Oleh : Darmawansyah*
Terenyuh rasanya hati ini ketika melihat beberapa video viral yang beredar di media sosial beberapa hari kebelakangan, dimana dunia pendidikan Indonesia tercoreng kembali dari aksi siswa yang menantang gurunya berkelahi, siswa merokok di dalam kelas ketika proses belajar mengajar berlangsung dan pemukulan terhadap penjaga sekolah oleh orang tua dan beberapa orang di sebuah sekolah menengah atas (walau akhirnya diakhiri dengan perdamaian kedua belah pihak), serta berbagai macam persoalan lain yang mungkin tidak terekam oleh kamera.
Kondisi demikian memancing beberapa pertanyaan baru yang timbul dikalangan masyarakat terutama mereka yang peduli akan pendidikan, berbagai macam pertanyaan akan muncul dari sudut mana mereka melihat dunia pendidikan itu sendiri. Apakah ini wajah dunia pendidikan saat ini? Pertanyaan lain yang dapat dilontarkan dari kondisi fakta lapangan yang terekam kamera tersebut.
Pendidikan yang kita kenal adalah wadah dimana generasi bangsa di bina dan di didik untuk menyiapkan estafet kepemimpinan bangsa ini. Bangsa besar yang membutuhkan penerus yang gigih dan memiliki integritas yang kuat dan mumpuni, namun ketika lembaga pendidikan sendiri telah menjadi wadah pembentuk manusia tak berbudi merupakan masalah terbesar yang harus di hadapi bangsa ini beberapa tahun ke depan nantinya.
Cita-cita pendidikan nasional sangat indah ketika di pandang, termuat gagah di lembaran undang-undang namun menjadi masalah ketika dilaksanakan dengan orientasi yang tidak matang. Dari tahun ke tahun lembaga pendidikan hanya menjalankan kurikulum yang telah disiapkan oleh pemerintah dengan materi ajar yang telah ditetapkan dan di uji dengan menjawab soal. Sehingga orientasi pendidikan kita saat ini dapat dikatakan berorientasi pada belajar dan ujian, inilah bentuk pendidikan yang dijalankan dewasa ini.
Ketika orientasi pendidikan berupa belajar dan ujian menjadi tujuan utama maka bagian lainnya tidak akan mendapat porsi yang sempurna. Permasaahannya adalah seorang guru tidak akan mampu menjalankan proses pendidikan yang mencakup kognitif, afektif dan psikomotorik sekaligus dalam proses belajar mengajar, apalagi kurikulum pendidikan yang ditetapkan menjadi tujuan utama yang harus dilaksanakan oleh seorang guru. Sehingga orientasi mendasar dari guru adalah menjalankan kurikulum sesuai dengan target yang ditetapkan oleh pemerintah, dan ini juga menjadi alasan utama pelaksanaan pembelajaran yang ujungnya harus menghadapi ujian penentu berhasil atau tidaknya proses belajar mengajar tersebut.
Bukankah ujian merupakan orientasi penilaian dari kognitif belaka, adakah soal yang dapat membentuk karakter seseorang sebagai orang jujur dan dipercaya dan lain sebagainya? Utamanya pendidikan adalah membentuk manusia yang memiliki integritas yang bukan hanya kognitif yang baik namun karakter juga harus menjadi tujuan utama, dan karakter seseorang hanya dapat dibentuk oleh pembiasaan ketika anak dalam kondisi tumbuh kembangnya. Ketika pada proses tumbuh kembang anak tidak dibiasakan dengan kebiasaan yang baik maka ia akan tumbuh dengan kebiasaan yang menjadi karakter di mana mereka memperolehnya. Sebuah pernyataan bermakna menyebutkan “kau akan mudah membentuk sebuah pohon ketika ia masih berbentuk ranting, namun engkau tidak akan dapat membentuknya ketika ia telah menjadi kayu”.
Masalah lain juga menunjukkan eksistensinya, ketika gerak langkah guru tidak dapat lagi secara bebas dalam mendisiplinkan anak didik menjadi sebab kedua lembaga pendidikan tidak mempunyai ‘taring’ dalam membentuk generasi bangsa dengan baik akibat berbentur dengan Undang-Undang Perlindungan Anak (UUPA) dengan berbagai pasal yang ada didalamnya, walaupun katanya ketika guru menegakkan kedisiplinan di sekolah maka guru tidak dapat dikenakan pasal apapun, tetapi ini menjadi bumerang bagi guru disebabkan tidak adanya aturan yang kuat dalam bentuk undang-undang dari pemerintah itu sendiri. Hal ini dikhawatirkan ketika sebagian pihak menggunakan pasal tertentu dalam UUPA untuk menjerat para guru yang tidak disukai oleh kalangan pribadi atau kelompok.
