Oleh : Zarkasyi Yusuf*
“Tahun pelajaran selesai bagai es mencair”, metafora ini mungkin cocok mengambarkan situasi pendidikan sekarang, pendidikan saat dunia dilanda kepanikan massal karena covid-19.
215 negara yang berdampak menerapkan lockdown yang salah satu dampaknya adalah meliburkan sekolah, sebagai gantinya dilaksanakan pembelajaran di rumah dengan memamfaatkan media lain yang mendukung penuntasan pembelajaran. Tanpa terasa, tahun pelajaran pun akan segera berganti, selesailah tahun pelajaran 2019 – 2020.
Era pandemik covid-19 menjadi media metamarfosis dunia pendidikan, perubahan keadaan memaksa dunia pendidikan untuk dapat menyesuaikan diri, sehingga pendidikan tetap eksis dan tidak tersisih dengan pandemik covid-19.
Lembaga pendidikan, guru, murid serta orang tua dipaksa beradaptasi dengan era baru pembelajaran, dari belajar di sekolah menjadi belajar di rumah.
Pertanyaan besar muncul terkait kualitas pendidikan, apakah kualitasnya mampu dipertahankan, atau kualitasnya berubah mengikuti perubahan pola dan cara baru pembelajaran era pandemik covid-19, meskipun menggunakan cara dan media baru tetapi kualitas pendidikan tetap dapat dipertahankan.
Kecemasan pun muncul, kualitas pendidikan dikhawatirkan menurun dan anjlok seperti anjloknya nilai tukar rupiah.
Mengukur kualitas pendidikan harus menggunakan alat ukur yang tepat dan mampu memberikan intepretasi yang benar, sehingga hasilnya mampu dipertanggungjawabkan.
Alat ukur sederhana kualitas pendidikan yang umum diketahui adalah delapan standar pendidikan yang diatur dalam Peraturan Pemerintah nomor 19 Tahun 2005, kemudian diubah dengan Peraturan Pemerintah nomor 13 tahun 2015 tentang Standar Nasional Pendidikan.
Delapan standar tersebut meliputi; standar isi, standar proses, standar kompetensi lulusan, standar pendidikan dan tenaga kependidikan, standar sarana dan prasarana, standar pengelolaan, standar pembiayaan dan standar penilaian pendidikan.
Dalam tulisan ini tidak akan digunakan standar tersebut untuk melihat kualitas pendidikan pada era pandemik covid-19, tetapi membentangkan kondisi guru, siswa dan orang tua yang merupakan kompenen penting pendukung peningkatan kualitas pendidikan.
Saat sekolah diliburkan dan proses tatap muka pembelajaran ditiadakan, guru dituntut untuk menuntaskan kewajibannya menyelesaikan seluruh rangkaian pembelajaran dalam satu tahun pelajaran.
Kondisi ini menjadi tantangan baru bagi guru, guru harus menunjukkan kemampuannya dalam memanfaatkan media teknologi informasi untuk mendukung proses pembelajaran.
Guru dituntut untuk mampu menyampaikan presentasi melalui zoom, memberikan penugasan via google classroom, pre-test atau post-test dengan quiziz, serta mampu memamfaatkan google drive untuk memberikan penugasan kepada siswa, serta mungkin masih banyak lagi media yang dapat dimamfaatkan.
Sebahagian guru, terutama yang akrab dengan dunia tehnologi informasi menyambutnya dengan gembira, bahkan mereka mampu melakukan inovasi inovasi baru dalam proses pembelajaran, termasuk juga meningkatkan kapasitas mereka sendiri dengan mengikuti banyak pendidikan melalui seminar-seminar online.
Dalam peradaban baru tersebut, salah satu hal yang menunjukkan kualitas guru di era pandemik adalah kemampuan guru mendorong kolaborasi antara orang tua dan pihak sekolah.
Guru dituntut kreatif dalam meramu materi, menggunakan metode menyenangkan, serta memberikan tugas-tugas yang dapat menstimulasi siswa bertanya kepada guru, teman sekelas, maupun orang tua mereka agar membantu menyukseskan pembelajaran tanpa tatap muka.
