Catatan : Ismail Baihaqi*
Batu Katak, begitulah nama kawasan yang terletak di sungai di kawasan pedalaman Aceh Timur yang banyak orang Gayo menyebutnya dengan wilayah Gayo Lokop Serbejadi.
Kawasan ini kini dibagi ke dalam 3 Kecamatan, salah satunya adalah Kecamatan Simpang Jernih. Menuju kawasan ini, harus melewati Kabupaten Aceh Tamiang jika ingin sampai ke ibukota Kecamatan.
Kecamatan Simpang Jernih suatu pemukiman yang dihuni mayoritas suku Gayo terdiri dari 5 desa, 3 desa diantaranya terletak jauh dari ibukota Kecamatan, melalui perjalanan sulit dan harus melalui kawasan sungai Batu Katak yang sempit dan deras.
Menuju 3 desa tersebut yakni Desa Melidi, Tampur Bur dan Tampur Paluh dibutuhkan waktu 2 jam dari ibukota kecamatan menaiki sebuah boat motor. Batu Katak dikenal warga setepat dengan kawasan yang angker sekaligus ngeri dilewati.
Hanya terdapat area seluas dua meter melewati Batu Katak, dengan aliran sungai deras dan dapat mengancam keselamatan penumpang boat jika tidak berhati-hati.
Jika musim hujan tiba, aliran sungai meluap. Pada 2012 pernah terjadi peristiwa naas di daerah ini. Boat yang ditumpangi rombongan guru yang tergabung dalam SM3T terbalik melewati kawasan batu katak. Kejadian tersebut merenggut nyawa.
Belum tersedia akses jalan untuk kenderaan darat mengharuskan masyarakat di 3 desa ini menggunakan jalur Batu Katak untuk keluar sari kampung mereka, walau untuk sekedar memasok kebutuhan pokok.
Seperti yang diceritakan salah seorang Bidan yang bertugas di kawasan ini, Maulidar Aini, pernah suatu ketika seorang warga hendak melahirkan pada malam hari dan membutuhkan pertolongan segera. Dengan terpaksa harus ditangani esok harinya, untuk dibawa ke luar kampung atau ke Puskesmas Simpang Jenih.
Tak pelak, banyak warga yang menggunakan jasa dukun kampung untuk mengobati berbagai jenis penyakit. Jauhnya sarana kesehatan mengharuskan warga menggunaka jasa dukun ini.
Begitulah sekilas penderitaan warga Gayo di 3 kampung Kecamatan simpang Jernih yang tersisolir.
*Wartawan LintasGayo.co
