
Catatan : Muhammad Nasril*
Pagi itu Senin (4/12/2017), lima Kakanwil kemenag se-Indonesia yang mendapat undangan kehormatan dari anggota Dewan Pertimbangan Presiden (Wantimpres) Prof. A.Malik Fadjar, telah berkumpul di depan Kantor Wantimpres, Jalan Veteran III, Jakarta.
Akhirnya Prof Abdul Malik Fadjar salah seorang anggota Dewan Pertimbangan Presiden yang menjabat sejak 19 Januari 2015 ini tiba. Dengan wajah ceria, profesor ini menyalami para Kakanwil yang telah menunggu, salah satunya Kakanwil Kemenag Aceh Drs H M Daud Pakeh dan menanyakan kabar mereka satu persatu.
Sosok politikus Indonesia yang dikenal religius dan pernah menjabat sebagai Menteri Pendidikan Nasional pada Kabinet Gotong Royong ini mengawali pembicaraan dengan berbagi pengalaman dalam membangun pendidikan di Indonesia, khususnya pendidikan agama.
Mulai dari pahitnya perjuangan saat awal-awal membangun pendidikan melalui sebuah kampus sampai kini ia dapat melihat hasilnya. Tokoh nasional itu telah banyak memberikan kontribusi baik pemikiran dan bakti pengabdian dengan penuh komitmen dan optimis untuk kemajuan ilmu, agama, bangsa dan negara.
Dalam kesempatan itu juga Alumnus Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Sunan Ampel Malang tahun 1972 ini juga menceritakan saat ia menjadi guru agama di Sekolah Rakyat Negeri (SRN) dan juga disejumlah tempat lainnya.
“Kondisi saat itu pas-pasan,” ujar Malik Fadjar. Namun ia tidak pernah berhenti menjemput masa depan hingga tahun 1981, beliau meraih gelar Master of Science di Department of Educational Research, Florida State University, Amerika Serikat hingga menjadi dosen.
Mantan Rektor di Universitas Muhammadiyah Surakarta ini juga menceritakan bagaimana orang-orang mengkritiknya saat menjabat sebagai sekretaris fakultas Tarbiyah IAIN Sunan Ampel, Malang, karena gagasan yang dilakukannya tidak bisa ditebak.
Bahkan sosok itu telah menggagas otonomi pendidikan. Pemikirannya dibidang pendidikan sering menjadi rujukan, khususnya mahasiswa yang sedang menyelesaikan tugas akhir.
Pada kesempatan itu, mantan Menteri Agama Indonesia pada tahun 1998-1999 ini juga menyampaikan bahwa ia sengaja mengundang beberapa Kakanwil dan Direktur SKK Direktorat Jenderal Pendidikan Islam Kementerian Agama RI untuk mendengar langsung kondisi real pendidikan khususnya madrasah di daerah, sehingga menjadi masukan dan bahan pertimbangan pihaknya dalam mengambil kebijakan. Baginya, pendidikan Agama, Madrasah khususnya harus lebih maju, mandiri, dan inovatif.
Setelah itu, masing-masing Kakanwil diberi kesempatan untuk memaparkan kondisi madrasah di daerah masing-masing.
Kakanwil Kemenag Aceh pada kesempatan itu mengatakan peminat madrasah di Aceh meningkatkan drastis, namun tidak berbanding lurus dengan ruang kegiatan belajar dan sarana yang ada. Sehingga tidak banyak siswa yang bisa ditampung di madrasah, begitu juga halnya dengan ruang guru masih banyak madrasah yang tidak ada ruangan yang layak.
Selain itu Kakanwil Kemenag Aceh juga menyampaikan bahwa sampai saat ini jumlah madrasah swasta di Aceh lebih banyak dari pada madrasah negeri, kecuali tingkat Madrasah Ibtidaiyah (MI). Begitu juga halnya dengan kondisi madrasah swasta di pedalaman Aceh masih sangat perlu perhatian seluruh elemen masyarakat.
“Ada sejumlah madrasah swasta di pedalaman Aceh itu sangat memprihatinkan, jajaran Kemenag Aceh telah mencoba melakukan inovasi dalam menggalang dukungan untuk membangun madrasah di pedalaman tersebut,” lanjut Kakanwil.
Mendengar pemaparan dari Kakanwil Kemenag Aceh, Prof Malik Fadjar mengapresiasi adanya kerjasama antara pemerintah Aceh dengan Kemenag untuk sama-sama memajukan pendidikan.
“Kerjasama ini menarik, ketika pemerintah Aceh bersama Kemenag sama-sama memajukan pendidikan di Aceh,” ujar Prof. Malik Fadjar.
Dalam kesempatan tersebut, Malik Fadjar mengatakan akan melakukan pembicaraan khusus dengan Kementerian terkait kekhawatiran kepala sekolah dalam hal menerima bantuan dari masyarakat yang disponsori oleh Komite.
“Asalkan transparan dan akuntabel, saya akan bantu, yang penting jangan dijadikan sarana untuk korupsi,” jelas Malik Fadjar.
Sebelum mengakhiri pertemuan Malik Fadjar meminta Kanwil untuk melindungi kepala sekolah, dan meminta kepada direktur kurikulum kelembagaan dan kesiswaan untuk menyampaikan peraturan menteri agama tentang persoalan guru atau sumbangan masyarakat agar madrasah mempunyai payung hukum dan tidak dianggap pungli.
Sosok yang sudah berumur 78 tahun itu tetap semangat berbicara tentang pendidikan dan semangat memajukan pendidikan di negara ini, ia berpesan kepada para guru agar menjadi guru yang luar biasa.
Mengakhiri pertemuan itu, ia ingin menikmati makan siang bersama dengan pejuang pendidikan di daerah itu, sambil menikmati makan siang ia juga secara khusus bertanya tentang pendidikan madrasah Aceh pada Daud Pakeh.
*Muhammad Nasril adalah ASN Kanwil Kemenag Aceh