribadi atau kelompok yang peduli. Tapi di balik itu semua mereka punya maksud hati untuk kepentingan dan kesenangan diri dan kelompoknya.
Banyak yang pamer dan bangga dengan kepalsuan. Kebaikannya, bantuannya, prihatinnya, perhatiannya, semua palsu. Adapun yang asli adalah ambisinya untuk diakui baik maupun hebat oleh orang lain. Orang seperti ini wajah hati dan wajah fisiknya berbeda.
Wajah hatinya berwujud harimau, wajah fisiknya adalah manusia. Agar wajah harimaunya tidak kelihatan, dia kenakan topeng. Semua serba kepalsuan dan kepura-puraan. Mungkin dia bisa menutupi wajah aslinya dengan topeng kebaikan, dan aman dari kecurigaan manusia, tapi dia tidak akan mampu memperdai Allah yang Maha Mengetahui.
Ada yang unik di era teknologi ini. Di mana banyak orang yang bahkan tidak khawatir dengan kebohongan karena dia mampu mengemasnya dengan rapi. Orang-orang yang melihatnya terkesan dan terpesona. Coba perhatikan ragam iklan ditelevisi. Sebagian besar menyatakan produknya paling berkualitas, dijamin, dan sebagainya. Tapi sewaktu dibeli dan dipakai, tidak sehebat iklannya.
Kita juga mungkin pernah disuguhi dan ditawari dengan aneka ragam kredit. Bahasanya indah; membantu meringankan beban anda, terjangkau untuk rakyat kecil karena dibuat khusus untuk itu.
Nyatanya, di balik itu semua mereka sudah mengkalkulasi secara matang, berapa keuntungan yang mereka peroleh. Membantu sih membantu, tapi ujung-ujungnya mencekik.
Jadi, di era teknologi ini banyak orang yang sudah menyisihkan Tuhan dalam mengais rejeki. Banyak bertebaran generasi Qarun yang tidak lagi meyakini bahwa rejeki itu dari Allah. Mereka melakukan tipu muslihat dengan bantuan teknologi. Begitulah, teknologi menjadi tuhan mereka.
Semua kita yang muslim paham bahwa Allah itu Maha Mengetahui. Tapi kenapa berani melakukan kebohongan, penipuan, mengaku baik untuk meluluhkan hati seseorang? Karena model koneksi jaringan kehidupan yang kita pergunakannya bermerek ambisi duniawi sehingga cepat konek dengan keculasan, kebohongan, dan kemunafikan.
Orang-orang yang menggunakan koneksi jaringan kehidupan dengan merek iman yang kokoh di dalam hati tidak akan terkonek dengan perilaku-perilaku keji tadi. Kecuali itu, dia akan terkonek cepat dengan situs-situs kebaikan. Dia akan menangkap pesan dari berbagai fenomena yang terjadi, mengambil pelajaran dari berbagai peristiwa, selalu berfikir, merenung, belajar, dan mengiringinya dengan zikir.
Agar kita senantiasa konek dengan kebaikan, maka rangkailah jaringan dengan baik dengan Sang Maha Baik, yaitu Allah. Jalinlah koneksi yang baik dengan-Nya sehingga beribu kebaikan akan mengalir dalam dirimu. Shalat, puasa, zakat, menolong sesama, menyantuni anak yatim, semua itu adalah perangkat jaringan yang harus terus dirangkai untuk mendatangkan situs-situs kebaikan yang bersumber dari Allah.
Akhirnya, marilah kita evaluasi diri apakah hidup yang kita jalani selama ini tercemari oleh perilaku-perilaku mengemas kebohongan menjadi kebaikan. Jangan-jangan kebaikan yang kita lakukan selama ini juga tidak lebih dari sekedar topeng, pura-pura baik saja. Mari kokohkan iman dan memohon kepada Allah, semoga kita dijauhkan dari kepuraan-puraan dalam kebaikan. Kebaikan bukan topeng, tapi menjadi wajah asli kita secara lahir dan batin. Amin.
*Pegawai Dinas Syari’at Islam dan Pendidikan Dayah Kabupaten Aceh Tengah