Kesetiakawanan Menembus Batas Gunung Halimun

oleh

Oleh : Fauzan Azima*

Begitu cepat kita melupakan apa yang terjadi pada negeri ini dan begitupun kita tidak mengingat lagi orang-orang yang telah berjasa dalam hidup kita. Inilah penyakit diri kita sebagai orang Aceh. Gampong Blang Pandak, Kecamatan Tangse, Kabupaten Pidie, di lembah Gunung Halimun adalah saksi bisu karakter buruk itu.

Halimun artinya diselimuti awan atau sagoep, akan tetapi makna sesungguhnya adalah gudang ilmu. Kedua pemaknaan itu benar. Apabila kita mendaki Gunung Halimun sering tiba-tiba datang kabut tebal yang menutup pandangan arah jalan di dalam hutan. Di samping itu, Halimun juga berasal dari kata “alimun” artinya “berilmu”.

Pada masa perang Aceh melawan Belanda, seorang ulama dan pejuang Teungku Chik di Tiro Mahjeddin yang merupakan paman Teungku Maad di Tiro juga syahid Gunung Halimun.

Di lembah Gunung Halimun, tepatnya di Lampoh Lhok Geulap, Belanda menjadikan kawasan tersebut sebagai tempat para tawanan yang dipaksa menanam kopi. Rencana perkebunan Belanda itu hanya sebagai sasaran antara untuk mengawasi kawasan Gunung Halimun sebagai wilayah berdaulat bagi pejuang-pejuang Aceh.

Gunung Halimun merupakan pusat atau persimpangan bagi pejuang yang akan menuju daerah Tangse, Tiro, Geumpang, Blang Malo dan tembus ke Seuneubok Badeuk. Belanda faham benar dengan keberadaan kawasan itu, sehingga di sekitarnya selalu disiagakan pasukan.

Wali Neugara, YM Teungku Hasan Muhammad di Tiro mendeklarasikan GAM pada 4 Desember 1976 di Gunung Halimun untuk memberkati perjuangan setelah 65 tahun syahidnya Teungku Maad di Tiro pada sebuah pertempuran pada 3 Desember 1911 di Alue Bhot, Tangse. Teungku Hasan Tiro sering membuat pernyataan dan ditutup dengan “Gunung Halimun” sebagai tempat ditulisnya surat atau tulisan lainnya.

Bagi “awak awai” atau pimpinan GAM tidak ada yang tidak mengetahui Gunung Halimun. Mulai Wali Hasan Tiro, Teungku Ilyas Leubee, dr. Husaini Hasan, dr. Zaini Abdullah, Teungku Usman Lampoh Awe, Pawang Rasyid, dr. Zubir, dr. Mukhtar dan awak awai lainnya sangat akrab dengan kawasan Gunung Halimun.

Pintu gerbang utama masuk ke Gunung Halimun adalah Blang Pandak. Namun demikian tidak serta merta masyarakat di sana mengetahui keberadaan para pejuang. Hanya sesekali mereka turun ke kampung untuk mengambil logistik.

Pada tahun 1990-an masyarakat Blang Pandak dicurigai dan banyak menjadi korban. Bahkan lima kali mengungsi sampai ke Teupin Raya. Pada masa itu ada yang menjadi yatim dan janda karena ayah dan suaminya telah menjadi korban akibat konflik RI-GAM.

Mereka dipaksa mengungsi karena dianggap melindungi apa yang pemerintah pusat sebut sebagai Gerakan Pengacau Keamanan (GPK). Pos TNI pun didirikan di sana. Apa yang telah mereka usahakan habis dan kerugian yang utama adalah terputusnya anak-anak dari sekolah.

Begitu besar pengorbanan masyarakat Blang Pandak, namun terobosan jalan baru dibangun pada tahun 1982 dan baru pada tahun 2019 diaspal. Sebelumnya mereka dengan air mata memohon kepada Gubernur Abdullah Puteh, tetapi harapan demi harapan selalu kandas.

Gampong yang baru mendapat status difinitif sejak tahun 2017 menjadi perhatian khusus Pemerintah Aceh dengan menggelar acara Hari Kesetiakawanan Sosial Nasional (HKSN 2019) pada 25 Desember 2019 sebagai penghormatan, terima kasih, apresiasi dan tanggung jawab moral Pemimpin Aceh mewujudkan kesetiakawanan menembus batas Gunung Halimun.

(Gunung Halimun, 25 Desember 2019)

Comments

comments

No More Posts Available.

No more pages to load.