Catatat : Darmawan Masri*
Virus Corona. Yah, begitulah saat ini nama itu terkenal seantero donya. Jenis virus ini adalah jenis baru, diperkirakan ukurannya mencapai 125 nanometer atau 0,125 mikrometer, dan tak akan pernah terlihat dengan kasat mata.
Virus ini awalnya ditemukan di Wuhan, Provinsi Hubei, di China Daratan, pada akhir 2019. Karena termasuk jenis virus baru dari jenis Corona, maka penamaan virus ini akhirnya disebut Coronavirus Disease 2019 (Covid-19). Angka 19, merujuk tahun virus itu ditemukan.
Dari berbagai literatur, Covid-19 menyerang sistem pernafasan, yang mengakibatkan orang terinfeksi menimbulkan penyakit yang disebut severe acute respiratory syndrome coronavirus 2 disingkat SARS-CoV-2.
Dalam tulisan ini, kita tidak ingin panjang lebar mengulas jenis virus baru ini. Namun, yang pasti, hingga hari ini sudah lebih 200 negara yang terinfeksi. Dengan kematian terbanyak ada di negeri Uncle Sam, Amerika.
Di Indonesia sendiri, Covid-19 baru terdeteksi di awal Maret 2020. Hingga kini, sudah lebih dari 6000 kasus, dengan angka kematian mencapai 500 orang lebih.
Begitu cepatnya virus ini menyebar, yang ditularkan dari manusia ke manusia lainnya. Tak pelak, bumi Serambi Mekkah, Aceh, juga tak luput dari serangan virus ini.
Di Aceh sendiri, hingga saat ini ada enam kasus terkonfirmasi orang positif Covid-19. Empat diantaranya dinyatakan sembuh, satu meninggal dunia dan satu lainnya tengah menjalani perawatan.
Kasus terakhir, baru terkonfirmasi pada Sabtu 19 April 2020. Seorang warga Gayo Lues, yang tinggal di kaki gunung Leuser, Kampung Uning Pune, Kecamatan Putri Betung.
Jika melihat letak geografis, Putri Betung tentu kita semua tahu, bahwa kawasan ini cukup jauh dari pusat keramaian. Walaupun, daerah ini merupakan lintasan jalan utama yang menghubungkan Gayo Lues dan Aceh Tenggara.
Namun, secara keadaan geografisnya, kawasan ini tentulah sebuah kampung yang terletak di lereng Hutan Leuser, yang hanya terdapat 9 kampung dan dihuni 7 ribu orang (data BPS 2010).
Pelajaran berharga yang bisa kita ambil, dari salah seorang warganya yang tetinfeksi Covid-19. Meski, sebelumnya warga itu bukanlah penduduk asli dari kampung setempat, melainkan asal Cimahi, Jawa Barat yang bekerja sebagai koki disebuah kapal motor (KM) Kelud.
Ia beristrikan warga Kecamatan Putri Betung, dan memilih pulang kampung, tentunya dengan alasan menghindar dari sebaran virus Corona.
Seusai pulang melaut, awak KM Kelud diperiksa di Pelabuhan Belawan, Medan, Sumatera Utara, hasilnya banyak awak kapal yang dinyatakan positif Corona.
Yang bersangkutan, diperbolehkan pulang, lantaran tak menunjukkan gejala apa-apa. Mungkin saja karena, sistem imunnya masih kuat dan tahan dengan infeksi dari Covid-19.
Takdir tak dapat dihindari, malang tak dapat ditolak. Ia dinyatakan positif Covid-19, setelah tiba beberapa hari di Gayo Lues. Warga sekitar dan keluarga yang pernah berinteraksi dekat dengan yang bersangkutan langsung di isolasi, mencegah penyebaran Covid-19 lebih jauh.
Menanggapi kasus tersebut, salah seorang dokter di Gayo, dr. Yunasri, mengatakan bahwa tak ada zona aman dari sebaran Covid-19.
“Meski wilayah kita ini terletak di pegunungan, bukan berarti kita masuk zona aman. Sebagai contoh dari kasus Putri Betung, hingga ke tengah hutan pun, enggak ada ampun bagi virus mematikan ini,” katanya Minggu 19 April 2020.
Ia menyarankan, untuk warga meningkatkan kesadaran ekstra tinggi dari sebaran virus yang tak akan pernah terlihat secara kasat mata itu.
“Sering kita dengar ucapan, bahwa daerah kita jauh dari pusat keramaian, tentunya daerah ini aman. Itu adalah anggapan yang salah, karena kita tengah melawan musuh yang tak tampak,” tegasnya.
“Kita tak tahu, orang-orang di kampung kita berinteraksi dengan siapa, melakukan perjalanan kemana. Belum lagi ada warga yang pulang kampung (mudik) dari daerah terinfeksi,” tambahnya.
Untuk itu, kesadaran mengisolasi diri menjadi sangat penting guna memutus mata rantai penyebaran Covid-19.
“Bagi yang baru tiba dari daerah terinfeksi, jangan langsung berinteraksi dengan keluarga, pastikan diri aman dulu, isolasi diri. Setelah 14 hari, dimana masa inkubasi virus selesai, maka silahkan kita berinteraksi lagi,” ucapnya.
“Sayangi keluarga kita. Jangan, begitu melihat diri kita sehat, tanpa gejala apa-apa, langsung memvonis diri kita bebas dari Corona. Itu salah, karena rata-rata penularannya, banyak dari orang tanpa gejala,” timpal Yunasri.
Menurut Yunasri, peran masyarakat sekitar menjadi penting mencegah penyebaran Corona. Jika dalam suatu kampung ada keluarga atau orang yang baru masuk, dan dari daerah terinfeksi, masyarakat dan aparatur kampung harus sigap.
“Laporkan ke Gugus Tugas di Kecamatan. Beritahu yang bersangkutan untuk mengisolasi diri. Jika membandel, ambil tindakan tegas. Banyak yang seperti itu (membandel), merasa diri kebal dari Virus,” terangnya.
Yunasri mengatakan, penggunaan masker tetap dianjurkan bagi warga yang keluar rumah dengan keperluan mendesak. Kalau, tidak mendesak ada baiknya stay at home saja.
Lain itu, Wakil Direktur Bidang Pelayanan RSU Datu Beru ini menambahkan, physical distancing atau jaga jarak minimal 2 meter tetap harus diperhatikan dan sesering mungkin mencuci tangan dengan sabun dan air mengalir.
“Jika kita ingin memutus mata rantai Covid-19 dengan cepat, maka ikuti anjuran protokol kesehatannya. Agar wabah ini, segera selesai dan kita bisa beraktifitas kembali seperti biasa,” anjur Jubir Gugus Tugas Covid-19 Aceh Tengah ini.
Seperti di ketahui, wilayah Gayo, Aceh Tengah, Bener Meriah dan Gayo Lues, banyak kampung-kampung yang terletak jauh dari pusat keramaian.
Sebut saja Kemukiman Wihni Dusun Jamat, di Kecamatan Linge, Aceh Tengah dan Kemukiman Samarkilang, di Bener Meriah. Daerah-daerah ini juga tidak akan menjadi zona aman, jika masyarakat acuh dan kurang peduli.
Untuk itu, kepedulian masyarakat mencegah penyebaran Covid-19 mutlak dibutugkan. Belajar dari kasus Gayo Lues, tak ada zona aman bagi sebaran virus ini, meski kita tinggal di pelosok kampung sekalipun.
#Salam_Cerdas_Mencerdaskan