Kekerasan Anak Meningkat, Teuku Syarbaini: Media Harus Memberi Efek Tekan dan Kontrol Sosial

oleh

 

BANDA ACEH-LintasGAYO.co : Media harus bisa memberi efek tekan dan fungsi kontrol terhadap kasus kekerasan anak juga lebih peka terhadap pengarusutamaan gender, perlindungan perempuan dan anak. Hal ini disampaikan Sekretaris Dinas Perlindungan Perempuan dan Anak (P3A) Aceh pada pembukaan acara Pelatihan Jurnalisme Sensitif Gender bagi SDM Media Cetak yang diadakan oleh Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Republik Indonesia bekerjasama dengan Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) pada 3-4 Mei 2018 di hotel Kyriad Muraya Banda Aceh.

Teuku Syarbaini juga menjelaskan 3 tahun terakhir kekerasan terhadap anak semakin meningkat, pada tahun 2015 kasus terhadap perempuan dan anak di Aceh tercatat 939 kasus, tahun 2016 ada 1.648 kasus dan pada tahun 2017 ada 1.792 kasus.

“Kasus tersebut merupakan kasus yang dilaporkan dan tercatat di lembaga pemberi layanan seperti P2TP2A, unit PPA Polda dan Polres se-Aceh. Tapi masih banyak kasus di masyarakat yang belum dilaporkan,” tambahnya.

Oleh karena itu peran media sebagai mediator dan jembatan yang bisa membantu pemerintah dan masyarakat dan memfasilitasi dan menindaklanjuti kasus terhadap perempuan dan anak.

Sebelumnya, Ketua PWI Aceh, Tarmilin Usman pada sambutannya mengatakan profesi wartawan adalah profesi yang tidak pernah berhenti belajar, terutama pada perubahan sikap dan penulisan.

Tarmilin juga menjelaskan kegiatan ini dihadiri sebagian besar kaum perempuan. “Saya arahkan kepada teman-teman di PWI Aceh agar peserta lebih banyak perempuan atau minimal setengahnya, agar bisa menjadi pengetahuan baru bagi para wartawan, terutama wartawan perempuan,” kata Tarmilin.

Kabid Fasilitas, Partisipasi Media Elektronik dan Sosial, Budi Hartono mengatakan strategi yang hendak dicapai dalam area media dan gender adalah meningkatkan akses partisipasi perempuan dan memberi akses untuk berekspresi juga pada pengambilan keputusan.

“Media seringkali menganggap gender sama dengan perempuan sehingga muncul pendekatan baru yang melihat perempuan sebagai anggota masyarakat yang dimarjinalkan sehingga media gagal menunjukkan bahwa perempuan juga memiliki akses, kontrol, partisipasi dan manfaat terhadap sumber daya dan pengambilan keputusan,” kata Budi.

Begitupun dengan anak, kata Budi lagi, media seringkali mengabaikan keselamatan anak dengan menyebutkan nama, tempat tinggal dan sekolah. “Ini bertentangan dengan Pedoman Perilaku Penyiaran dan Standar Program Penyiaran (P3SPS),” terangnya

Pelatihan yang dihadiri puluhan wartawan dari berbagai media di Aceh ini menghadirkan narasumber dari Kementerian Pemberdaraan Perempuan dan Perlindungan Anak Republik Indonesia juga dari PWI Pusat. [Zuhra Ruhmi]

 

Comments

comments

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

No More Posts Available.

No more pages to load.