Oleh : Dr. Hamdan, MA*
Al-Quran adalah kalam yang diturunkan kepada nabi Muhammad Saw dengan perantaraan malaikat jibril. Dimulai dengan surat al-Fatihah dan diakhiri dengan surat Annas, untuk disampaikan kepada manusia sebagai petunjuk bagi manusia. Demikianlah definisi yang paling ringkas dari Al-Quran yang jelaskan oleh para ulama kita yang berfungsi sebagai petunjuk bagi manusia.
Allah memerintahkan agar al-Quran dipelajari baik bacaan, isi, dan kemudian diemplementasikan dalam kehidupan nyata serta diajarkan kepada orang lainnya.
Sebagaimana dalam Q.S. al-Alaq 1-5 ditegaskan bahwa manusia diperintahkan untuk membaca. Membaca yang dimaksudkan dalam ayat tersebut bukan saja membaca sesuatu yang tertulis, tapi juga sesuatu yang tidak tertulis. Lebih dari itu perintah membaca mengandung arti meneliti dan berpikir asalkan membaca tersebut dimaksudkan dengan nama Allah dalam rangka mencapai kebaikan dan bermanfaat.
Membaca atau qira’ah, memiliki padanan kata lain dalam al-Qur’an yaitu tilawah dan tartil. Warattil al-qur’ana tartila (‘bacalah al-Quran tersebut dengan sebenarnya’. Dalam QS.
Muzammil: 4). Para pakar al-Quran memahami bahwa tartil adalah membaca al-Qur’an dengan bacaan yang benar berdasarkan kepada kaidah ilmu tajwid.
Sedangkan tilawah pada dasarnya adalah perintah Allah seperti ditegaskan dalam ayat; utlu ma uhiya ilaka (‘bacalah apa yang wahyukan oleh Tuhanmu kepadamu’. Lihat QS. al-Ankabut: 45). Ulama memahami bahwa tilawah adalah seorang melakukan pembacaan terhadap al-Quran dengan baik dan benar.
Disamping itu juga, mengandung perintah untuk memahami isi kandungan al-Quran serta berupaya untuk melaksanakan apa yang terdapat di dalamnya. Selain itu juga mengandung makna perintah untuk menyampaikan pesan-pesan al-Quran tersebut kepada orang lainnya.
Perbedaan ketiga istilah tersebut adalah tartil. Yaitu suatu kegiatan untuk membaca alquran dengan bacaan yang benar berdasarkan kepada kaidah ilmu tajwid.
Sedangkan untuk tilawah pada dasarnya adalah kegiatan membaca al-Quran dengan bacaan yang benar berdasarkan kepada kaidah ilmu tajwid namun disamping itu dianjurkan untuk memahami isi kandungannya dan juga mengamalkan isi kandungan al-Quran di samping itu juga menyampaikan dan mengajarkan kepada orang lainnya.
Sedangkan Qira’ah satu suruhan untuk membaca al-Quran dengan bacaan yang benar disamping itu dianjurkan untuk membaca sesuatu yang tertulis ataupun tidak tertulis, baik teks al-Quran maupun teks lainnya.
Dalam perspektif ajaran Islam pada dasarnya ketika kegiatan tersebut adalah perintah Allah untuk umat Islam.
Di samping perintahkan untuk melakukan kegiatan qiraah, tilawah maupun tartil. Untuk melaksanakan perintah Allah serta Rasulullah saw dalam upaya mengoptimalkan potensi diri, ketika proses tersebut dianjurkan untuk kita demi mencapai hidayah Allah swt ada dalam teks-teks al-Quran, hadits, kitab para ulama, sesuatu yang ada pada alam semesta, berpikir, merenung dengan menggunakan akal.
Dengan tartil seorang muslim diharuskan untuk membaca al-Qur’an dengan bacaan yang benar berdasarkan kepada kaidah ilmu tajwid, namun sebelum mencapai kepada tujuan tersebut, tentunya diperintahkan untuk belajar membaca al-Quran dengan sungguh-sungguh agar mampu menguasai bacaan yang baik dan benar.
