Forum BBR Kembali Gelar Diskusi Online ; Problema Bangsa di Tengah Pandemi, Apa Kata Pemuda?

oleh
Ilustrasi Dialo Interaktif (Net)

TAKENGON-LintasGAYO.co : Forum Bincang-Bincang Rakyat (BRR) kembali menggelar diskusi dengan mengangkat tema “Problem Bangsa di Tengah Pandemi: Apa Kata Pemuda?” pada Jumat, 8 Mei 2020.

Diskusi ini seperti biasa dilaksakan via aplikasi zoom. Mengingat kondisi Pandemi yang tidak memungkinkan untuk berdiskusi langsung tatap muka. Diskusi dimulai dari pukul 22.00 sampai tengah malam pukul 24.00 WIB.

Inisiator forum BBR Andi Gayo, kali ini mengundang empat tokoh pemuda sebagai narasumber diantaranya adalah Maharadi (Koordinator LSM Jang-Ko), Feri Yanto (Ketua Umum PGK Aceh Tengah), Suyanto (Ketua Umum HMI Takengon) dan Muhammad Fadli (Ketua BEM Fak Hukum Unimal). Diskusi ini juga dihadiri lebih dari 30 pemuda dari berbagai daerah di provinsi Aceh.

Forum BBR sendiri sebetulnya merupakan wadah diskusi yang baru saja dibentuk karena mengingat pentingnya para pemuda bangsa untuk mendiskusikan isu-isu terkini yang terjadi di masyarakat.

Selain itu juga, forum diskusi ini juga dijadikan tempat untuk pemuda-pemuda bangsa saling belajar bersama, bertukar fikiran, memikirkan persoalan bangsanya yang tengah terjadi, sebagai upaya mencerdaskan dan menyadarkan kehidupan bangsa. Memang tidak seperti forum diskusi yang biasa dilakukan secara tatap muka, karena mengingat kondisi pandemi ini, diskusi dilaksanakan via aplikasi zoom.

“Ini sudah diskusi kedua. Sebelumnya BBR juga sudah menginisiasi diskusi dengan judul yang berbeda,” katanya.

Berbicara tema ini, Maharadi sebagai pemateri pertama menyoroti tentang kebijakan pemerintah dalam penangan Covid-19 yang membingungkan masyarakat. Katanya, disaat seperti ini, harusnya pemerintah satu suara dalam memutuskan kebijakan untuk melawan Covid-19.

“Misalnya keputusan Presiden dan menterinya harusnya sejalan. Yang terjadi justru tidak, presiden berbicara lain, menteri bicara lain. Antara menteri satu dan lainnya juga beda. Sebagai contoh, Permenkes dan Permenhub tentang ojol yang berlawanan,” katanya.

“Keputusan mudik yang juga tidak jelas. Disaat presiden melarang mudik, menhub justru mengizinkan angkutan umum beroprasi kembali. Ini kan lucu. Koordinasi antar pemerintah buruk sekali,” tambahnya.

Maharadi juga menyoroti tentang penanganan covid-19 di Aceh. Khususnya pemerintah kabupaten Aceh tengah. Katanya, pemerintah Aceh Tengah tidak transparan mengenai data dan anggaran terkait penangan covid-19 ini. Data penerima bantuan yang terdampak virus ini harus jelas, sehingga bantuan tepat sasaran. Dan jangan pakai data lama.

“Karena menurut info yang maharadi dapatkan ada beberapa daerah yang masih menggunakan data 2015,” tutupnya.

Selanjutnya pemateri kedua, Feri Yanto mengkritisi kebijakan pemerintah tentang masyarakat yang harus di rumah aja.

Katanya, pemerintah ini aneh, masyarakat disuruh di rumah aja sementara kebutuhan pokoknya tidak dipenuhi. Mestinya pemerintah melihat kondisi masyarakat saat ini.

“Di Aceh Tengah dan Bener Meriah misalnya, rata-rata sumber penghidupan masyarakat itu dari hasil kopi. Dan kopi sekarang harganya murah sekali. Antara pendapatan dari hasil kopi dengan kebutuhan hidup masyarakat sudah tidak seimbang,” terangnya.

Bahkan hasil tani tidak cukup lagi untuk memenuhi kebutuhan pokok masyarakat. Nah, di sini harusnya yang difikirkan pemerintah. Bagaimana pemerintah itu hadir disaat masyarakatnya mengalami kesulitan. Jangan kita disuruh di rumah aja, tapi tidak diberi kebutuhan pokok untuk bertahan hidup. Itu kan sama saja bunuh diri.

Pemateri ketiga, Muhammad Fadli dalam pemaparannya mengajak seluruh mahasiswa dan pemuda untuk mengisi pos-pos kritis. Problem bangsa ini sudah terlihat jelas di depan mata kita, maka kita harus tampil mengkritisi dan memberi solusi terhadap kebijakan pemerintah yang salah.

Diantara problem yang terlihat jelas adalah soal korupsi. Kata Fadli, anggaran penangan covid-19 itu rawan sekali untuk dikorupsi. Dia mengambil contoh misalnya sembako yang dibelanjakan pemerintah untuk dibagikan ke masyarakat.

“Bagaimana mungkin harga gula dicatat pemerintah Aceh seharga 30rb sementara dipasaran harganya jauh lebih murah. Ini kan penambahan harga untuk mendapatkan keuntungan. Selain itu fadli juga melihat kepemimpinan PLT Nova, Gubernur Aceh yang tidak transparan dengan data penerima bantuan dan anggaran,” tuturnya.

Sementara itu, pemateri keempat Suyanto, mengkritisi carut marutnya kebijakan pemerintah dalam menangani persolan pandemi Covid-19 membuat hilangnya kepercayaan publik terhadap pemerintah .

Tambahnya lagi, belum ada upaya kongkrit dari pemerintah Aceh, khusunya Bener Meriah dalam penangan covid-19. dalam hal pencegahan pemerintahan Bener Meriah ini lamban. Kenapa tidak dilakukan upaya penjegahan dari jauh-jauh hari.

“Kenapa pemerintah baru mulai sibuk ketika sudah ada kasus di daerah kita. Dalam hal dampak ekonomi juga kita sayangkan. Pemerintah tidak mampu memberi solusi kepada masyarakat atas ekonomi yang merosot,” tandasnya.

[SP/DM]

Comments

comments

No More Posts Available.

No more pages to load.