TAKENGON-LintasGAYO.co : Menjawab lemahnya pola pikir usahawan di tanoh Gayo, owner Asa Coffee, Armiadi, kini membuka private Asa Entreprenuer School dengan program 6 bulan jadi pengusaha.
Menurut Armiadi, setiap peserta yang mengikuti private jadi pengusaha ini akan dibimbing hingga menjadi pengusaha, memiliki kepribadian, mental dan pola pikir pengusaha. “Pendaftaran dibuka mulai 2-8 Juli 2017, di Asa Coffee Takengon, sedangkan interview pada tanggal 9-17 Juli 2017. Kelas terbatas hanya untuk 12 orang,” jelas Armiadi.
Dijelaskan bagi yang ingin mendaftarkan diri harus melengkapi syarat, mengajukan CV, permohonan, pas photo warna seluruh badan, umur 18-35 tahun. “Biaya Rp. 500 ribu/bulan atau gratis dengan syarat lulus interview, pelatihan ini akan memadukan praktek dan teori,” katanya.
Lalu apa yang melatar belakangi pelaku usaha kopi ini membentuk sekolah khusus bagi pengusaha?. Armiadi menjawab, bahwa hak ini dilatarbelakangi pengalaman dan fakta, dimana seorang siswa tamat dari SMA, maka kebingungan akan terjadi. “Biasanya akan melanjutkan ke bangku perkuliahan tanpa jelas tujuannya. Begitu ada ijazah lalu apa, pasti mereka akan melamar pekerjaan. Setelah kuliah selama 4 tahun dan menghabiskan biaya lebih kurang 200 juta, akhirnya mereka melamar pekerjaan kepada orang lain, kasarnya mereka akan menjadi pembantu,” tegas Armiadi.
Alasan lain, banyak generasi muda saat ini yang bingung memulai usaha dari. Menurutnya, Perguruan Tinggi merupakan pabrik pengangguran, karena ketidakmampuan seseorang menjadi jati dirinya. “Coba berkaca pada diri sendiri, apa yang kita lakukan setelah kuliah, berharap kuliah selesai masalah juga selesai. Ternyata tidak, malah masalah baru saja dimulai. Mengarungi kehidupan nyata ternyata sulit. Saya sudah mengalaminya, hingga umur 40 tahun baru bisa menemukan jati diri,” kata Armiadi.
Dirinya tak mampu merubah kurikulum mulai dari sekolah hingga ke perguruan tinggi. Untuk itulah, sekolah entreprenuer ini dia dirika sebagai usaha membantu generasi muda Gayo menemukan jati diri dan melatih menjadi pengusaha. “Saya memang belum sukses, namun keinginan untuk berbagi ilmu sangat kuat karena keprihatinan terhadap kondisi generasi saat ini,” tandasnya. [Wein Mutuah]