Puasa Sebagai Proses Takhalli

oleh

Oleh : Dr. Hamdan, MA*

Allah menciptakan manusia dengan beragam potensi, indera dan juga hati. Di antara ciptaannya ini tidak ada manusia yang meragukan peran hati. Hati yang dalam bahasa Arab dan bahasa agama sering digunakan kata qalbu yang merupaka bentuk plural dari qulub adalah komponen yang menggerakkan manusia. Hati ibarat nakhoda bagi sebuah kapal yang akan menggerakkan kapal kearah mana yang dikehendaki oleh nakhoda.

Dikisahkan bahwa Lukmanul Hakim pernah ditanya oleh tuannya ketika diperintahkan untuk menyembelih seekor kambing dan menunjukkan daging yang terbaik. Luqmanul Hakim lantas membawa hati dan lidahnya.

Pada waktu yang lainnya Luqmanul Hakim diminta kembali sewaktu seekor kambing dipotong, kemudian diminta menunjukkan anggota tubuh yang terburuk darinya, lalu Luqmanul Hakim membawakan potongan hati dan juga lidah, maka heranlah tuan yang memintanya lalu berkata;

“Wahai Luqman ketika saya meminta bagian yang paling baik yang engkau berikan adalah hati dan lidah, namun sewaktu saya meminta bagian yang paling buruk engkau juga memberikan hati dan lidah.

Mengapa seperti itu?”, maka Lukmanul Hakim lantas mengatakan; “tidak ada daging paling baik melebihi keduanya jika dipergunakan untuk kebaikan dan tidak ada daging yang lebih buruk dari keduanya jika dipergunakan untuk keburukan”.

Dalam ayat-ayat Al-Quran dan hadits Rasulullah serta kajian para ulama mengindikasikan akan urgensi hati untuk seluruh anggota tubuh seperti yang terdapat dalam sebuah hadits shahih yang diriwayatkan oleh Bukhari Muslim bahwasanya Rasulullah saw bersabda “bahwa dalam tubuh manusia ada segumpal daging seandainya bagus segumpal daging tersebut maka baguslah juga seluruh tubuh dan jika rusak segumpal daging itu maka rusak pulalah seluruh tubuh, ketahuilah segumpal daging itu adalah hati”.

Sosok ulama lembut, K.H. Abdullah Gymnastiar (AA Gym) pernah membuat syair indah tentang hati. Di antara petikan syairnya berbunyi; ”Jagalah hati jangan kau kotori, jagalah hati lentera hidup ini”. Lebih lanjut dalam pesantrennya yakni Darut Tauhid Beliau mengembangkan Menejemen Qalbu yang menekankan dan menunjukkan betapa urgennya hati bagi manusia.

Dikarenakan pentingnya fungsi peran hati dalam diri manusia, maka dalam Islam sangat diperhatikan pentingnya menjaga kesucian, kesehatan dan kebaikan hati. Bahkan para ulama mengarang beragam kitab-kitab dan membuat langkah-langkah yang harus diaplikasikan dalam upaya mensucikan dan mendidik hati agar dapat melaksanakan fungsinya dengan baik.

Dalam kajian ilmu tassawuf kita mengenal istilah 3T, 3T adalah istilah dalam ilmu tassawuf sebagai upaya dalam pendidikan hati, yaitu Takhalli, Tahalli dan Tajalli yang pada prinsipnya adalah Ihsan, namun sebelum sampai kepada tahap Ihsan maupun Tajalli tersebut seseorang haruslah menapaki anak tangga Takhalli tersebut.

Dalam sub tulisan ini penulis akan mengkaji tentang Takhalli terlebih dahulu. Secara Etimologi (bahasa) Takhalli pada dasarnya berasal dari kata kerja yaitu Khaliya, kemudian dari kata tersebut ditemukan kata Khulwah.

Khulwah sendiri adalah mengasing diri untuk melakukan beragam amaliyah pada moment-moment tertentu, atau dimaknai dengan mengosongkan diri. Ada juga yang memaknai Takhalli tersebut dengan penarikan diri.

Dikatakan Takhalli dengan penarikan diri disebabkan orang yang menginginkan dekat dengan sang khaliq akan menarik diri terhadap sesuatu yang dapat menjauhkan diri dari sang pencipta.

