Oleh : Fauzan Azima*
Kita benar-benar sudah diambang kiamat. Ya’juj dan Ma’juj yang digambarkan dalam kitab suci akan datang menjelang hari akhir, ternyata sudah lama berada di sekitar kita. Mereka adalah garda depan para gerombolan perusak alam.
Jangan bayangkan, mereka menghancurkan bumi ini dalam satu malam. Perlahan tapi pasti perbuatannya akan menghanguskan hutan dan mineral-mineral dalam perut bumi. Eksploitasi alam yang membabi buta selama lima belas tahun terakhir adalah bukti keberadaan mereka.
Konflik Aceh, tahun 1998-2005 adalah tembok besar kemunculan Ya’juj dan Ma’juj. Masa itulah hutan rimba Aceh dan satwanya menikmati surga. Tidak banyak pemburu, perkebunan besar, pertambangan, pembukaan jalan dan ilegal logger yang menembus kawasan hutan alam.
Kalaupun ada penebang, mereka tidak menggunakan alat berat yang bekerja sangat cepat. Daya dukung hutan alam tidak cukup menahan lajunya deforestasi dengan mesin-mesin yang dimodifikasi untuk menghancurkan hutan. Hadirnya Ya’juj dan Ma’juj menjadi neraka bagi kelestarian alam semesta.
Mereka hadir dengan profesi beragam, tetapi dengan satu tujuan yang sama, yakni uang dan cara yang paling mudah mendapatkannya adalah dengan mengeksploitasi alam. Legal maupun ilegal, mereka bersama-sama berlomba merubah fungsi alam.
Dari hutan alam perawan menjadi semak belukar, seterusnya tidak mustahil menjadi padang pasir. Di Blangnuldi Tanah Karo adalah bukti betapa yang dulunya hutan belantara kini menjadi gurun. Tidak mustahil pula hutan tropis kita seluruhnya menjadi padang pasir kalau tidak kita cegah segera laju deforestasi yang dilakukan Ya’juj dan Ma’juj.
Suasana Covid-19 tidak menghentikan mereka untuk mengeksploitasi alam Kita. Mereka menggunakan tangan-tangan masyarakat lokal sebagai pembenar prilakunya. Seharusnya di musim corona ini menjadi momentum untuk merestart alam ini kembali kepada aslinya seperti sedia kala.
Oknum aparat sipil dan militer yang bertugas menjaga kekayaan alam kita, tidak lebih seperti “pagar makan tanaman”. Mereka bersatu membangun “kerajaan Ya’juj dan Ma’juj.”
(Mendale, 23 April 2020)