Tengku Tapa, Tengku Dari Delung Tue

oleh

Oleh Junaidi  A Delung

Junaidi

SEJARAH menjadi catatan penting dalam kehidupan manusia. keberadaannya meliputi elemen pintu pengetahuan dalam deraian lintas hidup manusia, sebagai tanda dan bukti bahwa adanya perjuangan dan pembelaan sebelumnya melawan penjajah dan membangun bumi yang diijaknya, khususnya para pejuang-pejuang dalam memerdekakan  negeri serambi Mekkah ini.

Dalam sejarah, Aceh sangat ditakuti para Belanda yang ingin merebut tanah rencong dari Masyarakat, namun hal tersebut tidak bisa ditaklukkan seiring keimanan dan Aqidah yang sangat kuat, hingga Snouck Hungronje mematahkan semua itu dengan tenang, hingga Belandapun bisa memasukinya. Namun disamping itu Aceh tidak akan pernah menyerah dalam mengobarkan semangat perjuangan khususnya bagi para pahlawan yang membela tanah air, terlebih dibagian wilayah Tengah.

Wilayah tengah atau yang lebih dikenal dengan Gayo menjadi salah satu bukti sejarah perang melawan Belanda di Aceh, kegigihan semangat juang terus menggempur dan berkobar melawan para tentara Belanda yang kala itu menyerang kesana. Namun mereka tidak pernah patah semangat untuk mengusir para Belanda disana, dan tetap semangat juang yang tinggi dalam hati mereka, salah satunya adalah keikhlasan dan semangat tinggi Tengku Tapa.

Mujahid  Gayo ini ikut andil dalam mengusir dan perang melawan belanda pada tahun 1890-an. Tengku Tapa adalah seorang ulama dari desa tertua di Bener Meriah saat ini. Diambil dari catatan Drs Mahmud Ibrahim MA, dalam buku Mujahid Dataran Tinggi Gayo halaman 93, Tengku Tapa berasal dari kampung Delung (Telong), yang hari ini dikenal dengan kampung Delung Tue (saat ini dibagi menjadi dua kampung, Delung Tue dan Delung Asli) di Kecamatan Bukit.

Nama asli Tengku Tapa ialah Mustafa, ia mempunyai catatan kisah menarik dari perjalanan hidupnya kala itu, dimasa bujangan atau pada usia mudanya (belum tau pasti pada tahun berapa), Tengku Tapa sendiri merupakan seorang yang jahil. Kajahilannya membuat namanya tenar dan terkenal dimasyarakatnya, hal itu dibuktikan dengan seringnya mengisap candu bahkan pernah membunuh orang. Tidak tahu pasti berapa tahun ia diselimuti sifat yang tidak baik tersebut. namun seiring berjalannya waktu, dirinya tidak merasa nyaman lagi dengan keadaan dan statusnya itu yang asyik berlalai-lalai serta membuat keresahan bagi masyarakat lain disekitarnya, hingga dirinya menyadari atas segala perbuatannya dan merasa bersalah atas apa yang dilakukannya selama ini baik pada dirinya maupun pada orang lain.

Berubahnya pola pikir dan datangnya keinsafan pada hatinya, membuahkan hasil hingga menjadi promotor bagi dirinya  untuk menjembatani kepada jalan  yang baik dan tidak melakukan lagi hal demikian. Menyadari hal tersebut, akhirnya suatu saat ia pergi meninggalkan desa Delung itu dan masuk kedalam hutan belantara tepatnya di Gunung Gerdung (Bur Kul). Setau penulis, jika dilihat dari sisi sebelah timur dari desa Delung Tue, posisi bur Kul berada diantara iringan Gunung merapi (Bur ni Telong) ke kanan menuju kegunung BM atau bendera Bener Meriah kampung Bujang di jalan KKA, hingga sampai kepada gunung sebelah kanan Lut Kucak bagian Utara, tepatnya Gunung Linung hari ini.

Memang dulu masyarakat disana (orang zaman dulu) sering mendengar suara adzan yang bersumber dari iringan Gunung BM dan sekitarnya itu. Namun tidak tahu siapa yang tinggal disana. menurut mitosnya, bahwa Gunung-gunung disana memiliki sejarah sendiri, karena disana terdapat orang-orang Auliya, hingga masyarakat meyakininya bahwa yang Adzan dikala itu ialah orang saleh atau Auliya itu.

Kesadaran atas prilaku yang diperbuat oleh Tengku Tapa sendiri, hingga dirinya menekatkan bulat dan mengurung diri untuk bertapa dalam hutan tersebut sendirian selama tujuh tahun lamanya. Setelah selama tujuh tahun bertapa dihutan belantara itu, suatu saat iapun kembali kekampung halamannya di Delung (Redelung). Semua sifat dan tingkah laku yang terjadi pada dirinya amat berubah menjadi orang yang baik dan santun. Pada awalnya orang-orang dikampungnya tidak menyadari dan mengenali betul siapa sebenarnya Tengku Tapa hingga beberapa bulan lamanya.

Hari bertambah hari hingga beberapa bulan kemudian barulah masyarakat  mengenalinya bahwa ia merupakan Mustafa yang dulunya sempat menjadi pecandu dan membunuh orang. Mengetahui hal tersebut, orang-orang disana sangat menghormati keberadaannya, hal itu karena ketangkasan ilmu Gaib dan kebatinan yang dimilikinya. Sehingga masyarakat disana menganggap bahwa Tengku Tapa merupakan penjelmaan dari Arwah Malem Dewa. Hari bertambah hari Tengku Tapa pun kian dikenal dan bertambah pengikutnya yang semakin banyak khusus dari masyarakat Gayo, bahkan orang Aceh sekalipun.

Kebaikan budi pekerti yang dimiliki Tengku Tapa menjadi prihatin bagi Sultan Aceh pada waktu itu dan sangat menyayanginya, karena memiliki semangat juang yang tinggi, ikhlas serta dengan mudah mengumpulkan para pengikutnya dan menyusun pasukannya kapan saja waktu yang diperlukan. Namun hal itu tidak terlalu lama, selama menghabiskan waktu kurang dari sepuluh tahun ia berjuang, Tengku Tapa tertembak syahid oleh tentara Belanda pada tahun 1990 di Pase, dan tidak tau dimana sebenarnya makamnya di sana.

Saat ini keberadaan garis keluarga keturunan Tengku Tapa di kampung Delung Tue, penulis belum mengetahui persis siapa sebenarnya garis keturunan Tengku Tapa yang pernah berjuang dan pejuang dari Gayo di Pase itu. Yang pasti garis keturunannya ada diantara masyarakat yang tinggal disana, dan akan terjawab dengan sendirinya siapa sebenarnya keluarganya di kampung bersejarah itu.[]

Comments

comments

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

No More Posts Available.

No more pages to load.