Tsunami Stunting

oleh

Oleh : Fauzan Azima*

Ternyata stunting tidak saja menyebabkan tumbuh bayi menjadi pendek, lebih bahaya lagi akan melahirkan generasi berotak “sumbu pendek.” Tumbuh fisik barangkali bisa direkayasa untuk lebih tinggi dengan asupan makanan yang bergizi, tetapi pertumbuhan otak akan mengalami kecacatan permanen akibat stunting.

Kalau tidak kita cegah dari sekarang, tidak mustahil 20 tahun akan datang, Aceh akan menjadi generasi zombie. Aceh akan mengalami periode generasi tidak tahu diri dan semakin lemah dari segi sumber daya manusia (SDM). Bahkan para ghaib yang melekat pada tubuh orang Aceh akan hilang karena kualitas fisik dan otaknya tidak mampu lagi menopang keberadaan mereka. Efeknya wajar kalau orang Aceh menjadi rendah diri karena tidak ada dukungan dari para ghaib dalam dirinya.

Kebanggaan “bangsa yang suka berperang” hanya akan menjadi slogan dan dongeng semata. Faktanya keberaniannya dan kehebatannya sudah dicabut. Ciri-cirinya sudah tampak jelas. Hidup sangat bergantung kepada orang, tidak percaya diri, tidak lagi punya ilmu ghaib, tidak mampu bersaing dengan bangsa luar, berpecah-pecah, dikendalikan oleh orang lain, suka marah, membangun kebencian, hilang kasih sayang, banyak bicara tapi isinya kosong, suka mengekploitasi alam, suka menghina dan mencaci dan berlaku kasar. Sifat-sifat tidak terpuji itu mulai melekat pada sebagian orang Aceh dan patut dicurigai mereka sudah mengalami cacat otak karena stunting.

Penyakit stunting berpotensi melahirkan manusia tidak berakal budi lahir kembali. Seperti manusia yang lahir sebelum Nabi Adam AS diturunkan ke dunia. Manusia model itulah yang diprotes oleh malaikat ketika Allah SWT berencana menciptakan manusia berakal budi pertama di bumi ini, yakni Nabi Adam AS.

Stunting adalah masalah gizi kronis bagi bayi sejak dalam kandungan ibunya sampai berumur dua tahun yang tidak menerima gizi yang cukup untuk perkembangan fisik dan otaknya. Khususnya bayi dari umur satu sampai seribu hari menjadi masa yang kritis masuk tidaknya dalam “garis merah” stunting.

Pencegahan stunting harus terstruktur dan masif melibatkan semua pihak; pemerintah, ulama, perguruan tinggi, dunia usaha, keluarga dan semua pihak untuk bersama-sama peduli dalam menghapus stunting kalau tidak mau menjadi “bangsa lamit” atau bangsa bermental budak. Kalau tidak disegerakan menggerakan seluruh daya upaya maka pada saatnya generasi akan datang akan dimanfaatkan sebagai “mesin perang” untuk kepentingan bangsa lain karena penderita stunting tercatat nama dan alamatnya pada pustu, puskesmas atau lembaga-lembaga yang bergerak dalam bidang kesehatan.

Sejarah mencatat bahwa banyak bangsa yang mencapai puncak kejayaannya. Kekaisaran Romawi kuno pernah jaya ketika dipimpin Julius Caesar tetapi hancur akìbat perang saudara. Begitupun Kerajaan Aceh mencapai puncaknya pada masa Sultan Iskandar Muda dan Aceh dari masa ke masa semakin lemah karena kualitas sumber daya manusianya semakin tidak berkualitas. Seluruh kejayaan runtuh dengan melibatkan orang-orang berkualitas rendah sebagai tameng dan mesin perang. Stunting merupakan potensi besar menciptakan manusia yang tidak lebih dari robot.

Para koruptor salah satu penyumbang terbesar penyebab stunting. Dana pemerintah tidak terdistribusi kepada rakyat banyak. Uang menumpuk pada para koruptor. Sehingga uang tidak beredar di masyarakat yang menyebabkan daya beli rendah. Tanpa uang tidak mungkin masyarakat bisa membeli makanan yang bergizi.

Tanggung jawab generasi yang akan datang ada di tangan kita hari ini. Kualitas hidup mereka kelak bergantung dari perilaku kita sekarang. Kita sudah cukup menguras alam ini. Tinggalkanlah untuk anak cucu kita. Jangan kita tebang hutan untuk tambang lagi. Cadangkan untuk generasi yang akan datang agar mereka bisa memanfaatkan dan mengelolanya untuk anak dan cucu mereka sehingga tidak melahirkan generasi stunting berikutnya.

(Mendale, 26 Desember 2019)

Comments

comments

No More Posts Available.

No more pages to load.