Qurban dan Pembuktian Cinta

oleh

Catatan: Muhammad Nasril, Lc. MA*

Saat ini kita sudah berada pada 8 Dzulhijjah 1439 H atau yang disebut juga dengan hari Tarwiyah, artinya akan bertemu dengan 10 Zulhijjah, yang merupakan hari istimewa bagi umat Islam di belahan dunia manapun yaitu Hari Raya ‘Idul Adha.

Hari raya ini juga sering disebut dengan hari Qurban, karena dilakukan penyembelihan hewan qurban dalam rangka taqarrub (mendekatkan diri) kepada Allah SWT.

Sebagian kita telah melakukan berbagai persiapan dalam rangka menyambut hari raya Qurban dengan cara menyembelih hewan qurban terbaik. Ada yang telah menabung sejak setahun yang lalu, dengan menyisihkan sedikit rejeki, ada juga yang menyerahkan langsung kepada panitia penerima qurban. Akan tetapi, ada juga yang melewati Idul Adha hanya sebagai seremoni hanya sebatas seremonial dengan baju baru. Kemampuan materi cukup, tapi berat untuk berqurban, padahal qurban merupakan salah satu cara membuktikan kecintaan kita kepada sang pencipta, Allah SWT.

Kita sering mendengar ungkapan cinta yang di ucapkan melalui lisan oleh seorang insan kepada seseorang yang ia cintai, seperti halnya ungkapan cinta sang istri kepada suami atau sebaliknya, begitu juga dengan cinta orang tua kepada anak ataupun sebaliknya. Semua akan terasa tawar, jika cinta hanya sebatas kata-kata saja tanpa ada pembuktian dengan sikap dan pengorbanan. Begitu juga cinta seorang manusia kepada Rabb dan Rasulnya, tentu cinta bermodal ungkapan tidaklah cukup, namun harua disertai pengorbanan, menjadi insan yang siap mengerjakan segala perintah dan meninggalkan larangannya.

Pembuktian cinta seorang hamba kepada Rabbnya juga bisa dilihat melalui ibadahnya, termasuk ibadah qurban. Apakah akan berqurban atau membiarkan kesempatan berqurban itu berlalu begitu saja, akan tetapi kebiasaaan mereka yang mengaku cinta akan melakukan pembuktian untuk itu.

Iftitah sering ucapkan dalam shalat, dengan mengucapkan “Sesungguhnya shalatku ibadahku (termasuk qurban), hidup dan matiku untuk Allah”. Akan tetapi realitanya berbeda, kita masih sering mendahulukan kebutuhan si buah hati daripada mewujudkan pengorbanan kepada Allah, cinta kepada manusia lebih diutamakan.

Seumpam seorang anak meminta sesuatu seperti sepeda motor, mobil, hp, laptop dan lain-lainya, tidak perlu waktu lama, setelah berdiskusi atau kadang tanpa diskusi langsung bisa diwujudkan. Bukankah ini bukti cinta?

Akan tetapi, kalau untuk qurban seakan terasa berat, walaupun harganya tidak semahal hp, motor dan mobil. Padahal masa persiapan untuk melaksanakan Udhiyyah (qurban) sangat panjang yaitu selama setahun, berbeda dengan permintaan istri, anak, atasan dan lain-lainnya walaupun mendadak siap dipenuhi. Di sini, mulai nampak keimanan dan wujud bukti cinta seseorang kepada Rabbnya, apakah ia akan menyanggupi perintahnya atau tidak.

Banyak orang yang mampu di sebuah kampung, namun hanya ada satu atau dua hewan qurban yang disembelih. Sehingga ungkapan cinta yang sering disebutkan sehari-hari hanya sebatas gombalan.

Sejenak, mari melihat bagaimana kisah Nabi Ibrahim AS yang rela menyembelih anak kesayangannya yang telah lama ia nantikan kehadiran sejak bertahun-tahun, namun karena perintah Allah, Nabi Ibrahim AS siap melaksanakannya dengan penuh keikhlasan dan kesabaran, sehingga ketika Nabi Ibrahim hendak melaksanakan penyembelihan terhadap Nabi Ismail AS, Allah gantikan dengan kibas.

