Goodbye Politik Benci, Welcome Ramadhan Cinta

oleh

Oleh : Husaini Muzakir Algayoni*

Hiruk pikuk pemilu serentak 2019 menghilangkan akal, agama, malu dan amal shaleh akibat ulah dari empat karakter yang ada dalam diri manusia. Sebagaimana Nabi Muhammad Saw bersabda “Empat macam permata yang terdapat dalam diri anak Adam akan tergusur oleh empat perkara. Adapaun permata-permata itu adalah akal, agama, malu, dan amal shaleh. Marah akan menghilangkan akal, hasud akan menghilangkan agama, tamak (rakus) akan menghilangkan malu, dan dengki akan menghilangkan amal shaleh”.

Empat karakter manusia selama perhelatan pesta demokrasi yaitu: marah, hasud, tamak, dan dengki menjadi isu utama dalam topik politik Indonesia dalam memilih presiden/wakil presiden (wapres) serta Dewan Perwakilan Daerah (DPD) dan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR). Khusus presiden/wapres menguras perasaan, pikiran, dan waktu di dunia media sosial dalam menghembuskan aroma-aroma kebencian.

Politik-politik kebencian yang diwarnai dengan saling menghujat, menghina, memfitnah, mengadu domba hingga menyebarkan berita-berita (informasi) hoaks. Hiruk pikuk politik kebencian karena terserang sakit jiwa, kotololan dan kebodohan oleh sebagian orang yang membuat pesta demokrasi bak perang melawan penjajah dan dirasuki sifat-sifat iblis yang saling merendahkan antar sesama dan sifat Firaun yang merasa paling hebat.

Pemilu telah usai dengan segala carut marut, pesta demokrasi telah tutup buku dengan berbagai macam warna baik lembar putih, hitam maupun merah. Oleh karena itu, seluruh rakyat Indonesia diharapkan kembali membuka lembaran baru untuk arah baru dalam kehidupan beragama dan berbangsa. Mengawali lembaran baru bersama bulan penuh berkah adalah momen yang tepat bagi seluruh rakyat Indonesia, jadi selamat jalan politik “benci” dan selamat datang ramadhan “cinta” di tahun 1440 H.

Bulan ramadhan telah tiba, rasa bahagia menyinari setiap hati insan yang merasakan betapa indahnya bulan as-shiyam ini. Ramadhan penuh berkah dan istimewa yang ditunggu-tunggu oleh umat Islam diseluruh penjuru dunia, perbedaan antara mazhab/aliran ataupun organisasi Islam sama-sama merindukan bulan penuh cinta ini. Dalam perjalanannya, bulan ini dihiasi dengan romantisme antara manusia dengan manusia dan antara manusia dengan Maha Pencipta.

Agama Islam yang dibawa Nabi Muhammad Saw adalah agama damai dan kasih sayang, lewat Islam pula orang-orang terangkat derajatnya dari keterhinaan menuju martabat yang tinggi. Agama Islam pula memberantas kebodohohan (jahiliah) spiritual dan material menuju cahaya iman, bulan ramadhan adalah bulan yang dianugerahi bulan meraih kemenangan baik dalam hal spiritual, material maupun bulan yang dipenuhi dengan kasih sayang, kebaikan dan cinta antar sesama.

Doktrin cinta merupakan penghubung jiwa-jiwa manusia yang beragam corak, Fethullah Gullen memandang cinta merupakan salah satu masalah yang paling penting. Beliau mengatakan cinta adalah kuntum mawar yang bersemayam dalam keyakinan kita, dalam hati yang tidak pernah layu. Di atas segalanya, sebagaimana Allah menenun alam semesta seperti renda pada alat tenun cinta, musik yang paling magis dan menawan di pangkuan keberadaan adalah cinta. Hubungan kuat antar individu-individu yang membentuk keluarga, masyarakat dan bangsa adalah cinta. Cinta yang universal terbentang di seluruh alam semesta dalam wujud setiap partikel membantu dan mendukung partikel lainnya.

Dalam tafsir Fi Zhilalil Qur’an menjelaskan warna kulit, rasa, bahasa, negara dan lainnya tidak ada dalam pertimbangan Allah. Disana hanya ada satu timbangan untuk menguji seluruh nilai dan mengetahui keutamaan manusia. Ketika permusuhan dan pertengkaran dilenyapkan di bumi dan seluruh nilai dipertahankan manusia telah dihapuskan, lalu tampaklah dengan jelas sarana utama bagi terciptanya kerjasama dan keharmonisan.

Rasa cinta merapakan doktrin dalam hati menuju kebahagiaan, sementara doktrin benci membawa keresahan, kegelisahan, dan ketidaknyamanan dalam hati. Bagi orang yang tertanam dalam hatinya rasa cinta maka hatinya tenang dan melihat dunia terasa damai dan harmonis, sementara bagi orang pembenci kata Buya Hamka bahwa “Ketika seseorang melihat alam atau manusia dengan mata kebencian, tidak akan terdapat dalam alam barang yang tidak tercela. Matahari begitu berfaedah membawa terang. Si pembenci tak dapat menghargai matahari lantaran panasnya. Bulan begitu indah dan nyaman, si pembenci hanya ingat bahwa bulan itu tidak tetap memberi cahaya, kadang-kadang kurang.

Bulan ramadhan menjadi momentum awal lembaran baru bagi bangsa Indonesia untuk merajut kembali rasa persatuan dan persaudaraan setelah menunaikan hajat besar dalam pesta demokrasi serta lembaran baru bagi diri sendiri dalam memperbaiki hati dan pikiran sehingga menghasilkan hati dan pikiran yang jernih setelah mengalami sakit jiwa karena penyakit benci.

Untuk menyejukkan hati, penulis mengutip kata-kata mutiara dari buku Dalam Dekapan Ukhuwah yang ditulis oleh Salim A. Fillah tentang khilaf, benci, dan cinta.

Seorang kawan, dalam doa dan salamnya
Di berlalunya seperempat abad usiaku
Kembali mengenangkanku sebuah kaidah
“Bencilah kesalahannya, tapi jangan kau benci orangnya”

Betulkah aku sudah mampu begitu
Pada saudaraku, pada keluargaku
Pada para kekasih yang kucinta?
Saat mereka terkhilaf dan disergap malu
Betulkah kemaafanku telah tertakdir
Mengiringi takdir kesalahan mereka?

Tapi itulah yaang sedang kuperjuangkan
Dalam tiap ukhuwah dan cinta
Dalam tiap ikatan yang Allah jadi saksinya
Karena aku tahu, bahwa terhadap satu orang

Aku selalu mampu membenci luputnya
Tapi tetap cinta dan sayang pada pelakunya

Itulah sikapku selalu, pada diriku sendiri.

Nah, mari kita ucapkan bersama-sama goodbye politik yang bernuansa kebencian dan welcome ramadhan dengan perasaan bahagia, senang, dan rasa cinta.

*Penulis : Kolumnis LintasGAYO.co

Comments

comments

No More Posts Available.

No more pages to load.