Sawah Lunto : Dua Paguyuban Tampilkan Kuda Kepang Dan Wayang

oleh

PADANGPANJANG – LintasGAYO.co : Dua kelompok kesenian asal Sawah Lunto ikut serta memeriahkan acara perhelatan yang diadakan ISI Padangpanjang dalam rangka memeriahkan Dies Natalis ke-52 (23/11). Dua kelompok Bina Satria dan Bina Laras, Bina Satria membawakan pertunjukan kuda kepang dan Bina Laras membawakan pertunjukan Wayang kulit versi Sawah Lunto.

Pertunjukan yang diadakan di halaman samping Gedung Pertunjukan Hoerijah Adam ini mampu menarik perhatian lebih kurang 700 penonton bahkan memenuhi halaman depan DW Kafe Institut Seni Indonesia untuk menyaksikan 0ertunjukan yang diselenggaran pada jam yang berbeda.

Sista salah seorang anggota dari sawah lunto mengatakan dua kelompok kesenian dari Sawah Lunto ini bukanlah sanggar namun digolongkan dengan pagayuban karena membolehkan siapa saja yang mau ikut dan tidak dipungut biaya,” jelasnya.

Pembina dan pendiri paguyuban Bina Satria Sajiman menjelaskan kelompok ini didirikan pada 31 juli 1987.

Sajiman menambahkan “Kelompok Bina Satria telah tedaftar di kementrian Pendidikan dan KebudayaanTahun 2015. Seni tradisi, ini mendapat bantuan pakaian seragam dan sound system untuk pendukung pertunjukan. Kelompok ini juga sering di undang untuk acara-acara kebudayaan. Anggota paguyuban ini tidak terfokus untuk orang-orang Jawa aja, namun juga ada Minang, Melayu dan juga Batak.

“Pertunjukan kuda kepang pasti ada yang kesurupan, namun sebetulnya semua itu tidak disengaja dan tanpa panggilan, dia hanya datang sendiri dan jika mau pulang dipulangkan. Pemain yang kesurupan sampai memakan semprong juga semua itu membingungkan, kami tidak tahu semprong yang dimakan perginya kemana dan anehnya pemain-pemain itu tidak merasakan sakit apapun dan tidak meninggalkan bekas. Hal ini juga banyak ditanyai beberapa pihak termasuk okter ikut mewawancarai kami,” terang
Sajiman yang akrab disapa Pak De.

Sajiman juga menyatakan pertunjukan kuda kepang ini melibatkan 25 orang, terdiri dari pemain, pemusik sampai pawang jikala ada yang kesurupan.

“Pada saat pemulangan roh yang masuk kami membacakan al-fatiha, do’a selamat, ayat kursi, surat yasin (ayat 83), al-iklas, tahlil dan tahmid. Kesurupan pada setiap pemain berbeda-beda ada yang parah ada yang biasa-biasa saja. Pemain yang kesurupannya parah tandai dengan menutupkan kain di seluruh tubuh dan di angkat berputar 3 kali dan saat pengembalian membacakan do’a bahagia,” tambah Sajiman lagi.

Hisel Penggerak pertama kuda kepang di Sawah Lunto mengatakan kuda kepang ini memiliki sejarah dari zaman Sunan Kali Jaga dulunya kuda digunakan sebagai kenderaan, karena memang tidak ada kendraan selain kuda, topeng ini dulunya dipergunakan kadena kakak adik saling berbunuhan, karena itu di gunakan topeng agar tidak dikenali, sedangkan barongan menggambarkan orang yang serakah dan suka adu domba demi mendapat keuntungan ini gambaran zaman dulu saat Islam masuk ke Indonesia,” jelas mbah sapaan akrap peamain musik serba bisa ini saat di temui.

Sementara Bagus, Pemain yang memakan semprong menuturkan “Bergabung dengan group kuda kepang sekitar tahun 2005, saat bergabung sampai sekarang di posisikan sebagai pemain karena juga sudah keturunan, sebelumnya juga pernah bermain kuda kepang. Saat bermain dan makan semprong atau sebagainya saya tidak mengetahui, yang dirasakan hanya selesai pertunjukan badan pegal-pegal. Karena pada saat itu yang memakai raga saya orang lain. Sebagai keturunan Jawa mendengar musik yang dimainkan sudah tidak bisa menahan. Itulah alasan mengapa saya lebih suka dengan musik Jawa,” Terangnya.

 

Sedangkan pertunjukan Wayang pada malam (23/11) disesaki penonton. Sriyanto, pembina dan pelatih pada paguyuban Bina Laras menjelskan “Cerita yang dibawakan berangakat dari tahun 1855 mengenai krisis ekonomi di Eropa, sampai akhirnya kerja paksa yang terjadi di Sawah Lunto, kisah inilah yang diangkat pada pertunjukan wayang. Cerita ini saya sendiri yang membuat dan berdasarkan riset, data dan narasumber yang jelas,” tutur dalang yang juga dosen seni Karawitan ISI Padangpanjang saat di temui selesai pertunjukan.

Sementara Lenggo Geni, selaku sinden pada pertunjukan wayang mengatakan “Lagu yang di bawakan pada pertunjukan berjudul srepek sawah lunto, kolaborasi antara mahasiswa dan anggota paguyuban Bina Laras ini memang sebelumnya tidak ada lataihan gabungan, hanya dikonfirmasi pada saat tiba di kampus ISI Padangapanjang, dan alhamdulillah semua dapat menyesuaikan dengan baik,” jelasnya. [Ril-SY]

Comments

comments

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

No More Posts Available.

No more pages to load.