Jangan Cemari Bulan Suci nan Suci

oleh

Oleh : Dr. Hamdan, MA*

Konon seorang petani yang memiliki lahan pertanian bertekad menjual lahan pertanian yang ia miliki kepada orang lain disebabkan lahan pertanian yang dimilikinya terdapat banyak batu yang menghalanginya ketika bercocok tanam sehingga menjadikan petani kesulitan dalam menggarap lahannya. Meski ia sadar mungkin lahan itu laku dengan harga yang sangat murah.

Seseorang yang bukan seorang petani dan mendengar petani akan menjual lahannya, berniat untuk membeli, kemudian memeriksa keadaan kebun yang dimaksud, lalu ia berkata kepada petani “jika memang benar engkau akan menjual lahan pertanian mu ini, saya berani untuk membelinya dengan harga yang tinggi”. Sontak petani meloncat gembira dan dalam hatinya bergumam “betapa bodohnya membeli lahanku ini dengan harga yang mahal, padahal jika meminta dengan harga yang murah aku akan menjualnya”. Demikianlah dalam hati petani, kemudian terjadilah jual beli tersebut.

Selang beberapa waktu kemudian petani yang kini hidup dalam keadaan miskin bertemu dengan orang yang membeli lahan pertaniannya yang sudah menjadi kaya raya. Petani sangat keheranan dengan keadaan orang yang pernah membeli tanah pertaniannya mengapa dia begitu kaya sekarang ini padahal dahulu dia hanya membeli tanah pertaniannya yang berbatu dan gersang. Karena tidak kuat menahan rasa penasaran, petanipun bertanya, “Mengapa engkau terlihat sangat kaya padahal sewaktu engkau membeli lahanku yang penuh batu engkau cukup miskin, tetapi mengapa sekarang berbalik menjadi kaya raya?”

Maka orang itupun berkata “taukah kamu kenapa saya mau membeli lahan pertanian yang engkau miliki dengan harga yang mahal? taukah engkau bahwa lahan pertanian yang engkau miliki ini yang begitu banyak batu-batunya didalam batu tersebut terdapat batu permata yang sangat mahal sehingga kini aku menjadi kaya raya disebabkan batu-batu itu?”.

Dalam perspektif Islam peristiwa yang terdapat dalam Al-Quran, QS. AL-Baqarah ayat 61 Allah menyindir Bani Israil dengan ungkapan “Apakah kamu meminta barter sesuatu yang tinggi nilai dengan sesuatu yang bernilai rendah?” Peristiwa itu terjadi ketika Bani Israil melakukan eksodus dari negeri Mesir ketika diusir oleh pasukan Firaun, dan mereka di Mesir dahulunya memakan makan yang dihasilkan oleh lahan pertanian seperti misalnya sayur-sayuran, mentemun, bawang putih, bawang merah, dan adas.

Namun ditempat yang baru mereka mendapat rizqi dari Allah berupa Manna dan Salwa. Manna adalah makanan dari langit rasanya manis seperti madu, sedang salwa adalah sejenis burung, namun ketika mereka bosan dengan manna dan salwa maka mereka meminta tumbuhan yang dihasilkan bumi. Allah menyindir mereka dengan ungkapan apakah kamu meminta tukar seuatu yang bernilai tinggi dengan sesuatu yang bernilai rendah.

Dalam konteks yang lainnya Allah didalam al-Quran mensfati kehidupan dunia dengan sesuatu yang rendah sedangkan kehidupan akhirat adalah kehidupan yang sebenarnya sebagai kehidupan yang paling baik dan kehidupan yang paling kekal. Ketika orang kafir dan sesat lebih memilih kehidupan dunia dan meninggalkan kehidupan akhirat, Allah menyindir orang tersebut dengan orang yang menukar sesuatu yang berharga dengan sesuatu yang tidak berharga.

Dalam beberapa peristiwa yang telah dijelaskan diatas menunjukkan bahwa betapa banyak manusia yang tidak memahami sesuatu yang berharga dan sesuatu yang tidak berharga, sehingga menjadikan manusia tersebut menyia-nyiakan dan mencampakkkan sesuatu yang berharga dan memungut sesuatu yang tidak berharga dan rendah nilainya.

Dalam konteks puasa pada Ramadhan, puasa Ramadhan adalah moment yang sangat berharga bagi dalam pandangan umat muslim , hal itu disebabkan karena dalam bulan Ramadhan Allah memberikan beragam rahmat yang tidak terhingga pada bulan ini Allah menurunkan Al-Quran. Ganjaran amalan ibadah dilipat gandakan pintu surga dibuka dan pintu neraka ditutup begitu juga dengan syaithan-syaithan diblenggu, bahkan dalam bulan Ramadhan Allah menurunkan satu malam yang diistilahkan dengan malam lailatul qadr atau malam yang lebih baik dari seribu bulan.

