[Puisi] Pungo

oleh

Oleh : Rahmad Sanjaya*

Siapa yang yang meraung di balik bukit sana
Dengan lidah terjulur ingin melahap kehijauan tanahku
Bermilyar biota hutan meringis
Burung-burung pindah ke kota
Bahkan ada yang bersarang di masjid raya
Berzikir memohon dan mengadu pada Tuhan tentang
Hutannya yang di bantai dan tanah yang dibiarkan terbakar tanpa tuan

Hom laile ala bagura hom laele ala
Tuhan menjawab dengan bersahaja pada makluknya
Mengamuklah bukit, dan bergeraklah tanah diantara derasnya air
Hom bilabila hom
Mengelupas bumi yang sedang tertidur pulas
Di bawa marah kegerahan pohon-pohon yang tumbang
Bagura hom bagura hom
Mata merahnya mencabik kedamaian desa itu
Menggulungnya menjadi lipatan-lipatan kecil
Seperti bungkus mie instan yang di cabik-cabik tikus

Hom hom bagura hom
Ka pungo menyeletuk aku pada sajak ku
Mengeryit aku pada dahiku
Menyesal aku pada hatiku
Sampai berapa kali lagi kita buat
Frey for Aceh, masih berapa alinea lagi bait puisi kita berisikan duka
Kemarin Aceh Tenggara, hari ini Tangse, longsor di Takengon
Besok  mungkin langit yang runtuh
Mengenai kepala si tamak yang rela membunuh bangsanya sendiri

Hom pungo ka hom pungo kah hom laeleala
Tak berhati meski sudah sekolah keluar negeri
Tak berjiwa meski sudah sering di terpa bencana
Tak jera-jera tak insap-insap
Hutan di bantai berharap kaya
Jangan salahkan ini karena siapa
Tanah sendiri tak bisa kau jaga
Bagaimana lagi kau harus menjaga marwah
Jiwa negara dan bangsa kita dari hunusan sangkur dan dilema dunia

Maka pantaslah ku sebut kau pungo
Pungo yang mati hati, jiwa dan raga.
Maret 2011

Keterangan:
Pungo  : Gila
Hom laile ala bagura hom laele ala : Senandung tanpa makna
Hom hom bagura hom : Senandung tanpa makna
Hom pungo ka hom pungo kah hom laeleala : Senandung tanpa makna
Hom bilabila hom : Senandung tanpa makna

Rahmad Sanjaya, lahir di Takengon (Aceh Tengah), 18 Juni 1972. Pendidikan terakhirnya menamatkan S1 dan S2 Teknik Sipil, menamatkan S1 Ekonomi jurusan Management dan Sekolah Musik di Jakarta. Darah seni yang mengalir di tubuhnya merupakan warisan dari ayahnya (Musisi)/pegawai di dinas Pekerjaan Umum dan ibunya (Penari Melayu) dan guru TK Sri Kuncung Takengon, Kiprahnya dalam dunia seni dimulai sejak umur 5 tahun dan saat itu untuk pertama kalinya dia perkenalkan dalam dunia seni lukis di kota kelahirannya.

Di tahun 1983 dia diajarkan bermain gitar oleh ayahnya, tahun 1987 dia mulai membuat puisi, tahun 1990 dia mulai menggeluti dunia teater di teater Mata Banda Aceh, beberapa naskah besar luar negeri sempat di pentaskannya bersama Teater Mata pimpinan Maskirbi dan dia juga sempat menggarap musik teater dalam beberapa naskah baik di Teater Mata, Teater Kosong dan Krya Artistika.

Selama berteater seniman yang kerap di sapa Bang Jay ini aktif menulis puisi dan sepanjang perjalanannya dalam dunia sastra dia sempat di undang ke Malaysia dan dikukuhkan oleh Dewan Kesenian Jakarta menjadi Penyair Abad 21 di tahun 1996.

Puisi-puisinya terhimpun dalam Antologi Sosok (1992), Nafas tanah Rencong (1992), Antologi Batu Malang (1993), Antologi Seulawah;Antologi Aceh Sekilas Pintas (1995), Mimbar penyair Abad 21 (1996), Antologi Puisi Indonesia (1997), Dalam Beku Waktu (2002), Antologi Putroe Phang (2002), Antologi Tanah Pilih (2008) dan Ensiklopedi Aceh (2008), serta Ensiklopedi penyair, penari pelukis dan teater Aceh (2009). Dll.

Sedangkan puisi dalam bentuk Musikalisasi Puisi terdapat dalam album: Himne Bagimu Ibu, Luka, Khibast2000, Kehidupan I dan 2 (1999-2000). Ditahun 2009 dia membuat Album musikalisasi puisi bertajuk “Jaya” (Komunitas Musik Merdeka) yang di rekam dalam CD Audio.

Pendiri Bengkel Musik Batas (1991), Khibast2000 (1997), Komunitas Musik Merdeka (1998) Asosiasi Seniman Aceh Indonesia – ASAI (1998) dan Komunitas Rumah Sawah (2006) ini telah mengaransmen 1123 buah puisi ke dalam bentuk komposisi Musikalisasi Puisi sejak tahun 1990 s/d 2009. dan dengan itu pula dia kerap menjadi fasilitator di berbagai pelatihan Musikalisasi Puisi (1993-2009) dan menjadi juri di berbagai lomba baca Puisi dan Festival Musikalisasi Puisi (1992-2016).

Dalam organisasi kesenian Direktur Komunitas Rumah Sawah (KRS) ini pernah menjabat sebagai Sekretaris Dewan Pengawas Dewan Kesenian-DKA (2000-2005), Wakil Ketua II Bidang Program DKA (2006-2007), Ketua Umum Komunitas Musik Merdeka Indonesia (2001- sampai sekarang), Ketua Umum Konsosium Musikalisasi Puisi Indonesia KMPI (2008 sampai sekarang), dia juga tercatat sebagai Wartawan Koran AcehKita (2005-2008), Tabloid Investigasi (2008), Tabloid Reporter (2008), Tabloid Sipil (2008- 2009), redaktur tamu di berbagai media di Bogor dan Jakarta. Dan menjadi pemilik media online atjehweekly.com. Sebagai seniman yang terus aktif nama Rahmad Sanjaya tercatat dalam Buku Pintar sastra Indonesia (2001).

Comments

comments

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

No More Posts Available.

No more pages to load.