Aku Ada Diantara Kaya dan Miskin

oleh
Drs Jamhuri (foto:tarina)

Oleh : Drs. Jamhuri Ungel, MA*

Secara sederhana dapat dipahami kalau seseorang dikatakan kaya berarti ia adalah orang yang mampu memenuhi kebutuhan hidup ditambah lagi dengan pemenuhan keinginan, sebaliknya yang dikatakan dengan miskin adalah keadaan seseorang yang tidak dapat memenuhi kebutuhan hidupnya apalagi keinginan.

Keadaan tersebut dapat ditujukan kepada orang perorang secara individu atau juga dapat ditujukan kepada jumlah orang dalam skala lebih besar yakni satu wilayah bahkan Negara.

Banyak orang yang seharusnya kaya tetapi kondisinya miskin, bahkan banyak daerah atau wilayah yang seharusnya kaya tetapi masyarakatnya miskin, yang jelas kedua kata (kaya atau miskin) ini tidak dapat bersatu dalam satu keadaan pada satu orang, demikian juga pada satu daerah atau satu wilayah.

Seseorang hanya bisa mengatakan tentang keadaan dirinya atau keadaan orang lain sebagai orang kaya atau orang miskin, demikian juga dengan suatu daerah atau Negara apakah kaya atau miskin.

Tidak ada ungkapan yang bisa digunakan untuk menggabung dua kata kaya atau miskin ini sehingga menjadikan keadaan/kondisi itu tidak pasti, artinya seseorang mempunyai kemampuan untuk memilih menjadi kaya atau menjadi miskin.

…إن الله لايغير مابفوم حتى يغيروا مابأنفسهم …

Dalam surat ar-Ra’du ayat 11 ini Allah menggunakan kata ghayyara yang artinya mengubah keadaan diri dari satu kondisi kepada kondisi yang lain. Dalam tulisan ini adalah mengubah diri dari kondisi diri yang miskin menjadi kaya atau sebaliknya dari kondisi diri yang kaya menjadi miskin.

Dalam kaitan dengan apa yang disebutkan di atas maka pertanyaan “apa yang menyebabkan” kaya dan apa yang menyebabkan miskin menjadi penting.

Dalam satu bab buku yang sangat menginspirasi “Guns, Germs & Steel (Bedil, Kuman, & Baja) karya Jared Diamond” disebutkan diantaranya satu contoh Negara Belanda berbanding dengan Zambia (Afrika Selatan).

Dimana Belanda bila kita lihat kasad mata kita akan memberi kesimpulan kalau negara ini tidak memiliki kelebihan potensi ekonomi apapun, sedangkan negara Zambia tidak perlu membeli minyak atau batu bara untuk membangkitkan listrik, karena seluruh Zambia listrik dibangkitkan dengan tenaga air, bahkan mereka memiliki listrik surplus yang bisa dibagikan kepada negara tetangga. Zambia kaya mineral, iklim yang hangat, yang membuat petani bisa panen beberapa kali dalam satu tahun.

Tetapi pendapatan rata-rata di Belanda 100 kali lebih tingga daripada di Zambia, ini lebih disebabkan karena konsekuensi besar dalam kehidupan. Sebagian besar orang belanda menikmati kehidupan nyaman, akses ke pendidikan bermutu dan perawatan kesehatan. Sedangkan masyarakat Zambia tidak separoh harapan hidup orang Belanda.

Bila dikaitkan pemahaman terhadap ayat 11 dari surat ar-Ra’du tersebut di atas dengan contoh yang disebutkan oleh Jared Diamond tersebut, maka sebenarnya perbedaan geografis tidaklah sangat menentukan untuk menuju kekayaan seseorang atau kekayaan suatu bangsa, tetapi yang lebih penting adalah konsekuensi besar dari seseorang atau suatu bangsa.

Kalau konsekuensi yang diambil tidak serius atau salah maka berakibat pada kemiskinan dan kalau konsekuensi yang diambil benar dan pasti maka akan berakhir menjadi kekayaan.
Untuk kepentingan suatu daerah atau negara karena banyaknya jumlah masyarakat yang menjadi penduduk, maka konsekuensi harus dijamin diatur oleh lembaga-lembaga daerah atau lembaga-lembaga negara itu sendiri.

Lembaga-lembaga yang baik, seperti lembaga ekonomi, sosial dan politik dapat memotivasi setiap individu untuk bekerja dalam cara-cara yang mengarah kepada pembangunan kekayaan negara. Sebaliknya bila lembaga-lembaga tidak baik maka akan berakhir dengan konsekuensi kemiskinan negara.

Logika sederhana bisa kita gunakan kalau suatu daerah memiliki sumber daya alam (pertanian, perkebunan, tambang dan lain-lain) yang luar biasa, maka tidaklah mungkin masyarakatnya hidup dalam kemiskinan karena setiap individu yang menjadi anggota masyarakat tersebut dapat bekerja dan hasilnya dapat memenuhi kebutuhan hidup mereka.

Namun bila lembaga yang menaungi masyarakat tidak baik bahkan tidak mempunyai sarana pembentuk konsekuensi maka kekayaan yang didapat oleh setiap indivudunya tidak bermanfaat, baik untuk dirinya sebagai anggota masyarakat atau juga untuk lembaga.

Sebagai contoh bisa diambil, dimana suatu daerah yang disebut oleh masyarakatnya sebagai serpihan tanah surga yang memiliki potensi alam secara geografis luarbiasa, semua jenis tanaman yang ditaman bisa menuai hasil yang berlimpah, dari sisi kualitas tidak diragukan lagi karena telah mendapat pengakuan dunia.

Petani yang mengelo tanah juga sangat gigih, secara ilmu dalam bidang pertanian kemampuan masyarakatnya tidak perlu dipertanyakan lagi. Ini dibuktikan dari kualitas yang dihasilkan. Jadi sebenarnya tidak ada lagi peluang untuk kita bisa mengatakan kalau masyarakat yang tinggal di daerah tersebut miskin, tapi dalam hitungan negara daerah itu tetap menjadi daerah termiskin.

Terakhir hanya bisa dikatakan kalau lembaganya tidak baik atau pengelola lembaga tidak mempu mengelola lembaga secara baik. Sebenarnya peran AKU (pengelola lembaga) dalam memilih arah kepada kondisi (konsekuensi) kaya atau miskin sangat menentukan, sehingga akan terwujud daerah yang kaya atau daerah yang miskin.

*Dosen Fakultas Syariah dan Hukum UIN Ar-Raniry Banda Aceh, dan tenaga ahli bidang Khazanah dan Budaya pada Lembaga Wali Nanggroe Aceh

Comments

comments

No More Posts Available.

No more pages to load.