Lantaran kemuliaan dan berharganya bulan Ramadhan para ulama orang shalih memohon jauh sebelum Ramdhan kepada pemilik sang waktu yaitu Allah agar diberikan kesempatan untuk melakukan amal kebajikan pada bulan Bulan Ramadhan, oleh sebab itu ketika Ramadhan sudah dihadapan mereka, mereka pasti akan menggunakan moment terbaik tersebut untuk berbuat kebajikan.

Begitu banyak orang shalih merasakan kesedihan yang mendalam ketika diberikaan waktu yang tertentu untuk melakukan amal kebaikan namun dikarenakan ada halangan syar’i menyebabkan mereka terhalang dari melakukan perbuatan baik pada moment yang telah ditentukannya tersebut misalnya pada sepertiga malam Allah memerintahkan hamba-Nya untuk melakukan amal kebaikan dengan melakukan shalat tahajjud. Ketika sebagian kaum muslim yang memiliki tekad yang kuat namun karena kehendak Allah luput dari melakukan shalat tahajjud maka ia akan merasakan kesedihan yang sangat mendalam

Berbahagialah bagi orang yang mengetahui nilai dari bulan ini dan menganggap bulan Ramadhan ini sebagai bulan agung, penuh keberkahan dan sesuatu yang sangat berharga sehingga tidak ingin mengggantikan bulan ini dengan sesuatu yang dianggap oleh syahwat nafsu sebagai sesuatu yang berharga, berupaya semaksimal mungkin melatih dan beragam sifat yang baik dan melatih menghilangkan sifat tercela.

Allah memberikan keridhaan dan kecintaan serta Allah serta memberikan Kedudukan yang tinggi yaitu muttaqin kepada orang yang mengetahui nilai dari bulan Ramadhan serta ganjaran kebaikan dan pahala yang begitu besar, amalan sunnah bagaikan fardu dan juga satu fardu ditingkatkan dengan beberapa kali lipat ganjaran.

Namun kendatipun banyak yang mengetahui betapa bernilainya bulan Ramadhan ini, namun banyak yang tidak membarengi pengetahuan mereka mengenai kemuliaan dan bernilainya bulan Ramadhan tersebut dengan amalan nyata. Keseriusan dalam beribadah, sehingga kendatipun melakukan kewajiban namun sekedar melakukan kewajiban sebagai kebiasaan yang mesti dilakukan namun sangat sunyi dan kering dari semangat dan ruh spriatual seorang pengabdi kepada Allah, sehingga tidak memiliki peningkatan dari nilai puasa dan ibadah yang dilakukan.

Ibadah hanya sekedar penggugur kewajiban, tipe manusia seperti itu seandainya melakukan puasa dikatagorikan dengan puasa orang awam, yang menahan lapar dan haus. Puasa orang seperti itu dapat dianggap sebagai puasa yang tidak mendapatkan hikmah-hikmahnyameski sudah mencukupi menggugurkan kewajibannya.

Namun yang lebih celaka lagi adalah tipemuslim yang tidak menganggap moment Ramadhan sebagai moment kesempatan untuk melakukan pelatihan dan pendidikan terhadap diri sendiri, sehingga secara terang-terangkan melakukan pelanggaran dan maksiat.

Dalam islam bagi orang-orang tertentu diberikan kemudahan untuk tidak melakukan puasa, misal anak-anak, wanita yang memiliki halangan, orang gila, orang dalam keadaan musafir namun harus digantikan melakukan puasa pada hari-hari yang lain, namun bagi orang-orang yang tidak memiliki uzur syar’i (halangan yang dapat diterima alasannya oleh agama) agama sangat membenci tipe-tipe orang yang melanggar perintah Allah dengan tidak melakukan puasa atau melakukan dengan beragam maksiat yang dibenci Allah.

Alangkah besarnya ganjaran bahkan ganjaran tersebut dilipat gandakan terhadap orang tulus menggunakan moment Ramadhan untuk melakukan amal kebaikan, namun sebagaimana Allah melipatkan gandakan amal kebaikan, menurut apa yang dibaca dari pemikiran para ulama bahwa amalan keburukan juga akan dilipat gandakan ganjarannya.

Dalam kitab Mathalin Ulin Nuha yang dikarang oleh Musthafa Bin Saad Al-Hambali disebutkan bahwa “melakukan kebaikan dan keburukan pada tempat yang mulia seperti Makkah, Madinah, Baitul Maqdis dan masjid, dan pada waktu bulan-bulan Haram dan Ramadhan akan dilipat gandakan”.

Mari menggunakan moment Bulan Ramadhan yang tidak berapa lama lagi akan meninggalkan kita untuk melakukan kebaikan dan meninggalkan keburukan. Sebab jika diri tidak bisa menahan untuk tidak melakukan maksiat seperti meninggalkan puasa, ghibah, zina, mengupat, hasad, korupsi, dan memutus silaturahim selama bulan Ramadhan maka dosa tersebut dilipat gandakan. Semoga dengan keberkahan bulan Ramadhan ini dan berkah dari upaya kita untuk tidak mengotori bulan suci ini Allah akan mengubah nasib dan kesadaran keberagamaan kita.

*Penulis adalah Dosen IAIN Takengon

Comments

comments

No More Posts Available.

No more pages to load.