Oleh : Qusthalani, M.Pd*
Dewasa ini karakter-karakter masyarakat semakin memprihatinkan. Perilaku-perilaku menyimpang tersebut dilakukan oleh masyarakat dengan tidak memperhatikan akibat yang ditimbulkan oleh mereka bagi lingkungan. Contoh kecil dari perilaku-perilaku mereka adalah pencurian, tindakan asusila, tawuran, pelanggaran HAM, korupsi, kekerasan dalam rumah tangga dan lain-lain. Perilaku tersebut menggambarkan bahwa kondisi karakter bangsa ini semakin memburuk dan tertuju pada para generasi penerus bangsa.
Penerus bangsa terutama siswa beberapa tahun belakangan menunjukkan peningkatan terhadap penyimpangan karakter. Yeni (2014) menyebutkan “penyimpangan karakter siswa terbentuk karena pengaruh lingkungannya, baik di sekolah maupun keluarga”. Penyimpangan-penyimpangan tersebut beberapa tahun belakangan ini terus meningkat khususnya di Aceh Utara. Tahun 2015 beberapa kasus tawuran telah terjadi di Kabupaten Aceh Utara, seperti pada bulan November 2015 terjadi tawuran antara SMA dan SMK di Ibu Kota kabupaten tersebut, hanya diakibatkan oleh persoalan saling ejek (Serambi, 2017). Bulan Desember pada tahun yang sama juga terjadi pengeroyokan terhadap salah seorang temannya di sekolah karena diakibatkan oleh persoalan perebutan pacar sampai saling ejek (Kompas, 2016). Beberapa kasus terhadap kekerasan terhadap gurunya di sekolah juga sering terjadi. Tahun 2014 kasus di Paya Bujok Aceh Utara, telah terjadi penganiayaan oleh siswa SMK terhadap gurunya sendiri disebabkan oleh sering dimarahinya siswa tersebut di depan kelas (Kompas, 2017).
Kasus-kasus tersebut hanya sebagian kecil dari beberapa penyimpangan karakter anak bangsa. Penyimpangan-penyimpangan tersebut harus diantisipasi dari sejak dini untuk menumbuhkan penerus bangsa yang berkarakter dan penyimpangan-penyimpangan tersebut dapat diminimalisir. Karakter yang baik sangat diperlukan untuk memajukan atau membangun suatu bangsa hingga menjadi sebuah bangsa yang hebat. Eksitensi suatu bangsa sangat ditentukan oleh karakter yang dimiliki oleh para penduduknya karena hanya bangsa yang memiliki karakter yang kuat yang mampu menjadikan dirinya sebagai bangsa yang bermartabat dan diseagani oleh bangsa-bangsa yang lain. Bangsa yang ingin maju, berdaulat dan sejahtera membutuhkan generasi penerus yang memiliki karakter-karakter yang kuat.
Beberapa mengindikasikan bahwa bangsa Indonesia sebagai bangsa yang besar yang perlu merevitalisasi pendidikan karakter bagi generasi penerus. Melalui proses pendidikan karakter, generasi penerus Indonesia dididik untuk memiliki kemampuan yang optimal dalam mengembangkan dan memberdayakan potensi dirinya sebagai warga negara yang mempunyai kewajiban untuk mempertahankan harkat dan martabat bangsa dan negara Indonesia. Tujuan akhir dari pendidikan karakter yaitu agar mereka di kemudian hari dapat memberikan kontribusi yang signifikan pada bangsa dan Negara. Pendidikan karakter suatu bagian yang integral untuk membangun masyarakat, bangsa, dan negara Indonesia yang mandiri, berdaya saing, dan berperadaban unggul dalam percaturan global dengan landasan nilai-nilai Pancasila dan UUD 1945.
