Oleh : Zarkasyi Yusuf*
Andai saya tidak bingung mungkin tulisan singkat ini tidak lahir, rasa bingung bermula dari rasa kurang yakin saya dengan beberapa baliho yang terpasang pada beberapa lokasi dalam Kota Banda Aceh, baliho yang menyajikan informasi Jejak Aceh Hebat. Angka-angka mengesankan pun terpampang pada baliho tersebut, diantaranya angka pertumbuhan ekonomi naik 4,61%, inflasi turun 1,84%, IPM meningkat 71,19%, kesenjangan pendapatan turun 0,138%, pengangguran turun 6,35%, kemiskinan turun menjadi 15,68%. Angka-angka ini semakin meyakinkan saya ketika membaca tabloid Info Aceh yang diterbitkan Dinas Komunikasi, Informatika, dan Persandian Aceh dengan Judul “Dua Tahun Jejak Aceh Hebat”.
Namun, Selasa pagi (16 Juli 2019) keyakinan saya akan angka angka keramat di baliho sirna oleh berita pada harian Serambi Indonesia “Pembangunan Aceh Tak Capai Target”. Apalagi diperkuat dengan argumen pakar ekonomi Rustam Efendi yang menyatakan bahwa “Kalau yang sekarang kita lihat, itu namanya pencitraan, mengesankan seakan-akan tumbuh bagus, tetapi sebenarnya jauh dari target. Itu pun yang ditampilkan hanya yang bagus bagus saja”. Biarlah saya terus bingung, suatu saat pasti akan nyata apakah benar Aceh Hebat dengan sejumlah angka-angka keramat, atau hanya pencitraan saja dengan menyajikan angka-angka keramat. Sebagai rakyat biasa, jika Aceh Hebat saya turut senang, apalagi meningkatnya kesejahteraan masyarakat kelas menengah ke bawah.
Tulisan ini bukan untuk perdebatan apakah Aceh Hebat atau tidak. Tulisan ini menjadi media untuk menyampaikan sisi lain yang saya sebut dengan “syarat” agar Aceh Hebat, tidak hanya diperhitungkan di Sumatera, tetapi juga dilirik oleh dunia. Ada 15 Program Aceh Hebat yaitu Aceh Seujahtera, Aceh SIAT (Sistem Informasi Aceh Terpadu), Aceh Carong, Aceh Energi, Aceh Meugoe dan Meulaot, Aceh Troe, Aceh Kreatif, Aceh Kaya, Aceh Peumulia, Aceh Damee, Aceh Meuadab, Aceh Teuga, Aceh Green, Aceh Seuniya, semoga program ini dapat direalisasikan oleh Pemerintah Aceh untuk menunaikan janji tempo hari saat kampanye berlangsung, semoga Pemerintah Aceh dirasakan rakyat benar benar hadir untuk mewujudkan 15 program tersebut.
Persilahkan saja untuk “memviralkan” Aceh Hebat dengan sajian angka angka keramatnya, Tetapi, saya sangat yakin bahwa masyarakat biasa tidak butuh angka angka itu semua, masyarakat biasa hanya butuh kemudahan dalam mencari rezeki dengan kondisi aman dan tentram, kemudian punya sedikit kelebihan untuk membiayai pendidikan anak anak mereka, baik di Dayah, Madrasah dan Sekolah, kurang lebih itu saja yang diinginkan rakyat biasa. Melihat kondisi masyarakat Aceh dewasa ini, sepertinya Aceh belum akan hebat jika Pemerintah Aceh tidak melakukan beberapa hal berikut;
Pertama. Tertibkan generasi muda Aceh dari narkoba dan game online. Fatwa Majelis Permusyawaratan Ulama (MPU) Aceh tentang haram game PUBG merupakan langkah awal yang baik yang harus disikapi Pemerintah Aceh dengan aksi nyata, meskipun fatwa tersebut diperdebatkan oleh beberapa kalangan, terutama mereka yang menginginkan generasi muda Aceh hancur.
Sejatinya, Pemerintah Aceh sudah mengeluarkan regulasi untuk menertibkan game online yang kini menjadi “bahaya laten” bagi perkembangan generasi muda Aceh. Tidak hanya itu, peredaran sabu-sabu di Aceh sudah pada taraf membahayakan, mengancam kehidupan generasi muda Aceh. Soekarno dalam pidatonya pernah berkata “Beri aku 1.000 orang tua, niscaya akan ku cabut Semeru dari akarnya, beri aku 10 pemuda niscaya akan ku guncang dunia”.
Membenahi generasi muda adalah sebuah keniscayaan, sebab merekalah yang akan melanjutkan “Aceh Hebat” di masa yang akan datang. Untuk apa Aceh hebat dalam hitungan angka keramat, sementara pemegang estafet pembangunan masa depannya suram. Membenahi generasi muda merupakan persoalan kompleks, apalagi menjauhkan mereka dari candu yang berbentuk “game online dan narkoba”, semua pihak harus terlibat dalam sebuah sistem yang diperkuat dengan kekuatan-kekuasaan yang dipegang Pemerintah Aceh. Bagi orang tua, jaga anak baik-baik, jangan biarkan mereka hancur karena kesibukan mengejar kemewahan dunia.