Dengan melakukan tilawah pada dasarnya seorang muslim akan berupaya untuk melaksanakan proses membaca Al-Quran tersebut dengan sebenarnya. Selanjutnya dia akan berupaya untuk memahami isi kandungan al-Quran di samping itu juga akan berupaya untuk melaksanakan akan hidayah yang didapatkan dari penguasaannya terhadap pesan-pesan Al-Quran.
Selain itu, juga akan berupaya menyampaikan pesan-pesan tersebut kepada keluarga maupun masyarakat.
Dengan melakukan kegiatan Qira’ah seorang muslim juga berupaya untuk membaca alquran dengan bacaan yang benar. Seseorang juga akan berupaya membaca dan mempelajari hadits-hadist Rasulullah Saw sebagai pedoman pembimbing setelah al-Quran di samping itu juga akan berupaya membaca dan mempelajari beragam ilmu pengetahuan yang ada pada kitab yang ditulis para ulama, ataupun membaca dengan berpikir dengan menggunakan potensi yang diberikan Allah dalam rangka mencapai kebaikan hidayah ilmu, pemahaman dan kebenaran yang Allah tunjukan baik pada satu teks maupun yang bukan berbentuk teks-teks.
Dalam keseharian, kita menemukan satu istilah yang dinamakan dengan tadarus qur’an. Istilah tersebut pada bulan Ramadhan semakin santer terdengar, namun di luar Ramadhan kata-kata tersebut menjadi kata-kata yang asing.
Kata tadarus adalah satu kata yang bisa di gandengkan dengan kalimat tafa’ala, ta’awana kata kerja yang bersifat dan mempunyai timbangan seperti itu adalah kata kerja yang mengandung makna saling melengkapi dan melakukan, berarti jika tadarus quran kita maknai adalah saling belajar mengenai al-Quran.
Pada masyarakat istilah tadarus hanya muncul digandengkan dengan al-Quran. Padahal sejatinya ungkapan tersebut bisa digandengkan dengan beragam jenis ilmu pengetahuan sesuai dengan tujuan tertentu yang ingin dipelajari,misalnya hadist,fiqh dan juga yang lainnya.
Bahkan kalimat tadarus quran selalu muncul pada bulan Ramadhan dengan berlalunya bulan ramadhan, kata tersebut hilang dengan sendirinya bagaikan ditelan bumi. Padahal kegiatan tadarus quran perlu dilakukan tanpa memandang moment tertentu.
Kegiatan tadarus al-Quran pada bulan Ramadhan biasanya dengan cara beberapa anak muda berkumpul kemudian membacanya sampai khatam bahkan khatam membacanya sampai beberapa kali. Mereka membaca tanpa bimbingan seorang guru, padahal banyak bacaan mereka yang salah.
Kegiatan tersebut pada dasarnya adalah positif namun tidak menyentuh makna dasar dari tadarus.
Makna hakiki dari tadarus quran adalah berkumpul sejumlah orang yang memiliki kemampuan membaca,memahami Al-Quran tersebut dengan dengan baik,sejumlah orang yang melakukan kegiatan tadarus kemampuan mereka kurang lebih sama sehingga mereka bisa melakukan sharing ilmu membaca dan sharing pemahaman tentang Al-Quran tersebut.
Pada dasarnya kemajuan yang dimiliki oleh masyarakat Islam masa pertengahan dikarenakan mereka melakukan beragam kegiatan pembelajaran sehingga proses tartil, qiraah dan tilawah berjalan dengan baiknya. Bahkan kegiatan khalqah ta’lim ditemukan di banyak tempat. Antusiasme masyarakatnya sangat tinggi, baik pengajar dan pembelajarnya.
Kini, salah satu penyebab kehancuran dan kemunduran masyarakat muslim adalah kurangnya spirit dan kesadaran terhadap khalqah ta’lim dengan tartil, tilawah, qiraah maupun tadarus). Padahal ini adalah media utama untuk menggapai kemuliaan.
*Dosen IAIN Takengon dan Anggota MPU Aceh Tengah