Oleh : DR. Hamdan, MA*
Pada dasarnya semua ibadah yang diperintah oleh Allah kepada orang yang beriman adalah agar kita menjadi sosok yang bertaqwa kepadaNya, Hal ini ditunjukkan dengan pengabdian kepada sang pencipta.
Analoginya adalah ketika seorang tuan mempunyai beberapa pekerja yang diwajibkan melaksanakan tugas yang diberikan kepada mereka, maka tentunya para pekerja akan berusaha untuk melaksanakan tugas yang ditetapkan oleh tuannya demi mendapatkan simpati tuannya.
Diantara ibadah yang dikaitkan dengan taqwa adalah puasa, puasa yang sudah dilaksanakan di bulan Ramadan sangat jelas tujuannya sebagaimana disebutkan-Nya diakhir Surah al- Baqarah: 183 dengan ungkapan ”mudah-mudahan kamu bertqwa”.
Meskipun ada mufassir yang menjelaskan bahwa pada taqwa itu ditafsirkan agar kamu menjauhi makan, minum, dan hubungan suami istri, namun kebayakan mufassir menjelaskan agar kamu menjadi orang yang bertaqwa.
Dalam banyak ayat al-Quran disebut kata taqwa dengan beragam variasinya bahkan lebih dari 245 kata, diantaranya adalah yang memerintahkan kepada umat Islam agar bertaqwa kepada Allah, misalnya dalam Q.S. Ali Imran ayat 101 yang merupakan ayat yang paling sering dibaca oleh para khatib pada hari Jumat yang arti dari ayat tersebut adalah ”Wahai orang yang beriman bertaqwalah kepada Allah dengan sebenarnya taqwa dan janganlah kamu mati kecewali kamu dalam keaadaan muslim”.
Atau dalam Q.S.al-Hasyr:18 yang artinya ”Wahai orang-orang yang beriman bertaqwalah kepada Allah dan hendaklah setiap jiwa itu memperhatikan apa yang apa yang dipersiapkan untuk hari esok dan bertaqwalah kepada Allah sesungguhnya Allah mengetahui apa yang kamu kerjakan.”
Bahkan dalam surah al-Baqarah: 197 Allah memberikan peringatan agar membekali diri dengan taqwa karena taqwa adalah sebaik-baik perbekalan ”… berbekalah maka sesungguhnya sebaik – baik perbekalan adalah perbekalan taqwa” kemudian didalam Q.S al-Hujarat: 13 Allah menjelaskan bahwasanya “orang yang paling mulia diantara kamu adalah adalah orang yang bertaqwa.”
Pada dasarnya banyak yang menjadi indikator orang yang bertaqwa yang dijelaskan oleh Allah dalam al- Quran, diantaranya dapat kita pelajari di dalam Q.S. az Zariyat ayat 15-19 ”Sesungguhnya orang yang bertaqwa berada dalam taman-taman surga dan dimata airnya, sambil mengambil apa yang diberikan tuhannya,sesungguhnya mereka didunia adalah orang yang berbuat baik, mereka sedikit sekali orang yang tidur pada malam hari,dan pada waktu sahur mereka mereka minta ampun dan didalam harta mereka ada hak orang miskin yang meminta dan orang miskin yang tidak mendpat bagian.
Dalam beberapa ayat diatas baik Q.S. al-Hasyar: 18 maupun Q.S. az Zariyat:15-19 menunjukkan bahwa orang-orang yang bertaqwa tersebut memperbaiki hubungan baik kepada Allah (vertikal) dan memiliki hubungan baik dengan sesama manusia (horizontal); begitu juga akan memiliki beberapa indikator dari sosok muttaqin yang bisa diteladani.
Pertama : orang yang bertaqwa adalah orang mempunyai visi kedepan, artinya seorang yang bertaqwa adalah sosok yang mempersiapkan diri dalam menyonsong masa depannya, baik masa depan dunia maupun akhiratnya.
Kedua : Orang yang bertaqwa adalah sosok yang selalu menerapkan prinsip ihsan. Dalam hadits dijelaskan bahwa ihsan adalah seseorang ketika melaksanakan ibadah seolah dia melihat Allah, atau jika dia tidak dapat melihat-Nya maka dia yakin bahwa Allah melihatnya.
Keyakinan tersebut menimbulkan kesadaraan diri untuk khusyu’ dalam melakukan ibadah kepada Allah, dan akan selalu menerapkan kebaikan kepada siapapun disebabkan perasaan diawasi oleh Allah. Ketiga orang yang bertaqwa adalah sosok yang selalu akan berlaku baik kepada orang lain.
Disamping itu, akan selalu melakukan kewajiban membantu orang lain dengan memberikan zakat, infaq, shadaqah, maupun melakukan sesuatu yang bermanfaat untuk membantu sesama.