Bagi aparatur gampong, jaga warga gampong masing masing dari candu-candu terseut, perkuat gampong dengan qanun, optimalkan dana desa yang begitu melimpah ruah untuk memperbaiki generasi muda gampong, jangan terlena oleh proyek fisik yang mamfaatnya kadang hanya 15 tahun. Bagi Pemerintah Aceh, pergunakan alat Negara untuk menindaktegas setiap pelanggar yang mencoba menghancurkan generasi muda Aceh, perkuat regulasi dengan Qanun atau Pergub agar legalitas hukum terjamin dan dapat dipertanggungjawabkan.
Kedua, bantu dan perkuat Pendidikan. Pada saat menyampaikan pidato dalam sidang tahunan MPR pada tanggal 16 Agustus 2018, Presiden Joko Widodo menegaskan bahwa masa depan Indonesia bertumpu pada kemampuan bangsa untuk mempersiapkan generasi mendatang. Mempersiapkan pendidikan yang baik dan berkualitas adalah salah satu tumpuan yang akan menentukan nasib bangsa di masa yang akan datang.
Pendidikan berkualitas tidak dilihat dari megahnya sarana prasarana, tetapi peserta didiknya berakhlak mulia menjadi salah satu indikatornya. Andai saja nanti mereka menjadi pemimpin yang akan melanjutkan pembangunan Aceh di masa yang akan datang, mereka bukan bagian dari orang-orang yang menghancurkan bangsa dengan berbagai macam cara.
Indikator sederhana untuk melihat kualitas pendidikan Aceh adalah melalui hasil Ujian Nasional, untuk jenjang SMP/MTs nilai rata rata Aceh 44,36, dibawah rata rata nasional yaitu 51,84. Untuk jenjang SMA/MA pada program studi keagamaan rata rata Aceh 48,69 dibawah rata rata nasional 51,87.
Untuk rangking hasil UN, Aceh menempati posisi 27 dari 34 Provinsi di Indonesia (silahkan lihat dihttps://puspendik.kemendikbud.go.id/hasil-un) Untuk itu, semua pihak harus memberikan perhatian serius bagaimana memperkuat pendidikan di Aceh, baik Perguruan Tinggi, Sekolah, Madrasah maupun Dayah. Semua kita dengan kapasitas yang kita miliki sekarang berkewajiban mendukung penguatan pendidikan di Aceh.
Ketiga, Tutup segala celah kemaksitan dan kemungkaran. Sejawaran Mesir Dr. Raghib As-Sirjani dalam bukunya Qishah Al-Andalus (Kisah Andalusia) menjelaskan penyebab runtuhnya Islam di Andalusia, setidaknya ada tiga faktor yang menyebabkan Islam di Andalusia runtuh dan hanya menyisakan kenangan pahit, yaitu gaya hidup yang mewah dan glamour dari para pemimpin, Sibuk dengan urusan dunia dan meninggalkan semangat jihad, merebaknya berbagai kemaksiatan dan kemungkaran yang dibiarkan oleh Penguasa.
Menutup celah yang berpotensi kemungkaran adalah tugas penguasa, sebab mereka diberikan kekuasaan untuk menghadirkan ketentraman bagi masyarakat, satu diantaranya adalah menghilangkan segala bentuk kemungkaran dan kemaksiatan dalam kehidupan ini. Lebih menyedihkan bahwa yang terlibat dalam kemungkaran itu adalah pemuda, generasi penerus pelanjut sejarah dan pemegang estafet pembangunan bangsa. Game online dan narkoba merupakan kemaksiatan yang merajarela terjadi di bumi serambi Mekkah, bahkan telah masuk ke gampong-gampong dan menyisir anak anak kecil.
Mungkin sudah saatnya kita berpikir untuk memproteksi Aceh dari segala jenis kemungkaran dan kemaksiatan, kita mungkin tidak akan lupa bencana 26 Desember 2004, salah satu sebabnya adalah kemungkaran yang terus dibiarkan. Semoga bencana serupa atau lebih dahsyat tidak terulang kembali di Bumi Iskandar Muda yang kita cintai ini.
Singkat kata, Aceh hebat dengan angka keramat adalah salah satu bukti eksistensi Pemerintah Aceh dalam merealisasikan janji janji yang telah diutarakan. Namun, angka keramat itu tidak akan membuat Aceh hebat jika generasi dan kehidupan masyarakatnya bermasa depan gelap, untuk apa hebat dengan masa depan gelap, itu sama halnya dengan makan enak tetapi dalam mimpi. Sebagai rakyat, mari selipkan dalam untaian doa kita agar pemimpin di Aceh dianugerahkan kekuatan untuk melawan setiap kemungkaran, diberikan kekuatan untuk merealisasikan program program yang mampu meningkatkan kesejahteraan rakyat, sehingga Aceh hebat tidak hanya ada dalam angka, tetapi terlihat nyata dalam kehidupan.
*Penulis adalah ASN pada Bidang Pendidikan Madrasah Kanwil Kementerian Agama Provinsi Aceh.