Penguatan Pendidikan Berbasis Nilai Kearifan Lokal Gayo di Sekolah

oleh

Oleh : Dr. Johansyah*

Nilai-nilai kearifan lokal masyarakat Gayo diduga mengalami kerapuhan dalam panggung zaman yang terus bergulir. Ada beberapa fakta; orang Gayo banyak yang waham dengan sejarah dan sistem nilainya sendiri; terus berkurangnya kuantitas pengguna bahasa Gayo sebagai bahasa ibu oleh anak dalam keluarga, padahal orangtua adalah suku Gayo; kurang pedulinya orang Gayo terhadap upaya pelestarian dan pewarisan nilai-nilai kearifan lokal Gayo pada generasi mereka. Ini patut menjadi kegelisan akademis dan perlu mendapat perhatian dari berbagai pihak.

Sudah semestisnya, bahwa perubahan dalam ruang dan waktu tidak bisa dibendung. Dia akan terus mengalir mengikuti senandung irama waktu. Tidak ada yang kekal bagi kehidupan kecuali perubahan itu sendiri. Meski pun demikian, nilai-nilai kearifan masa lampau sebagai produk sejarah sejatinya harus tetap kokoh, lestari dan menjadi warisan penting bagi generasi berikutnya. Dalam perubahan, nilai masa lalu bukanlah hal yang tabu untuk dilanggengkan. Bahkan nilai-nilai itu justru sangat dibutuhkan untuk pemeliharaan sejarah budaya-sekaligus agar sebuah komunitas tidak tercerabut dari akar budayanya sendiri.

Meninggalkan dan menjauhkan diri dari nilai kearifan lokal masyarakat Gayo bukanlah sebuah dosa. Namun yang harus disadari adalah bahwa manusia adalah “anak kandung” budayanya. Bahwa seseorang lahir dan berkembang dalam pusaran budaya yang mengitarinya. Oleh karena itu, melestarikan nilai-nilai kearifan lokal adalah sebuah tanggung jawab yang harus dipikul, untuk selanjutnya dijadikan warisan bagi generasi berikut. Artinya harus ada usaha yang terencana, terukur, dan sistematis untuk merevitalisasi dan mengembangkan nilai-nilai kearifan lokal masyarakat Gayo sehingga dapat lestari dan selalu hadir pada setiap pergantian episode zaman.

Adalah sekolah sebagai institusi pendidikan formal yang dianggap tepat menjadi salah satu wadah pemusatan revitalisasi nilai-nilai kearifan lokal masyarakat Gayo. Tujuannya tidak lain, yakni menjaga dan melestarikan nilai-nilai kearifan lokal masyarakat Gayo yang terindikasi luntur tadi.

Pendidikan adalah salah satu wahana untuk mencerdaskan generasi bangsa di ara aufklarung (pencerahan). Pendidikan dengan prosesnya yang komprehansif akan membantu dan memmbimbing peserta didik untuk cerdas membentuk weltanschauung (pandangan hidup), untuk selanjutnya mampu berupaya secara maksimal untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkannya.

Manakala dikoneksikan dengan aspek masa lalu, maka pendidikan dapat berfungsi konservatifistis; sebagai sentral pelestarian nilai-nilai kearifan lokal. Pada dimensi lain pendidikan berfungsi progresivistis; dimaksudkan mampu membekali peserta didik dengan berbagai pengetahuan dan kecakapan hidup yang berorientasi ke masa depan. Dan, pendidikan yang terbaik itu adalah pendidikan yang memiliki fungsi dan peran ganda; pelestarian nilai-nilai kearifan lokal (konservatif) dan upaya mempersiapkan peserta didik untuk tanggap situasi kekinian, mampu bereksistensi bahkan berkontribusi dalam pergumulan zaman dengan daya saing tinggi (progressif).

Dalam situasi godaan globalisasi yang demikian memikat, manusia sebagai “anak kandung” budayanya secara cepat atau lambat mulai bergerak dan berpaling dari nilai-nilai kearifan lokal sebagai sistem nilai yang sudah mapan. Selanjutnya coba mengenakan “seragam” budaya inpor yang diperoleh melalui persinggungan dan interaksi inter maupun antar budaya. Keberpalingan kepada budaya baru dengan meninggalkan budaya sendiri yang sarat nilai ini kemudian tidak hanya menimpa kelas awam, tapi merambah ke dunia struktural dan sistem, salah satunya pendidikan.