Kebutuhan akan pendidikan karakter bangsa yang secara imperatif sebenarnya telah tertuang dalam Tujuan Pendidikan Nasional, Pasal 3 Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional. dinyatakan bahwa pendidikan nasional “bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggungjawab”. Di dalam rumusan tujuan pendidikan nasional tersebut secara jelas dan tegas telah mengamanatkan kepada pemimpin bangsa untuk membangun kualitas manusia Indonesia harus disertai dengan pelaksanaan pendidikan karakter. Oleh karena itu, rumusan tujuan pendidikan nasional menjadi dasar pemerintah melalui Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan dalam pengembangan pendidikan karakter bangsa.
Keberhasilan pendidikan karakter akan sangat tergantung kepada stakeholder yang berperan didalamnya. Pendidikan karakter bisa dimulai dari sejak dini di lingungan keluarga, kemudian masyarakat berperan aktif dalam memfungsikan kontrol sosialnya kepada anak muda di lingkungan sekitar, sekolah yang merupakan rumah kedua dari anak remaja juga memiliki peran yang sangat strategis dalam membentuk karakter anak muda sekarang. Penulis akan membahas bagaimana menanamkan nilai-nilai karakter kepada para remaja mulai dari ayunan, dewasa sampai dengan bagaimana menyebarkan kepada teman-teman sejawat mereka.
Untuk itu penanaman nilai karakter dari sejak dini menjadi sesuatu yang sangat penting dan menentukan dalam upaya menumbuhkembangkan karakter dalam diri para remaja di kemudian hari. Salah satunya adalah lewat pendekatan soial budaya (ethnososio). Penanaman nilai karakter melalui pendekatan ethnososio dapat dimaknai sebagai upaya yang terencana untuk menjadikan peserta didik mengenal, peduli, dan menginternalisasikan nilai-nilai sehingga peserta didik menjadi insan kamil melalui pendekatan sosial budaya suatu bangsa. Pendidikan karakter tersebut diartikan sebagai suatu system penanaman nilai-nilai karakter kepada warga sekolah yang meliputi komponen pengetahuan, kesadaran atau kemauan dan tindakan untuk melaksanakan nilai-nilai tersebut baik terhadap Tuhan Yang Maha Esa, diri sendiri, sesana, lingkungan maupun kebangsaan sehingga menjadi manusia yang sempurna.
Pendekatan ini bisa menjadikan anak didik merasa dekat dengan daerahnya dan tidak terasa asing ketika ada peraturan-peraturan yang mengarahkan si anak untuk berbuat sesuatu. Pendekatan ethnososio itu antara lain adalah seni tutur atau kesenian yang sudah dilakukan oleh leluhur kita dari sejak dulu.
Secara alamiah kesenian daerah mampu menstimulasi berbagai aspek-aspek perkembangan seseorang individu yaitu: motorik, kognitif, emosi, spiritual, ekologis dan nilai-nialai moral”. Permainan tradisional maupun kebudayaan tradisional mampu mengajarkan anak-anak dengan berbagai keilmuan yang ada. Keilmuan tersebut akan membentuk karakter anak menjadi lebih baik dan terarah.
Aceh memiliki beberapa kesenian daerah yangmasih terkenal sampai sekarang ini yiatu tari Seudati, tari Saman, tari Ranub Lampuan, dodaidi dan hadih maja dan banyak lagi. Tari-tarian tersebut dulunya diyakini dapat mengobarkan semangat perjuangan masyarakat Aceh untuk melawan penjajahan, hal ini terbukti karena tari seudati pernah dilarang keberadaannya pada masa penjajahan Belanda (Hasyimi, 1985).
Dodaidi yang dinyanyikan saat mengayunkan anak kecil memiliki pesan menyampaikan cerita tentang apa saja yang berhubungan dengan aspek sosial-kemasyarakatan, seperti cerita tentang kisah sedih atau gembira, kisah yang dapat membangkitkan semangat untuk berjuang atau suatu nasehat dalam mempertahankan negara dan agama Allah Swt. Sebagian besar dari para pendakwah yang menyebarkan agama Islam berasal dari Arab atau berlatar belakang pendidikan agama menggunakan bahasa Arab sebagai pengantar. Maka, bahasa atau istilah yang digunakan dalam penyebaran Islam tunduk kepada istilah Arab.