Jadi yang dimaksud dengan Takhalli adalah satu usaha yang dilakukan oleh seseorang untuk membersihkan hatinya dari segala macam penyakit yang ada dalam hati, dimana dalam hati yang sakit bersemayam beragam penyakit. Hal ini mengingat cukup banyaknya jenis penyakit yang terdapat dalam bhatin manusia seperti ujub, riya, sombong, takabbur dan lainnya.

Pada dasarnya maksiat yang dilakukan oleh manusia terbagi kepada dua, yang maksiat lahir dan maksiat bhatin. Maksiat lahir adalah maksiat-mkasiat yang dilakukan oleh anggota tubuh seperti mata.

Mata mempunyai potensi untuk melakukan maksiat misal melihat sesuatu yang indah menurut mata yang dilarang oleh agama. Telinga juga berpotensi besar dalam melakukan maksiat misalnya saja mendengarkan sesuatu yang dilarang oleh syariat. Demikian pula seluruh anggota tubuh yang lainnya.

Selanjutnya adalah maksiat batin. Maksiat batin adalah sejumlah sifat-sifat tercela yang terdapat dalam diri seseorang yang ada dalam bathin seseorang, misalnya sombong, riya, takabur dan banyak lagi sifat tercela lainnya. Pada dasarnya maksiat batin jauh lebih berbahaya dari maksiat batin dikarenakan maksiat jenis ini sulit diidentifikasi oleh pemiliknya.

Maksiat batin dimiliki oleh hati yang sakit. Para ulama menekankan pentingnya membersihkan diri dari akhlak tercela tersebut, karena akhlak tersebut yang terlalu lama mengotori hati akan menjadikan seseorang semakin jauh adari pencipnya.

Bahkan andai pun seseorang memiliki akhlak tercela satu saja itu cukup mampu menjadikan amalan kebaikan yang dilakukan akan ditolak oleh Allah.

Kita bisa melihat perjalan makhluk terlaknat iblis. Iblis yang pada mulanya adalah sosok yang melakukan ibadah yang sangat lama bahkan menjadi sosok idola di kolong langit, namun ketika sosok Adam diciptakan dan Allah memerintahkan agar iblis sujud kepada Adam, rasa dengkinya terhadap Adam muncul dan ia merasa besar dan hebat dibandingkan dengan Adam, hingga dengan itu Iblis terang-terangan membantah perintah Allah.

Oleh karenanya cukup banyak dalil al-Quran dan Hadits Rasulullah yang memerintah agar manusia mengosongkan dirinya dari akhlak tercela disebabkan bahayanya dalam menghalangi manusia meniti jalan kebaikan.

Secara langsung dapat disimpulkan bahwa dengan adanya hati yang memiliki sifat-sifat tercela tersebut dapat menggangu hubungan harmonis dengan Allah yang diistilahkan dengan Hablumminallah (vertikal) dan mengganggu hubungan harmonis dengan sesama manusia Hablumminannaas (horizontal).

Dalam proses penyehatan yang dilakukan ketika berpuasa dalam dunia kesehatan dikenal dengan detok atau detoksifikasi yang artinya mengeluarkan racun-racun yang ada dalam tubuh manusia, berlaku pada penyakit batin, jika puasa dilakukan dengan benar dan bukan hanya menahan lapar dan haus namun juga menahan bathin dari larangan-larangan yang diperintahkan agama keinginan-kenginan yang rendah lainnya.

Derajat puasa yang mampu membersihkan diri dari penyakit batin adalah puasa Khawwas yakni orang bukan saja menahan haus dan lapar akan tetapi sanggup menahan anngota tubuhnya dari perbuatan maksiat dan puasa Khawasul Khawwas yakni selain mampu menjaga dari yang membatalkan puasa juga menjaga anggota tubuhnya untuk mampu memfokuskan dirinya kepada Allah. Dan disadari bahwa puasa golongan seperti ini sangat sulit diperoleh kecuali bagi yang memiliki kesungguhan yang istiqamah.

*Dosen IAIN Takengon dan Pemerhati Pendidikan

Comments

comments

No More Posts Available.

No more pages to load.