Javlec dan TRC Sosialisasikan Peran Perempuan Kelola Hutan Desa

oleh
Tim Javlec dan TRC mendampingi Kabag Tata Pemerintahan Sartika Mayasari sekaligus Pimpinan Bank Sampah Seribu Bukit melakukan diskusi di Desa Penggalangan (Foto: Ist)
Tim Javlec dan TRC mendampingi Kabag Tata Pemerintahan Sartika Mayasari sekaligus Pimpinan Bank Sampah Seribu Bukit melakukan diskusi di Desa Penggalangan (Foto: Ist)

DALAM rangka memperkuat Sumber Daya Manusia (SDM) dalam proyek Pengelolaan Hutan Kolaboratif Berbasis Potensi Lokal oleh Yayasan Java Learning Center (Javlec) pada 5 Desa di Kecamatan Blangkejeren (Agusen, Palok, Penggalangan, Sentang dan Bustanussalam), Lembaga Timang Research Center (TRC) baru-baru ini dalam 4 hari berturut-turut turun ke 5 desa dampingan melakukan monitoring dan evaluasi terkait implementasi proyek yang inklusif dan berkeadilan gender.

Tim TRC, Zubaidah Djohar sebagai spesialis SGIP dalam proyek tersebut didampingi dua anggotanya yakni Sri Wahyuni dan Siti Rahmah melakukan wawancara mendalam dengan beberapa Ibu-ibu dan kelompok remaja di 5 desa dampingan, terutama perempuan, remaja dan lansia.

Zubaidah Djohar Aktivis Perempuan yang akrab disapa Ibed kepada LintasGAYO.co, Selasa (22/8) menjelaskan, TRC adalah salah satu Lembaga di Banda Aceh yang menjadi anggota konsorsium Javlec untuk kegiatan Pengelolaan Hutan Kolaboratif berbasis Potensi Lokal di Kecamatan Blangkejeren, Kab. Gayo Lues yang dilaksanakan sejak awal tahun 2017 lalu.

Ibed mengatakan, pada hari pertama sebelum TRC turun ke 5 desa, pihaknya terlebih dahulu melakukan observasi dan diskusi kecil bersama tim Javlec. Di antaranya mendiskusikan perkembangan program dan situasi masyarakat selama proses proyek berjalan.

Lanjut Ibed, point-point penting dari diskusi tersebut antara lain, proses penyadaran harus terus menerus dilakukan. Ia tidak bisa berhenti dalam satu kegiatan saja. Ia mesti dilakukan secara simultan dan berkesinambungan. Gender dan Inklusi Sosial mesti integral dalam setiap kegiatan, mesti masuk dalam setiap tahapan kegiatan. Lansia, anak, remaja, perempuan, suku tertentu, dan lain sebagainya mesti menjadi bagian dalam pengelolaan hutan kolaboratif di Gayo Lues.

“Misalnya, apabila kegiatan berawal dari sosialisasi, kemudian pemetaan atau need assessment, hingga ragam pelatihan, pembentukan lembaga dan inventarisasi, maka pelibatan yang inklusif dan berkeadilan gender sepatutnya menjadi perhatian besar, tidak terputus-putus dari satu kegiatan ke kegiatan lainnya, begitu juga dengan partisipasi penuh dalam kegiatan-kegiatan tersebut,” papar Ibed.

Ia menambahkan, masyarakat secara inklusif mesti dilibatkan, secara terus menerus,, terutama dalam hal akses terhadap informasi. Dengan mudahnya keterjangkauan mereka pada informasi, akan mendorong partisipasi mereka yang lebih besar dan membuka ruang kontrol yang lebih besar bagi semua pihak.

Ibed mengaku, dalam kegiatan pelatihan pengelolaan hutan yang dilaksanakan pada bulan Maret 2017, partisipasi perempuan dinilai masih minim, bahkan cenderung tidak ada. Mengingat kontribusi perempuan bagi pengembangan ekonomi keluarga dan desa melalui pengelolaan hutan dan pertanian sangat besar dan signifikan, maka ke depan, penguatan SDM melalui pelatihan-pelatihan berikutnya perlu memberi ruang yang lebih besar bagi mereka dan menyertakan juga pelatih atau pemateri yang memiliki perspektif gender dan sosial. Selain itu melibatkan mereka dalam setiap kegiatan proyek, tidak hanya berhenti di pelatihan semata.

Lebih jauh, Ibed mengatakan, di hari kedua kegiatan TRC, pihaknya melakukan Forum Gelar Diskusi dengan perangkat desa, pemuda dan kelompok perempuan di Desa Palok, adapun temuan penting antara lain:

“Pemuda desa dan kaum Bapak di Desa Palok mengungkapkan, bahwa selama ini peran Ibu-ibu sangat besar dalam pengelolaan hutan dengan berkebun, menanam padi dan ragam keterampilan lainnya. Perempuan bukan hanya mengurus pekerjaan rumah tangga, mereka juga berperan besar dalam mengola kebun dan pertanian. Pekerjaan berlapis yang lebih banyak ditanggung oleh perempuan. Maka kesadaran akan keadilan peran juga perlu didorong,” tegas Ibed.

