Apalah Arti Beragama Jika Melukai Sesama?

oleh

Oleh : Husaini Muzakir Algayoni*

“Apalah arti beragama jika suka melukai sesama? Apalah arti menjadi manusia, jika menjadi serigala bagi manusia yang lain?”
(KH. Husein Muhammad, Pengasuh PP. Darut Tauhid)

Sesungguhnya, moralitas agama yang paling mengesankan dalam hidup manusia adalah menolak kejahatan dengan kebaikan, sebagaimana telah diperlihatkan dengan cantik oleh nabi Muhammad Saw. Etika ketuhanan yang selalu tulus memberikan “air susu” di saat orang suka melemparkan “air tuba” (Komaruddin Hidayat, Agama di Tengah Kemelut, 2003).

Menolak kejahatan dengan kebaikan adalah sikap beragama yang diperlihatkan nabi Muhammad Saw di kota Mekah, dalam sejarah kehidupan nabi Muhammad Saw akan ditemui bagaimana getirnya kehidupan yang dilaluinya. Namun, nabi Muhammad adalah seorang yang sabar dan pemaaf. Begitu juga dengan kehidupannya di Madinah, nabi Muhammad tidak memperlihatkan teologi permusuhan dengan penganut agama lain; tanpa kita sadari bahwa nabi Muhammad Saw telah mempraktikkan bagaimana caranya kedewasaan dalam beragama.

Beragama merupakan kebutuhan bagi manusia karena tanpa agama manusia bagaikan berlayar di tengah lautan tanpa ada ada kapal, lihat saja bagaimana kehidupan orang jahiliah tanpa ada pegangan dalam hidup; orang jahiliah bukanlah bodoh (tidak pintar) akan tetapi kebodohan dalam hal kekurangan spiritual dan material. Oleh karena itu, agama membawa keteduhan dalam batin lewat suguhan-suguhan spiritual dan agama juga membawa pencerahan kepada manusia.

Manusia Yang Beragama

Manusia dan binatang sama-sama mempunyai naluri, yang membedakan manusia dengan binatang adalah naluri beragama yang disebut dengan fitrah beragama. Binatang tidak beragama, sementara manusia beragama sesuai dengan agama yang diyakininya dan ada juga manusia yang tidak percaya pada agama atau lari dari agama seperti kehidupan orang-orang Barat. Orang-orang Barat lari atau menjauh dari agama dengan alasan: gereja telah menunjukkan konsep teologi yang salah, gereja pernah memimpin masyarakat sejara tiranis dan gereja gagal memberikan penjelasan rasioanal terhadap hal-hal yang universal dari agama.

Agama samawi/monoteisme (Islam, Yahudi dan Kristen) dan agama-agama lainnya seperti Hindu, Budha, dan Kong Hu Chu (Confusius) sama-sama mempunyai tujuan dalam kehidupan umat manusia. Dalam buku Harun Nasution “Islam ditinjau dari berbagai aspeknya” menjelaskan bahwa tujuan dari agama monoteisme adalah membersihkan diri dan mensucikan jiwa dan roh. Tujuan agama memanglah membina manusia baik-baik, manusia yang jauh dari kejahatan. Oleh sebab itu, agama monoteisme mempunyai ajaran-ajaran tentang norma-norma akhlak tinggi.

Agama monoteisme yaitu Islam mengajarkan pada pemeluknya (umat Islam) bahwa akhlak mempunyai posisi paling penting dalam agama Islam, praktik akhlak bukan hanya antar sesama satu keyakinan tapi juga kepada orang-orang yang berbeda keyakinan dan ini telah dipraktikkan oleh Rasulullah Saw ketika memberi dan menyuapi seorang pengemis Yahudi yang buta. Padahal, yang selalu dilakukan oleh si pengemis Yahudi ini adalah mencaci maki nabi Muhammad Saw. Dengan kelembutan dan kemuliaan akhlak Rasulullah Saw, orang-orang yang membencinya berbalik arah menjadi pemeluk agama Islam dan mencintai Rasulullah Saw.

Kelembuan akhlak Rasulullah Saw sungguh luar biasa, Rasululullah Saw bagaikan mutiara yang bersinar walaupun dalam kegelapan. Rasulullah Saw sebagai sufi, filosof, ulama, intelektual, sang edukator, orator ulung dan politisi yang mengedepankan nilai-nilai agama yang menyejukkan dalam kehidupan sehingga tidak sedikitpun melukai atau menyakiti orang-orang yang berada disekitarnya.

Muslim sejati yang mengikuti kelembutan akhlak Rasulullah Saw digambarkan oleh Fahri dalam novel Ayat-Ayat Cinta 2 karya Habiburrahman el-Shirazy, muslim sejati yang dipraktikkan oleh Fahri berada dalam dunia fiksi. Semoga dalam dunia fakta, kita salah satu dari muslim-muslim sejati tersebut yang mengedepankan nilai-nilai agama yang menyejukkan kepada sesama manusia karena agama membawa kesejukan bukan kemarahan.

Agama mengajarkan norma-norma kehidupan yang baik dan melarang berbuat jahat kepada manusia, para pemeluk-pemeluknya lah yang melakukan kejahatan. Agama membawa pencerahan kepada manusia, para pemeluknya lah yang membawa konflik antar umat beragama. Agama mengajarkan cara-cara memanusiakan manusia dengan baik, para pemeluknya lah yang membawa ajaran-ajaran kekerasan antar sesama manusia.

Agama membawa metode cinta, para pemeluknya lah menyebarkan konsep kebencian hingga saling melukai antar sesama manusia.

Dalam hal ini, penulis menguraikan sajak-sajak sebagai berikut:

Agama Islam bagaikan intan mutiara
Di dalam lautan yang gelap gulita tetap bercahaya
Islam bagiku agama yang humanistik, estetik dan cinta
Keestorerikannya menyentuh hati yang membawa cahaya cinta
Cahaya-cahaya cinta untuk manusia
Kedamaian dan kesejukan di ufuk Timur dan Barat dengan pesona
Namin, apalah arti beragama, jika melukai sesama?
Jika melukai sesama, apakah layak beragama?

Sebagai pemeluk agama Islam (muslim) telah diajarkan oleh Rasulullah Saw bagaimana cara memanusiakan manusia, apalah arti beragama jika melukai sesama? Apalah artinya beragama jika merendahkan manusia? Agama membawa pencerahan kepada manusia bukan membawa amarah dan api permusuhan antar sesama manusia. Jika ada manusia yang beragama tapi membawa amarah, permusuhan dan melukai antar sesama berarti cara beragamanya perlu diluruskan kembali.

Sebagai penutup dari tulisan singkat ini, mari kita renungkan pesan dari salah satu sahabat Gus Dur KH. Husein Muhammad, Pengasuh PP. Darut Tauhid, Cirebon, Jawa Barat yang dikutip dari buku “Karena kau manusia, Sayangi manusia” yang berbunyi: “Tidak ada satu agama pun di dunia ini yang mengajarkan pemeluknya untuk melecehkan, merendahkan, menghina atau mencabik-cabik kehormatan manusia. Semua agama, termasuk Islam, membawa pesan yang sama: menyayangi dan memuliakan manusia di satu sisi dan membebaskan manusia dari sistem sosial tiranik di sisi lain. Apalah arti beragama jika suka melukai sesama? Apalah arti menjadi manusia, jika menjadi serigala bagi manusia yang lain?

*Penulis, Kolumnis LintasGAYO.co

Comments

comments

No More Posts Available.

No more pages to load.