Ketika Masker menjadi Primadona Nan Stylish?

oleh

Oleh : Zuhri Sinatra*

Corona Viruses Disease atau populer dengan sebutan Covid 19 menjadi momok menakutkan bagi manusia di berbagai belahan dunia. Betapa tidak, virus corona ini merupakan virus yang berbahaya dan penyebarannya sangat cepat.

Berdasarkan wikipedia.org penyebaran virus ini sering melalui tetesan kecil yang dihasilkan oleh batuk, bersin, atau berbicara. Oleh organisasi kesehatan dunia atau WHO Covid 19 dilabeli pandemi karena penularannya sudah secara global bahkan cenderung sulit dikendalikan.

Tim KBRI Washington DC, Amerika Serikat yang menyusun Buku Saku Covid-19 menyebutkan selain dari droplet saat bicara, batuk dan bersin, virus ini dapat bertahan lama dipermukaan benda, ditambah lagi dengan mobilitas manusia mulai dari tingkat lokal, regional dan internasional yang mempermudah dan mempercepat penyebarannya.

Meskipun virus ini berbahaya tentunya ada tata cara pencegahan yang bisa dilakukan agar tidak tertular diantaranya berdiam diri dirumah (Social Distancing), menjaga jarak dengan lawan bicara minimal 2 meter, dan menggunakan MASKER.

Masker menjadi kata populer kedua setelah Covid-19, biasanya masker hanya digunakan oleh para pekerja medis, paling banyak ditemukan di rumah sakit atau di klinik kesehatan. Sebelum Covid 19 mewabah, dikota besar seperti Jakarta, masker digunakan untuk menghindari polusi udara yang kian buruk.

Namun, sejak virus Covid 19 mewabah, tak mau ketinggalan penggunaan masker juga ikut mewabah dan menyebar cepat, masker merupakan primadona karena dianggap salah satu cara yang dapat menekan resiko tertular Covid 19. Bahkan sebelumnya paramedis menyebutkan pemakaian masker hanya bagi orang yang sakit bukan yang sehat.

Lambat laun himbauan tersebut semakin meredup, malah yang terjadi sebaliknya masyarakat dipaksa untuk menggunakan masker ketika keluar rumah atau berada di tempat keramaian.

Menariknya, dibalik kebutuhan akan masker yang semakin tinggi, bahkan produsen alat-alat kesehatan pun sudah tidak mampu memenuhi permintaan akan masker, muncul produksi masker rumahan, (home industry), proyek dadakan dan penciptaan masker yang stylish mengikuti trend keinginan pengguna.

Di beberapa kota diluar negeri trend penggunaan masker sudah mengikuti keinginan pengguna masker itu sendiri, sehingga muncul beberapa desain masker yang unik berbeda dari biasanya.

Beberapa masker yang digunakan ada yang berbahan transparan dibagian mulut saja, masker ini dibuat dengan tujuan ketika berbicara dengan orang lain, orang tersebut masih bisa melihat gerakan mulut dan senyum pengguna masker.

Ada juga yang menggunakan filter Gas Mask, namun cara ini jelas tidak diperbolehkan karena hanya menggunakan filter gas bagian mulut saja, sedangkan bagian hidung belum ada penyaring udaranya.

Salah satu hambatan pada saat menggunakan masker adalah kesulitan ketika akan mengonsumsi makanan atau minuman, untuk mengatasi permasalahan tersebut adalah dengan membuat lubang untuk memasukkan sedotan minuman yang tentu bisa di tutup kembali.

Masker ini sempat menjadi bahan tertawaan karena bisa digunakan pada saat keadaan darurat jika terjadi kelangkaan persediaan masker. Adalah masker BRA, dilansir dari Fast Company, salah satu produsen pakaian di Jepang akan memproduksi masker BRA karena memang bahan yang digunakan untuk membuat masker ini sama dengan bahan untuk membuat pakaian dalam wanita tersebut.

Terlepas dari beberapa keunikan desain masker tersebut, pertanyaan yang muncul adalah, apakah masker-masker tersebut aman dan telah memenuhi standar protokol kesehatan yang ditetapkan? Wallahu’alam.

*Kontributor LintasGAYO.co wilayah Jakarta dan Sekitarnya

Comments

comments

No More Posts Available.

No more pages to load.