Ibed juga mengaku, pernikahan dini masih meningkat, dan dampak narkoba cukup besar di desa-desa bagi pemuda dan perempuan. Karena itu, proses pemberdayaan untuk mereka perlu ditingkatkan dan dibangun jaringan yang lebih luas dengan pemerintah dan lembaga-lembaga setempat agar ruang gerak pemuda lebih kreatif dan dapat mengakomodir kebutuhan-kebutuhan yang mendukung pengetahuan dan keterampilan mereka.

“Perempuan sama sekali tidak mendapatkan informasi terkait kegiatan yang sedang dilaksanakan di desa, inilah dasar masalah yang harus kita cari jalan keluarnya bersama-sama, bukan dibiarkan atau memasrahkannya kembali pada perempuan,” timpal Ibed.

Tim Javlec dan TRC saat melakukan FGD di Desa Agusen (Foto: Ist)

Lebih lanjut, di hari yang sama TRC juga bergabung bersama Kabag Tata Pemerintahan, Sartika Mayasari, SSTP, MA dalam kegiatan sosialisasi penanganan Narkoba. Tika, sapaan akrab Mantan Camat Kota Blangkejeren tersebut turut memperkenalkan Tim Javlec dan TRC sebagai mitra kerjasama dalam penguatan pemuda dan perempuan, terutama dalam mengatasi narkoba yang kian marak di desa-desa di Gayo Lues. Selain itu, Tika juga salah satu pengurus di TRC.

Selain itu, malam harinya diskusi dilaksanakan di Desa Penggalangan yang dominan dihadiri oleh pemuda dan perangkat desa. Dalam kesempatan itu, Tika bersama timnya turut hadir menemani Javlec dan TRC guna mensosialisasikan Bank Sampah Seribu Bukit (BSSB) gagasan Tika kepada para pemuda.

“Kedepan perspektif (pola pikir) kita mengenai mata pencaharian harus diperkuat. Selama ini pemikiran menjadi pegawai sebagai tujuan utama harus diubah, mulai sekarang pemuda Gayo Lues harus menanamkan jiwa
Entreprenuer (Pengusaha),” ajak Tika semangat.

Sementara itu, esok harinya, TRC kembali melakukan wawancara mendalam dan FGD dengan Ibu-ibu, remaja perempuan serta Lansia di Desa Agusen

Ibed menjelaskan, ada beberapa temuan dari kegiatan monev di desa tersebut antara lain, bahwa akses perempuan, remaja perempuan dan lansia terhadap informasi terkait kegiatan-kegiatan di desa masih rendah, bahkan banyak yang tak tersentuh. Begitu juga dalam hal partisipasi mereka dalam setiap kegiatan-kegiatan produktif, penguatan kapasitas atau peningkatan pengetahuan-keterampilan.

“Perempuan, anak adalah kelompok paling rentan yang mengalami dampak kerusakan lingkungan karena kehidupan mereka lebih banyak bersentuhan dengan alam, mulai dari urusan rumah tangga, hal-hal yang diproduksi dan dikonsumsi, semua tak terlepas dari alam,” terang Ibed.

Dari hasil-hasil temuan yang dilakukan di 5 desa dampingan, Ibed berharap Javlec dalam programnya didukung para pemangku kebijakan di Gayo Lues perlu mendorong aparatur pemerintah desa dalam pelibatan perempuan, remaja dan lansia terkait pengelolaan hutan kolaboratif dan kegiatan-kegiatan apa pun yang berlangsung di desa.

Selanjutnya, perlu mendorong dana desa untuk mendukung kegiatan-kegiatan penguatan pengetahuan/keterampilan dan ekonomi perempuan serta pemuda, karena mereka semua adalah penggerak ekonomi rumah tangga dan desa sendiri, baik melalui perkebunan, sawah, ladang dan lain sebagainya.

Selain itu, perlu memperbanyak prosentase perempuan, pemuda dalam kegiatan-kegiatan proyek, terutama pada pelatihan berikutnya terkait rancangan bisnis dan ekowisata. Memproduksi pengetahuan terkait hutan yang lestari kepada anak-anak di sekolah patut pula menjadi perhatian.

Juga, pentingnya mensinerjikan kegiatan Javlec dengan kegitan-kegiatan yang ada sebelumnya dan yang sedang berlangsung di desa, terutama dalam hal memperjuangkan masyarakat yang adil gender dan inklusif.

“Misalnya, membangun kolaborasi kerja-kerja penguatan masyarakat dengan kelompok-kelompok yang sudah terbentuk sebelumnya, seperti kelompok bank sampah yang dirintis dan dikembangkan oleh Ibu Tika, Mantan Camat Blangkejeren, juga kelompok pemuda kreatif, BNN (penguatan remaja dalam penanganan narkoba), dan seterusnya,” harap Ibed.

Dan terakhir, perlu nantinya mendorong aparatur pemerintah setempat dan masyarakat tentang pentingnya partisipasi penuh perempuan, remaja dan lansia dalam kepengurusan kelembagaan perhutanan di desa yang sedang diproses izinnya, yang menduduki posisi-posisi strategis, tidak sebagai anggota saja. demikian Ibed. (Supri Ariu)

Comments

comments

No More Posts Available.

No more pages to load.