Keempat, Sosok muttaqin adalah selalu mengucapkan dan melakukan istigfar mohon ampunan, artinya orang yang bertaqwa akan memandang bahwa dirinya hina dihadapan Allah sehingga akan selalu meminta ampun atas segala kesalahan yang dilakukannya.
Kelima orang yang bertaqwa adalah sedikit tidurnya pada malam hari dan senantiasa melakukan tahajjud. Salah satu indikator orang bertaqwa yang Allah sebutkan didalam Q.S.az Zariyat adalah Pada malam hari mereka sedikit tidur untuk melakukan shalat tahajjud.
Itu berarti orang yang bertaqwa adalah sosok yang sangat memperhatikan amalan-amalan sunnah terlebih pada malam hari ketika orang lain terlelap . Orang yang bertaqwa akan merasakan bahwa ibadah pada malam hari sangat berbeda dengan ibadah pada siang hari.
Pada malam hari ada satu ibadah yang sangat dianjukan apalagi pada sepertiga malam untuk shalat tahajjud dan berzikir. Orang-orang yang bertaqwa sangat menyenangi ibadah pada waktu itu, sehingga orang yang melakukan amalan tersebut disifati oleh Rasulullah saw sebagai ibadah kebiasaan orang-orang yang shalih.
Kendatipun ketaqwaan adalah kondisi hati yang tidak dapat dilihat sebagaimana dalam sebuah hadits Rasulullah saw yang dijelaskan bahwasanya Rasulullah bersabda bahwa taqwa itu disini, beliau mengulangi kata-kata tersebut sambil menunjuk ke dadanya tiga kali. Namun pengaruh dan indikatornya dapat dilihat dan disimpulkan indikator orang bertaqwa yakni orang yang memiliki hubungan baik dengan sesama dan mempunyai hubungan baik dengan Tuhannya.
Jika diajukan pertanyaan mengapa banyak orang sering mengikuti dengan baik pendidikan dan latihan di “madrasah” Ramadan, dan banyak yang biasa-biasa saja bahkan cenderung gagal? Jawaban dari pertanyaan diatas adalah pada dasarnya banyak yang mengikuti madrasah “Ramadan” yang kemudian mengalami perubahan kearah yang lebih baik sebagaimana yang telah ditetapkan dalam bulan Ramadan, akan tetapi tidak sedikit yang mengalami stagnasi dalam menuju keaarah yang sudah digariskan.
Hal ini disebabkan karena banyak faktor diantaranya pertama, banyak yang menjadikan Ramadan sebagai awal untuk kembali untuk melakukan tobat kepada Allah, namun pada bulan sebelumnya sangat jauh dari ajaran agama sehingga ketika menjumpai bulan ramadhan kendatipun merencanakan Ramadan sebagai bulan untuk kembali berbenah maka hasil yangdiharapkan tidak maksimal.
Kedua, banyak yang memasuki bulan Ramadan tanpa motivasi apapun untuk menjadi lebih baik, apalagi menjadi sosok yang bertaqwa. Ketiga, kendatipun ada yang memiliki keinginan kuat untuk menjadi sosok yang bertaqwa namun tidak memiliki kesabaran dalam mengarungi sulitnya perjuangan dalam bulan Ramadhan.
Kelima, kualitas puasa seseorang yang hanya puasa yang dalam pandangan Imam Ghazali hanya puasa orang awam dalam arti hanyalah menahan lapar, haus, dan sesuatu yang membatalkan sehingga apa yang disabdakan Rasulullah tidak mendapatkan apa-apa selain lapar dan haus.
Keenam, pada dasarnya puasa Ramadan adalah ajang latihan dan pendidikan, dan pasca Ramadan selain diharuskan istiqamah juga mempraktekkan hasil pelatihan dalam bulan Ramadan. Banyak yang melakukan puasa dengan baik namun ketika Ramadan usai mereka kembali tidak pada kebiasaan lama dan tidak mampu mempraktekkan hasil latihan pada bulan Ramadhan.
Jika seseorang selesai melaksanakan pendidikan pada suatu lembaga pendidikan tertentu dengan melaksanakan tugas dan kewajiban yang mesti dilakukannya, maka secara otomatis lembaga pendidikan itu akan memberikan ijazah kepada yang bersangkutan sebagai bukti keberhasilannya, serta memberikan titel dan hak-hak yang melekat padanya.
Maka begutu pula dengan “Madrasah” Ramadan ini. seseorang yang melakukan puasa Ramadan dengan iman dan mengharap ridha Allah maka Allah akan akan memberikan status taqwa kepada yang bersangkutan meski tanpa ijazah namun dapat dilihat dari indikator-indikator yang nampak dalam hubungan yang baik yang dibina dengan Allah maupun memiliki hubungan baik dengan manusia lain dan juga lingkungannya.
*Penulis adalah Dosen IAIN Takengon