Contoh syair dodaidi untuk bela negara, yaitu:
Laa ilaa ha illallah… Muhammadunr Rasulullah… Laa ilaa ha illallah…,
Kalimah taybah, keu payong pagee (Kalimah taybah, untuk payung nanti di akhirat)
Meu seulaweut keu Rasulullah (Berselawat kepada Rasulullah)
Nak geu kubah jalan di akhe
Bek ta surot langkah peudong agama (Jangan mundurkan langkah demi agama)
Bek le meu gundah bah pih nyawong keulua (Jangan pernah gundah, biarpun nyawa jadi taruhannya)
Memahami Makna Syair Dodaidi
Dengan mengucap kalimat taybah, diibaratkan dapat menjadi payung (pelindung) di akhirat kelak ketika manusia berada di akhir masa seperti dalam penggalan syair ([Laa ilaa ha illallah… Muhammadunr Rasulullah… Laa ilaa ha illallah…, Kalimah taybah, keu payong pagee).
Selanjutnya dengan berselawat kepada Rasulullah SAW dapat mempermudah menghadapi sulitnya akhirat (Meu seulaweut keu Rasulullah, Nak geu kubah jalan di akhee). Dalam syair dodaidi dijelaskan pula mengenai nasehat sang ibu untuk anaknya agar segera tumbuh untuk menyelamatkan tempat tiggalnya dari berbagai pengaruh masalah sosial yang bersifat negatif dan dapat mengurangi/menjauhkan maksiat di dunia. (Beurijang rayek si gam mutuah, Jak peulupaih nibak ceulaka, Jak prang maksiet beubagah-bagah).
Sang ibu juga meyakinkan anknya agar tidak pantang menyerah dalam mengahdapi segla rintangan yang ada karena itu semua demi agama (Bekna gundah nibak hatee, Bek takot hai aneuk mutuah, Bek ta surot langkah peudong agama). Banyak nyawa yang sudah menjadi taruhan karena demi menggapai kepentingan massing-masing dalam hal memperebutkan tahta atau harta tanpa
Selanjutnya, para remaja bisa diajak untuk memahami tarian-tarian Aceh seperti Seudati. Tarian ini dulunya digunakan oleh para pengajar Islam masa itu untuk menanamkan karakter-karakter yang baik melalui lantunan-lantunan syairnya, berbagai kisah cerita tentang persoalan-persoalan hidup dibawakan dalam tarian ini yang dinyanyikan oleh seorang yang bernama syeh. Masyarakat akan mendapat petunjuk pemecahan problem-problem kehidupan mereka sehari-hari, syair tari-tarian ini selalu disesuaikan dengan masalah yang sedang terjadi dalam masyarakat. Syair dalam tarian tersebut juga banyak mengandung pesan-pesan moral, nasihat dan kisah–kisah inspirasi yang mampu sedikit demi sedikit mendidik karakter-karakter seorang individu,dan peristiwa yang diyakini pula dahulu Ulama-ulama di Aceh mempergunakan tari seudati ini sebagai media dakwah untuk menyebarluaskan agama islam dan mampu menjelma sebagai wahana pendidikan karakter yang menyenangkan.
Di samping berfungsi sebagai instrumen komunikasi budaya, dalam tari Aceh tersebut juga terkandung berbagai nilai kebudayaan yang positif bagi pencerdasan publik di Aceh. Dengan kata lain, Tari tarian Aceh adalah salah satu media yang pernah digunakan penguasa Aceh di masa lampau untuk mencerdaskan masyarakatnya. Menurut penelitian dan pendapat para ahli sejarah bahwa tarian dan seni Aceh muncul bersamaan dengan kedatangan Islam ke daerah Aceh. Tarian ini di masa lalu merupakan suatu media yang digunakan oleh para penyebar Islam untuk menyebarkan Islam di Aceh.