Fenomena yang terlihat hari ini pada dunia pendidikan sangat begitu miris, ketika video kelakuan tidak bermoral murid terhadap guru beberapa tahun terakhir menunjukkan guru tidak lagi peduli akan pembentukan moral anak didik serta merubah orientasi pendidikan pada tercapai atau tidaknya target kurikulum yang telah ditetapkan. Maka terlihatlah dimana kondisi belajar mengajar dengan guru yang terus memberikan pelajaran sedangkan siswanya tidur, merokok dan bersenda gurau di ruang kelas tanpa memperhatikan dan menghormati guru yang sedang memberikan pelajaran di depan kelas tersebut.
Sangat miris sekali ketika guru tidak lagi seperti dulu, guru menjadi orang yang ditiru dan digugu menjadi orang yang tidak memiliki kehormatan dengan prilaku orang tua yang tidak menganggap guru sebagai pendidik yang mendidik anak-anaknya dan menganggap guru sebagai “buruh” yang patut untuk di hardik dan dilecehkan kehormatannya di depan anak didiknya. Permasalahan ini ditambah lagi dengan prilaku guru yang takut akan posisi orang tua anak didik tersebut terutama pada orang-orang tua yang memiliki pangkat dan jabatan tertentu di lembaga pemerintahan.
Penempatan guru pada lembaga pendidikan menjadi masalah lainnya, ketika pendidik lebih banyak perempuan dari pada laki-laki menyebabkan girah pendidik dalam membentuk generasi bangsa menjadi lemah, sebagaimana karakter seorang perempuan yang lemah dan masih membutuhkan pendamping dalam membina anak didik yang seharusnya ditunjukkan oleh sosok laki-laki panutan dalam membentuk kebiasaan dan moral anak didik serta mendisiplinkan anak didiknya. Sosok guru yang tegas dan berintegritas menjadi penopang dalam membina anak didik, sehingga anak didik tidak semena-mena terhadap guru yang telah mendidiknya dalam segala hal.
Ketika kita menginginkan generasi bangsa yang bermoral dan berintegritas maka berbagai elemen penopang pendidikan harus menjadi fokus perhatian kita bersama diantaranya adalah: pertama, Penekanan terhadap proses belajar mengajar yang berorientasi pada belajar dan ujian harus mulai diperhatikan terutama pada pendidikan dasar dimana pada umur tumbuh kembang anak akan lebih mudah untuk di bina terutama pada pembentukan akhlak yang berdasar pada iman dan ketaqwaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa, sebagaimana tujuan utama Pendidikan Nasional Indonesia yang tercantum dalam UU Sisdiknas.
Kedua, Untuk lebih menjamin keberadaan pendidik pada lembaga pendidikan baik swasta maupun negeri selayaknya dibentuk sebuah regulasi dalam melindungi aktivitas guru di sekolah dan juga di luar sekolah yang masih berkaitan dengan proses pendidikan dikarenakan guru bukanlah orang yang bertanggung jawab pada lingkungan sekolah belaka namun bertanggung jawab selama 24 jam dalam bidang pendidikan terutama dalam bidang pembentukan moral dan karakter anak didik.
Ketiga, penempatan guru sebagai pendidik dilembaga pendidikan harus menjadi orientasi utama terutama pada rasio laki-laki dan perempuan dalam satu lembaga pendidikan guna menjamin terlaksananya kedisiplinan anak didik dan juga mendukung pembentukan karakter anak sebagaimana tujuan dari pendidikan itu sediri.
Sinergisitas antara satu, dua dan tiga di atas menjadi upaya mendasar dalam merubah pola pendidikan yang mungkin dapat dilakukan berhubung kondisi dan situasi masyarakat indonesia saat ini yang telah tergerus moral dan akhlaknya akibat pengaruh media dan dunia maya yang tidak dapat di bendung lagi. Selain dari meningkatkan kesadaran akan pentingnya moral sebagai pondasi peradaban bangsa maka pendidikan juga harus memiliki orientasi yang jelas dalam menjalankan perannya dimana pendidikan tidak hanya sebagai wadah dalam membentuk kognitif namun afektif yang mencakup karakater dan psikomotorik yang mensinergikan kognitif dan afektif menjadi orientasi pendidikan yang lebih diuatamakan lagi.
Wallahu a’lam.
*Penulis adalah Staf MTsN 7 Aceh Tengah dan Mahasiswa Pasca Sarjana STAIN Gajah Putih Takengon.