Oleh: Mahbub Fauzie*

Setiap perbuatan seorang Muslim termasuk pernikahan dalam ajaran agama Islam mengandung dua aspek sekaligus; yaitu aspek ibadah dan juga aspek muamalah. Mempunyai nilai ibadah, dikarenakan pernikahan merupakan salah satu perintah Allah Swt kepada hamba-Nya. Sedangkan berdimensi muamalah, karena berkaitan dengan hak orang lain sebagai makhluk sosial. Oleh sebab itu, diyakini pernikahan dalam pandangan Islam tidak lain merupakan upaya perwujudan habluminallah dan juga habluminannas.
Pemahaman dan keyakinan atas betapa mulianya ajaran Islam tentang pernikahan, hendaknya menjadi kesadaran bagi setiap pasangan suami isteri (pasutri) yang mencita-citakan kehidupan rumah tangga dan keluarganya bahagia dan harmonis. Dalam ajaran Islam dikenal dengan istilah keluarga yang sakinah mawadah warahmah (Samara). Selain itu, juga hal yang diniscayakan adalah cita-cita mewujudkan keluarga yang kokoh dan kuat merupakan dambaan setiap pasutri.
Oleh karena itu, perlu kiranya setiap pasutri mempunyai niat, tekad dan semangat kebersamaan dalam upaya membangun keluarga yang kuat dan kokoh lahir batin dalam kehidupan rumah tangganya. Jalinan kebersamaan, saling tentram-menentramkan, saling kasih-mengasihi dan saling sayang-menyayangi adalah upaya-upaya yang musti dijadikan fondasi dalam pengukuhan eksistensi hubungannya.
Untuk membangun pernikahan yang kokoh, Islam juga banyak memberikan tuntunan dan pelajaran. Dari referensi yang didapatkan, setidaknya ada 4 (empat) pilar yang menentukan sebuah keluarga akan kokoh atau rapuh. Pilar-pilar tersebut adalah Zawaj, Mitsaqan ghalizhan, mu’asyarah bil ma’ruf dan Musyawarah.
Pertama, zawaj yang berarti berpasangan; dalam istilah Islam, pergaulan dalam pernikahan disebut zawaj (berpasangan). Suami isteri itu laksana sepasang sayap yang bisa membuat seekor burung terbang tinggi untuk hidup dan mencari kehidupan. Keduanya penting, saling melengkapi, saling menopang satu sama lain dan saling kerjasama antara pasutri. Dalam ungkapan al-Qur’an, suami adalah pakaian isteri dan isteri adalah pakaian suami, sebagaimana diilustrasikan dalam Surah Al-Baqarah (2) ayat k87.
Jika pilar ‘berpasangan’ ini dipahami dalam pernikahan yang dibangunnya, tentunya pasutri musti menyadari betapa mereka harus saling menjaga keseimbangan dalam kehidupan rumah tangganya. Memaklumi kekurangan pasangannya dengan menghargaidan menghormati kelebihannya, baik isteri terhadap suami, maupun suami terhadap isteri. Insya Allah, fitrah ‘berpasangan’ dalam kehidupan rumah tangga yang seperti ini akan sangat indah dalam hari-harinya.
Selanjutnya, pilar kedua, Mitsaqan ghalizhan yang berarti janji yang kuat; suami istri sama-sama menghayati perkawinan sebagai ikatan yang kokoh sesuai tersurat dalam Al-Qur’an Surah An-Nisa (4) ayat 21. Dengan ikatan yang kuat dan kokoh, tentunya suami istri akan bisa saling menyangga seluruh sendi-sendi kehidupan rumah tangga. Keduanya diwajibkan menjaga ikatan ini dengan segala upaya yang dimiliki. Tidak bisa yang satu menjaga dengan erat, sementara yang lainnya melemahkan. Saling mengukuhkan, bukan saling menggerogoti.
Kemudian pilar yang ketiga, Mu’asyarah bil Ma’ruf atau Saling Memperlakukan Pasangannya dengan Baik. Ikatan pernikahan tentunya juga harus dipelihara oleh pasutri dengan cara saling memperlakukan pasangannya dengan baik dan patut, Al-Qur’an dalam Surah An-Nisa ayat 19 memerintahkan hal ini: “Wa’asyiruhunna bil ma’ruufi , dan bergaullah dengan mereka dengan cara yang baik.” Demikian Firman Allah Swt.
Seorang suami harus selalu berfikir, berupaya dan melakukan yang terbaik bagi dan untuk isteri. Demikian juga sebaliknya seorang isteripun musti berupaya yang sama untuk suaminya. Kata mu’asyarah bil ma’ruf adalah bentuk kata kesalingan sehingga perilaku berbuat baik harus bersifat timbal balik, yakni suami kepada isteri dan isteri kepada suami. Masing masing bercita-cita untuk menjadi ‘ orang nomor satu’ bagi pasangannya.
Keempat adalah pilar Musyawarah. Kata ini sudah pasti sangat mudah dimengerti dan dipahami. Pengelolaan rumah tangga terutama jika menghadapi persoalan atau problematika hendaknya harus diselesaikan bersama. Musyawarah adalah cara yang sehat untuk berkomunikasi, meminta masukan, menghormati pandangan dan pendapat pasangannya dan mengambil keputusan yang terbaik . Secara panjang lebar, Al-Qur’an dalam Surah Al-Baqarah (2) ayat 233 memberikan gambaran sebagai berikut:
“Para ibu hendaklah menyusukan anak-anaknya selama dua tahun penuh, Yaitu bagi yang ingin menyempurnakan penyusuan. dan kewajiban ayah memberi Makan dan pakaian kepada Para ibu dengan cara ma’ruf. seseorang tidak dibebani melainkan menurut kadar kesanggupannya. janganlah seorang ibu menderita kesengsaraan karena anaknya dan seorang ayah karena anaknya, dan warispun berkewajiban demikian. apabila keduanya ingin menyapih (sebelum dua tahun) dengan kerelaan keduanya dan permusyawaratan, Maka tidak ada dosa atas keduanya. dan jika kamu ingin anakmu disusukan oleh orang lain, Maka tidak ada dosa bagimu apabila kamu memberikan pembayaran menurut yang patut. bertakwalah kamu kepada Allah dan ketahuilah bahwa Allah Maha melihat apa yang kamu kerjakan” (QS. Al-Baqarah/2:233).
Demikianlah ulasan terkait dengan upaya-upaya yang perlu dilakukan oleh pasangan suami isteri jika ingin membangun pernikahan yang kokoh dan kuat dalam kehidupan rumah tangganya. Setidaknya ke-empat pilar yang telah dipaparkan di atas bisa ditanamkan dalam membagun pernikahan Anda. Sekadar ringkasan singkat, keempat pilar tersebut yakni: Pilar Berpasangan, Pilar Perjanjian yang Kokoh, Pilar Saling Bergaul dengan Cara yang Baik dan Pilar selalu Bermusyawarah. Insya Allah!
*Mahbub Fauzie adalah salah seorang pelayan masyarakat dari Kementerian Agama yang bertugas di KUA Kecamatan Linge Kabupaten Aceh Tengah.