Catatan Singkat Dari di Tepi Danau Laut Tawar
Oleh : Rasyidin, S.N., M. Sn.*
Menyengajakan diri berkunjung ke acara Halalbilhalal, syukuran dan pentas lintas generasi Keluarga Besar Komunitas Teater Reje Linge Takengon yang ke-16 tahun, dengan memboyong istri dan anakku.

Sekaligus inilah kali pertama kuperkenalkan kepada Zahraina Yasmin Adinda putriku tentang apa itu teater. Diusianya yang berajak menjalani 13 bulan dia sangat senang bertemu dengan generasi-generiasi muda Teater Reje Linge, terlebih ketika ia digendong, dipangku dan dibiarkan bermain di jernih Danau Lut tawar.
Tak ada raut cemas pada wajah Raina ketika kami menjauh beberapa meter darinya, sambil kami menikmati pertunjukan Tari Guel, Saman Gayo dan Monolog serta pembacaan puisi di panggung alam beralas pasir pantai dengan property natural enceng godok dan beberapa kayu yang rebah di pinggir Danau Lut Tawar.
Dengan latar jaloe-jaloe dan para lelaki tua melempar kail dengan kaki berendam air di pemukaan danau, Raina begitu gembira merasakan ketulusan para punggawa Teater Reje Linge Takengon melepas canda dan keakraban dengan penuh kekeluargaan mereka yang bersahaja. Menyaksikan pementasan anak-anak alam yang tumbuh dan besar di tengah alam Gayo yang asri, Raina begitu lepas dengan kaki dan tawa kecilnya.
Ketika para tetua melontarkan kata-kata juge-juge serta kalimat penyemangat tangguh untuk menunjukkan keakaban mereka untuk bangkit dan merenovasi manajemen dalam tubuh Komunitas Teater Reje Linge (Komtrel) yang didirikan Salman Yoga S dan kawan-kawan enam belas tahun yang lalu, justru ketika daerah Aceh sedang riuh-remuknya dengan konflik bersenjata dan tragedi kemanusiaan antara dua kutub yang berseberangan Gerakan Aceh Merdeka (GAM) dengan Republik Indonesia kala itu.
Saya sebagai ketua Komite Teater Dewan Kesenian Aceh 9DKA) berusaha untuk memberi dorongan moril dan semangat kepada pejuang-pejuang tangguh dari Negeri di Atas Awan itu.
Berjuang melalui kesenian, berjuang dari dan dengan kearifan lokalnya tanpa menunggu even, tanpa menunggu proyek kesenian. Bahkan ketika ada even kesenian seperti Pekan Kebudayaan Aceh (PKA) ke- 7 yang akan dilangsungkan pada Agustus mendatang dengan tanpa ada agenda pementasan teater sebagaimana Pekan Kebudayaan Aceh (PKA) sebelumnya mereka tetap berproses, mereka tetap berlatih, mereka tetap ada untuk dunia teater.
Ada catatan pinggir yang terus saya ingat dari tepian Danau Lut Tawar selepas pulang menuju Bireuen setelah berburu prodak agraris masyarakat seperti andaliman, bunga brokoli, kincong, petai dan depik serta belacan di pasar Kota Takengon.
Depik adalah ikan endemik dan khas dari negeri sejuk di ketinggian 2000 kaki di atas pemukaan laut (mdpl) tersebut, baru tersadar kalau banyak komunitas teater yang anggotanya sudah berumur di atas 35 tahun sudah tidak ada lagi di Aceh terkeculai Teater Reje Linge yang masih ekssis dan masih mempunyai anggota utuh, selebihnya hanya komunitas yang hanya dihidupkan oleh keluarga dan hanya dibatasi oleh waktu pendidikan, bahkan terkadang hanya hadir dan ada ketika ada even dan sejenis “proyek pementasan”.
Itulah yang membuat kenapa saya harus mewajibkan diri memboyong istri dan anak yang masih berumur 13 bulan lebih dan yang notabenenya baru pertama kali mengikuti acara kunjungan kesenian yang saya lakoni selama ini.
Hal ini hanya semata-mata selain kami berlibur, ingin menikmati sejuknya hawa Kota Takengon dengan pegunungan dan perkebunan kopi masyarakat serta hamparan pohon pinus yang menghijau, juga karena undangan sahabat saya Sabariah Munthe yang dengan ketulusannya mengundang kami untuk menikmati panggung Teater Alam yang belokasi di pinggir Danau Lut Tawar Kampung Nosar Kecamatan Bintang Kabupaten Aceh Tengah.
Semoga dihari lahir yang ke-16 ini Teater Reje Linge semakin sukses dan terus melahirkan inovasi-inovasi, karya-karya serta generasi-generasi baru untuk terus eksis dibelantika teater Aceh, nasional atau bahkan dunia.
Salam sukses untuk seluruh keluarga Teater Reje Linge.
Kalian super hebat, saya salut dengan kegigihan kalian.[]
*Rasyidin, S.N., M. Sn. Dosen Institut Seni dan Buday.a (ISBI) Aceh, Ketua Devisi Teater Dewan Kesenian Aceh (DKA) dan alumnus dari Institut Seni (ISI) Padaangpanjang.