Oleh : Drs. Jamhuri Ungel, MA*
Puasa pada bulan ramadhan merupakan rukun Islam yang ketiga dari lima rukun Islam, hukum melaksanakannya wajib bagi setiap muslim dan mukmin. Dasar kewajibannya disebutkan dalam al-Qur’an surat al-Baqarah ayat 183, yang berbunyi :
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا كُتِبَ عَلَيْكُمُ الصِّيَامُ كَمَا كُتِبَ عَلَى الَّذِينَ مِنْ قَبْلِكُمْ لَعَلَّكُمْ تَتَّقُون
Hai orang-orang yang beriman diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan kepada orang-orang sebelum kamu, mudah-mudahan kamu bertaqwa. (Q.S al-Baqarah : 183)
Di dalam kajian ushul fiqh kewajiban puasa ini bila kita lihat dari sisi pelakukanya maka wajibnya adalah wajib ‘ain (wajib yang berlaku untuk setiap individu), artinya tidak boleh digantikan oleh orang lain baik ketika pelaku masih hidup ataupu juga pelaku sudah meninggal.
Solusi yang diberikan oleh syara’ bagi mereka yang tidak sanggup berpuasa adalah menggantinya pada hari (waktu) yang lain sesuai dengan hari yang ditinggalkan (ini berlaku bagi mereka yang masih mungkin mengantinya), bagi mereka yang tidak punya waktu untuk menggantinya maka disberi kemudahan untuk menggantinya dengan membayar fidyah.
Dari sisi waktu kewajiban puasa adalah kewajiban yang mudhayyaq, artinya pelaksanaan puasa ramadhan dimulai sejak mulai masuknya bulan ramadahn dengan nampaknya hilal sampai dengan berakhirnya ramadhan dengan nampaknya hilal bulan selanjutnya.
Artinya dalam bulan ramadahan ini sepanjang bulannya puasa dan tidak boleh ada puasa yang lain baik puasa sunat ataupun puasa wajib. Kemudian karena waktu pelaksanaannya tidak ada yang putus sejak awal sampai akhir maka dibolehkan kita untuk berniat sekaligus.
Kemudian dari sisi makna, puasa (al-shiam) diartikan dengan kata menahan diri (al-imsak) dari makan dan minum sejak dari terbitnya fajar sampai dengan terbenamnya mata hari, disunatka dengan waktu yang pas, sehingga muncul hukum sunat melambatkan makan sahur dan sunat menyegerakan berbuka.
Makna kata al-shiam dengan menahan memberi arti kepada mereka yang berpuasa harus menahan diri dari suatu perbuatan yang pada dasarnya boleh dilakukan tetapi karena waktu menjadi tidak boleh, seperti makan dan minum. Makan dan minum adalah perbuatan yang kalau di luar bulan ramadhan wajib dikerjakan dengan wajib kifayah (wajib yang tidak ditentukan waktu dan jumlahnya).
Wajib makan dan minum walaupun tidak harus tiga kali, dua kali atau tidak harus satu kali yang penting harus makan dan minum, dan kalau kita tidak makan dan minum lalu kita sakit atau bahkan meninggal mereka termasuk orang yang meninggalkan kewajiban dan berdosa.
Perbuatan wajib yang dilakukan pada bulan-bulan lain selaian bulan ramadhan, seperti makan dan minum sebagaimana telah disebutkan maka pada bulan ramadhan harus menahan diri untuk tidak melakukannya.
Demikian juga dengan perbuatan melakukan hubungan suami isteri sebagai kewajiban yang di luar bulan ramadhan boleh dilakukan di siang hari, tetapi pada bulan ramadhan harus menahan diri untuk melakukannya. Bahkan kalau perbuatan-perbuatan tersebut dilakukan di bulan ramadhan tanpa adanya uzur syar’i maka sipelaku dianggap berdosa, dan pelaku hubungan suami isteri akan dikenakan kafarat yang sangat berat, yakni puasa dua bulan berturut-turut, memberi makan 60 pakir miskin dan memerdekakan budak.
Lalu bagaimana dengan corona atau covid-19 yang mewabah dunia saat ini, mungkin tidak jauh berbeda. Dimana dalam masa corona saat ini semua orang tidak hanya muslim atau mukmin wajib menahan diri dari penyebaran wabah virus. Diantara perbuatan wajib yang dilakukan adalah tidak boleh adanya kontak fisik dan juga tidak boleh dekat dengan mereka yang terkena virus, karena tidak diketahui siapa yang sudah dan belum terkena virus dan alat pendeteksinya masih belum ada maka dengan semua orang tidak boleh berhubungan, terkecuali dengan keluarga yang diyakini tidak tertular virus.
Semua perbuatan yang dapat mengakibatkan pada penularan virus corona dilarang, termasuk yang berhubungan dengan ibadah, seperti shalat lima waktu berjamaah, shalat jum’at, shalat sunat berjamaah, semuanya tidak boleh dilakukan.
Sebagai muslim dan mukmin kita wajib menahan diri dari perbuatan tersebut, walaupun sebagaimana telah disebutkan bahwa perbuatan-perbuatan tersebut selama ini dianjurkan bahkan diwajikan oleh Allah dan rasulnya untuk dilakukan secara berjamaah. Tetapi dalam kondiri saat ini dilarang untuk dilakukan dan telah menjadi ketetapan umum di seluruh dunia.
Sebagai kesimpulan, kalau menahan diri dari makan dan minum dan perbuatan lain di dalam bulan ramadhan ini adalah untuk kepentingan atau kemaslahatan bidang agama (mempertahankan agama) dan menahan diri dalam menghindar dari penularan wabah corona atau covid-19 adalah untuk krprntingan atau kemaslahatan dalam mempertahan kan jiwa. Untuk kepentingan keduanya sebagai musim dan mukmin wajib mematuhinya.
*Dosen pada Fakultas Syariah dan Hukum UIN Ar-Raniry, dan Tenaga Ahli bidang Khazanah dan Budaya pada Lembaga Wali Nanggroe Aceh.