Tentu semua kita mengetahui bagaimana cinta seorang ayah kepada anak, layaknya nabi Ibrahim yang sangat mencintai anaknya, akan tetapi Nabi Ibrahim AS siap memenuhi perintah Allah dengan penuh keimanan, termasuk menyembelih anak tercinta.

Berbeda dengan kita pada umumnya, aplikasi cinta kepada anak dengan memberikan apa yang dia inginkan meski belum tentu mengandung kebaikan. Namun untuk melaksanakan anjuran Rasulullah SAW untuk qurban sangat berat, bahkan kadang dengan berani mengabaikan apa yang diperintahkan oleh Allah SWT.

Padahal qurban merupakan ibadah yang sangat mulia, dan memiliki banyak keutamaan, sebagaimana sabda Rasulullah SAW “dari Zaid ibn Arqam, ia berkata atau mereka berkata: “Wahai Rasulullah SAW, apakah qurban itu?” Rasulullah menjawab: “Qurban adalah sunnahnya bapak kalian, Nabi Ibrahim.” Mereka menjawab: “Apa keutamaan yang kami akan peroleh dengan qurban itu?” Rasulullah menjawab: “Setiap satu helai rambutnya adalah satu kebaikan.”Mereka menjawab: “Kalau bulu-bulunya?”Rasulullah menjawab: “Setiap satu helai bulunya juga satu kebaikan.” [HR. Ahmad dan ibn Majah].

Hadits Ini menunjukkan betapa banyak pahala bagi mereka yang mau berqurban, hanya saja pebedaannya adalah ganjaran yang diberikan bukanlah di dunia yang fana ini, malainkan di akhirat kelak yang lebih baik dan kekal.

Manusia condong mencari sesuatu yang tidak abadi atau yang instan, berlomba-lomba dalam mengejar yang tidak pasti, meninggalkan sesuatu yang pasti. Padahal Allah telah memberikan nikmat bermacam-macam kepada manusia, tapi hanya sedikit yang bersyukur.

Begitu juga dalam hadits yang lain, Rasulullah SAW bersabda: “Siapa yang mendapati dirinya dalam keadaan lapang, lalu ia tidak berqurban, maka janganlah ia mendekati tempat shalat kami.” (HR. Ahmad dan Ibnu Majah).

Tentu, hadits ini berupa peringatan keras dari Rasulullah kepada siapa saja yang mampu untuk berqurban tapi mereka tidak mau berqurban. Mereka mengucapkan cinta kepada Rasulullah SAW tapi mereka lebih mengedepankan cinta kepada anak atau istrinya, siap berkorban apa saja untuk mereka tapi tidak mau berqurban mengikuti perintah Rasulullah SAW. Padahal para ulama telah menjelaskan bahwa ibadah harta benda yang paling mulia adalah menyembelih qurban, sedangkan ibadah badan yang paling utama adalah shalat.

Ibadah qurban merupakan ibadah yang mengandung dimensi sosialnya sangat kental, di mana setelah hewan qurbannya disembelih, dagingnya dibagikan kepada orang yang kurang mampu sebagai bentuk kecintaan dan kepedulian mereka terhadap sesama.

Kalaulah saudara-saudara kita yang berada di tanah suci sedang melaksanakan ibadah haji penuh khusyuk dalam manasik haji mereka, maka kita di sini juga seharusnya hanyut dalam ibadah shalat ied dan ibadah qurban, berbagi bersama saudara dan tetangga. Untuk mewujudkan pengorbanan cinta kita kepada Allah SWT dan Rasulnya belumlah terlambat, masih ada kesempatan bagi yang ada kemampuan untuk menyiapkan hewan qurban terbaiknya.

Jika selama ini rumah mewah, mobil dan permintaan lainnya oleh sang anak begitu mudah kita penuhi, maka untuk kali ini dan seterusnya berqurban yang jauh lebih ringan haruslah menjadi prioritas utama, sebagai bukti keimanan dan kecintaan kita kepada Allah SWT. Saudaraku, kini saatnya pembuktian cinta, kesempatan itu masih ada.

*ASN Kemenag Aceh, Humas Dayah Insan Qur’ani

 

Comments

comments

No More Posts Available.

No more pages to load.