Tarian seudati ini sendiri adalah tarian yang sangat memiliki makna dan juga artipenting bagi daerah itu sendiri. hal itu sendiri dikarenakan tarian ini merupakan suatu tarian untuk mengucapkan rasa syukur kepada Tuhan mereka pada hari-hari besar tertentu. Terciptanya tarian inipun tidak lepas dari para masyarakat yang memegang kepercayaan agama islam sendiri, sehingga mereka dapat membuat tarian ini juga dengan makna yang bagus bagi masyarakat yang ada di daerah tersebut. Tarian inipun menjadi tarian yang sangat diterima oleh masyarakat yang ada di daerah Provinsi Aceh sendiri.
Tarian ini sendiri selain mempunyai makna tentang mengucapkan rasa syukur kepada Tuhan dimana terutama yang menganut kepercayaan agama Islam, tarian ini juga memiliki makna yang berbeda, dimana makna kedua dari tarian ini sendiri adalah sebagai media pendidikan karakter dan membangkitkankan semangat dari para pemuda, dimana para para pemuda adalah generasi penerus bangsa yang tidak perlu susah lagi untuk melakukan perang dan mengusir penjajah yang ada pada saat masa tersebut, hal ini perlu kita terapkan pada masa era globalisasi sekarang untuk menciptakan generasi pemuda yang berkarakter, yaitu yang mencintai hidupnya, keluarga, masyarakat dan berguna bagi bangsanya (Hasan, 2013). Sehingga dengan ada tari ini generasi pemuda mampu menyadari bahwa Narkoba tersebut dan zat adiktif lainnya tidak beguna bagi dirinya bila dikosumsi dan akan merusak masa depannya. Maka dengan cara inilah mereka akan menyadari dirinya terhadap bahaya NARKOBA.
Selain sesuatu yang sudah ditanamkan dari sejak dini dan dibiasakan dengan kegiatan positif setiap harinya, para remaja juga bisa diarahkan untukmenyebarkan nilai-nilai positif kepada teman-teman sejawat atau masyarakat. Hal ini bisa dilakukan dengan cara yang unik yaitu dengan seni tutur hadih maja. Kesenian ini memberikan nasihat kepada orang lain melalui sebuah syair-syair yang menusuk kalbi, santun namun terarah. Jika seni ini dibiasakan maka bisa dipastikan sedikit demi sedikir karakter negatif para remaja akan tergerus. Misalnya ketika mengingatkan akan bahaya mendekati perbuatan zina, atau sesuatu perbuatan yang menjurus kepada perilaku seks bebas dan aksi penyalahgunaan narkoba lainnya bisa dilakukan dengan berpantun ala Aceh yaitu Hadih Maja. Peneguran itu dilakukan dengan santun dan melalui pendekatan religius ke Islaman di Aceh.
Beberapa langkah yang telah dijelaskan di atas, mulai dari menanamkan nilai karakter positif dari ayunan yaitu dodaidi, kemudian para remaja disibukkan dengan kegiatan positif salah satunya seudati yang begitu banyak makna, mulai dari gerakan tarian dan syairnya. Mereka juga bisa menyebarkan nilai-nilai positif itu dengan cara yang sederhana yaitu melalui seni tutur hadih maja. Sehingga metode yang dinamakan dengan Dosema (Dodaidi, Seudati dan Hadih Maja) bisa menjadi sebuah metode praktis, terstruktur, dan tersistematis dalam menanamkan karakter pada seseorang.
Metode tersebut dapat digunakan untuk membentengi diri dari segala perbuatan yang menjurus kepada perbuatan aksi penyalahgunaan narkoba yang sudah menjadi aksi yang sangat meresahkan selama ini. Para remaja yang harus dibentengi dari sejak dini melalui nilai keagamaan dan kearifan lokal. Dalam bab selanjutnya, penulis akan menjelaskan lebih terperinci untuk memperkenalkan kesenian aceh dan bagaimana hubungannya dengan pembentukan karakter para remaja. Harapannya kesenian maupun kearifan lokal menjadi tonggak pembentukan karakter manusia akan kecintaan terhadap tanah air, sesuai dengan visi dan misi Pemerintahan sekarang untuk merevolusi mental rakyat Indonesia kearah yang lebih baik.
*Guru SMAN 1 Aceh Utara, Ketua Ikatan Guru (IGI) Kabupaten Aceh Utara