Hal ini tidak luput dari pengamatan seorang Tilaar (2012: 3), yang menegaskan bahwa yang menjadi salah satu akar persoalan pendidikan nasional adalah karena tidak pernah menempatkan budaya pada posisi strategis dalam pendidikan kita. Kebudayaan hanya merupakan bagian dari program pariwisata dengan orientasi untuk memperoleh devisa yang cukup melalui kegiatan pariwisata. Apa yang ingin ditegaskan di sini adalah bahwa jika ingin meningkatkan kualitas pendidikan maka nilai-nilai kearifan lokal harus menjadi landasan dasar yang tidak boleh diabaikan.

Budaya adalah sistem nilai, pendidikan adalah proses nilai, dan bangsa ini merupakan produk nilai yang sebenarnya bersumber dari sistem nilai, yaitu budaya. Dengan kata lain, lahir dan adanya bangsa karena ada budaya yang ditransformasikan melalui proses pendidikan. maka dari itu proses pendidikan tidak boleh hampa dari nilai-nilai kearifan lokal sebagai muatan nilai yang wajib kembangkan. Maka sejatinya, pengembangan pendidikan dalam berbagai jenis dan jenjang harus berbasis budaya.

Tegasnya bahwa relasi antara pendidikan dan budaya sangatlah kental. Pendidikan dan budaya bagaikan relasi antara ibu dan anak yang memiliki keterikatan emosioal yang kokoh. Makanya, kalau nilai-nilai budaya dijauhkan dari pendidikan, atau tidak menjadi bagian substansial dari upaya pengembangan pendidikan, dapat dikatakan ceroboh dan mungkin “bunuh diri” karena mengancam keberlangsungan budayanya sendiri.

Untuk itu, Perlu upaya revitalisasi nilai-nilai kearifan lokal Gayo untuk menyelamatkan dan melestarikannya melalui sekolah; pertama, memperjelas komitmen pemerintah daerah. Sekolah berada dalam sistem pemerintahan. Maka program-program pengembangan seperti revitalisasi budaya wajib mendapat dukungan pemerintah dalam bentuk kebijakan yang ril untuk mendukung program apapun. Untuk merealisasikannya dibutuhkan sinergi beberapa lembaga dan kalangan seperti Majelis Pendidikan Daerah (MPD), Dinas Pendidikan Kabupaten/kota, para pemerhati pendidikan, pakar bidang pendidikan, dan unsur-unsur lainnya yang dimungkinkan berkontribusi untuk pengembangan program ini.

Kedua, setelah terwujudnya langkah pertama, maka hal kedua yang harus digarap seius adalah peningkatan Sumber Daya Manusia (SDM) guru. Sebagaimana dipahami, guru adalah ujung tombak dalam mengimplementasikan program pendidikan. Oleh karena itu, bagaimana pun supernya sebuah program pendidikan, tidak akan mungkin diimplementasikan maksimal tanpa kesiapan dari guru itu sendiri. Kaitannya dengan upaya revitalisasi etrhadap nilai kearifan lokal Gayo, maka guru harus dibekali wawasan dan pengetahuan tentang itu.

Ketiga, menjadikan kearifan lokal Gayo sebagai materi-materi ajar muatan lokal. Gayo memiliki khazanah kekayaan adat dan budaya. Maka ini dapat diramukembangkan menjadi materi-materi kurikulum muatan lokal secara berjenjang dan berkesinambungan sesuai dengan tingkat usia peserta didik. Keempat, agar nilai-nilai kearifan lokal Gayo menjadi landasan filosofis dalam memformulasikan model pendidikan di sekolah. Artinya warna dan nuansa nilai kearifan lokal Gayo terintegrasi ke dalam semua kegiatan sekolah.

*Johansyah, Pemerhati Pendidikan, tinggal di Bener Meriah. Email; johan.arka@yahoo.co.id

Comments

comments

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

No More Posts Available.

No more pages to load.