Guru yang tinggal di wilayah pedalaman, jauh dari jangkauan jaringan internet, murid muridnya hidup dalam keterbatasan tentu tidak seindah dan semudah yang diharapkan dalam memamfaatkan media pembelajaran dalam jaringan untuk menuntaskan pembelajaran.
Mengantisipasi ini, sebahagian tempat ada yang mengharuskan siswa datang ke rumah guru, atau guru yang berkunjung ke rumah rumah siswa. Kondisi ini tentu sangat sulit mengharapkan guru mampu meningkatkan kualitas pribadi dan siswanya sebagaiman yang dilakoni oleh mereka yang berdomisili di daerah perkotaan dan akrab dengan kecanggihan tehnologi informasi.
Dalam era pandemik, komitmen guru dan siswa dalam menuntaskan pembelajaran tidak akan pernah berhasil jika tidak didukung oleh komitmen orang tua.
Kerjasama yang baik dari orang tua sangat menentukan berhasil tidaknya proses pembelajaran pada era peradaban pandemic covid-19, apalagi orang tua dituntut untuk memberikan perhatian lebih kepada putra putrinya dalam membantu mereka menyelesaikan tugas tugasnya di rumah.
Saya yakin, orang tua yang hidup di kawasan perkotaan dan kawasan maju pasti akan mampu memberikan dukungan maksimal. Tetapi lain halnya dengan orang tua yang tinggal di kawasan terpencil dan tergolong daerah marginal, diperparah dengan kondisi ekonomi pasti akan mempengaruhi perhatian mereka kepada putra putrinya.
Dalam sejarah perjalanan pendidikan di nusantara, madrasah atau sekolah yang berada di kawasan marginal selalu kesulitan untuk mengakses, menyediakan guru berkompeten, fasilitas yang belum memadai dan tata kelola lembaga yang belum mendukung peningkatan kualitas pendidikan. Kondisi ini berbanding terbalik dengan madrasah atau sekolah yang berada di kawasan perkotaan dan dekat dengan pusat pemerintahan.
Dua fenomena ini menjadi ironi kesenjangan perkembangan mutupendidikan, kondisi ini belum dapat diatasi dengan baik meskipun pada kehidupan normal sebelum era pandemik covid-19, saya yakin kondisi demikian masih akan berlangsung dalam jangka waktu lama.
Akibatnya, terjadilah ketidakadilan dan ketidakmerataan distribusi mutu pendidikan, baik guru, peserta didik, sarana prasanan maupun menajemen pengelolaan.
Melihat kenyataan perkembangan kondisi sebagaimana digambarkan di atas, pemerintah tentu harus mampu mengambil langkah tegas, dan tepat untuk tetap mempertahankan kualitas pendidikan meskipun dalam kondisi dan keadaan pandemik.
Pilihan tepat harus segera dihadirkan apakah melanjutkan proses pembelajaran dengan peradaban baru covid-19, atau mengembalikan proses lama dengan kembali membuka sekolah dan belajar dengan tatap muka.
Namun, jika saya menjadi penentu kebijakan, saya akan memilih untuk kembali belajar di sekolah. Sebab, pendidikan tidak hanya transformasi pengetahuan semata, tetapi juga memberikan teladan dan nilai nilai kebaikan dari guru kepada murid-muridnya.
Terkait protokol penanganan covid-19, lembaga pendidikan, guru, siswa dan orang tua akan memberikan perhatian serius, apalagi menyangkut kesehatan dan keselamatan. Saya yakin, siswa, guru dan para orang tua pasti rindu ingin melanjutkan belajar di sekolah.
Tetapi pilihan itu semua ada pada pemerintah, pemerintah pasti akan memilih yang terbaik, mempertahankan kualitas pendidikan serta menyelamatkan warganya dari pandemik covid-19 yang sekarang menghantui dunia.
Jika pilihan pemerintah tidak tepat, tidak hanya ekonomi yang terpuruk tetapi pendidikan juga akan ikut hancur, runtuhnya nilai nilai moral dan akhlak, sehingga bangsa ini tidak hanya menghadapi pandemik covid-19 tetapi juga menghadapi dekadensi moral yang meruntuhkan martabat bangsa dan negara.
*ASN Pada Bidang Pendidikan Madrasah
Kanwil Kementerian Agama Provinsi Aceh