Sistem Cut Back, Cara Hemat Budidaya Cabe

oleh

Catatan : Fathan Muhammad Taufiq *)

Umur tanaman cabe besar biasanya hanya bertahan antara 8 – 12 bulan dan setelah itu mulai mengering dan mati. Begitu juga produktivitasnya, semakin tua umur batang cabe, akan semakin berkurang produktivitas dan kualitas buahnya. Kalau kondisinya sudah demikian, iasanya petani kemudian mencabut batang-batang cabe yang sudah tidak produktif tersebut kemudian menggantinya dengan tanaman baru untuk kelanjutan usaha tani atau budidaya mereka.

Tapi jangan buru-buru untuk memusnahkan batang-batang cabe yang sudah tidak produktif itu, karena ternyata batang-batang cabe yang sudah tua itu masih bisa “dimudakan” dan diberdayakan kembali tanpa harus menanam bibit baru. Sebuah inovasi telah berhasil dicoba oleh para penyuluh pertanian di Balai Penyuluhan Pertanian (BPP) Linge. Di lahan percontohan BPP seluas hampir 2 hektar ini memang sudah lama dikelola dan dimanfaatkan untuk lahan budidaya cabe. Dari hasil budidaya cabe ini, Kepala BPP Linge, Safrin Zailani, sudah bisa membantu meningkatkan kesejahteraan para penyuluh pertanian yang dipimpinnya, apalagi dalam setahun terakhir, harga cabe cukup tinggi.

Dengan pola budidaya organik, Safrin dan kawan-kawan nyaris dapat menanam cabe sepanjang tahun, karena penggunaan material organik dalam budidaya cabe ternyata lebih resistan terhadap perubahan cuaca maupun serangan hama dan penyakit tanaman. Awal tahun 2016 yang lalu, para penyuluh ini kembali menanam cabe untuk yang kesekian kalinya, dan seperti sebelumnya, hasil yang mereka dapatkanpun sangat memuaskan, meskipun curah hujan selama tahun 2016 tergolong minim. Hasil panen yang lumayan bagus ditambah harga cabe yang terus melambung di pasaran, menjadi erkah tersendiri bagi Safrin dan kawan-kawan. “Pedas”nya harga cabe, justru terasa “manis” bagi para penyuluh itu, mereka dapat menikmati hasil panen cabe untuk meningkatkan kesejahteraan mereka. Wajar kalau akhirnya para penyuluh ini betah bertahan di BPP ini, karena kesjahteraan mereka sangat diperhatikan oleh pimpinan mereka.

Menjelang akhir tahun 2016, produktivitas tanaman cabe mereka mulai menurun setelah lebih 15 kali dipanen, merekapun sudah berencana untuk mengganti tanaman tua itu dengan tanaman baru. Tapi kemudian Safrin punya ide untuk mencoba sistem baru dalam budidaya cabe mereka tanpa harus menanam kembali bibit cabe baru. Ide itu muncul saat dia mengamati tanaman cabenya, meski daun dan rantingnya sudah mulai mengering, tapi Safrin melihat, batang cabe itu masih terlihat hijau dan perakarannyapun masih kuat. Dia kemudian menerapkan sistim “Cut Back”, yaitu memotong sebagian besar tanaman dan hanya menyisakan batang setinggi 10 – 15 cm dari permukaan tanah. Bekas potongan batang yang tersisa itu kemudian dia tutup dengan plastik, dan dia kembali memberikan pupuk dasar berupa pupuk organik cair olahan mereka sendiri pada lahan tersebut..

Tanpa dinyana, ide baru dari sang Kepala BPP menunjukkan hasil yang sangat bagus, sehingga para penyuluh yang selama ikut mengelola lahan cabe itupun semakin antusias dengan ide sang pimpinan. Dirangsang oleh pupuk dasar yang kembali diberikan pada lahan cabe itu, batang-batang cabe yang bekas dipotong itu mulai mengeluarkan tunas-tunas baru yang bertumbuhannya sangat cepat. Safirin dan kawan-kawan kemudian memilih 2 atau 3 tunas baru yang pertumbuhannya paling bagus untuk dipertahankan sebagai batang baru, sementara yang lainnya dibuang. Setelah tunas-tunas itu berubah menjadi batang baru dan mulai mengeluarkan cabang, kemudian mereka mulai memberikan pupuk susulan sebagaimana memberi pupuk pada tanaman baru.

Meski awalnya para penyuluh itu belum begitu yakin dengan ide dari Safrin, tapi setelah melihat pertumbuhan tanaman cabe hasil penerapan sistem cut back tersebut bisa tumbuh dengan sangat baik, akhirnya merekapun semakin yakin bahwa ide sang Kepala BPP itu layak diterapkan sebagai pola baru dalam budidaya cabe. Bahkan dengan sistem cut back yang diterapkan Safrin dan kawan-kawan itu, banyak keuntungan yang mereka dapatkan, khususnya dalam menghemat biaya produksi yang pada akhirnya akan memberikan keuntungan yang lebih besar bagi mereka. Dengan sistim cut back, ini, mereka tidak perlu lagi mengolah lahan, menyediakan dan menyemai bibit serta melakukan penanaman kembali, mereka cukup memberikan pupuk secukupnya dan melakukan perawatan tanaman. Dari sisi ini, wajar kalau kemudian mereka menyebut sistim baru budidaya cabe meerka itu dengan sebutan “Pahe” (Peket Hemat), karena dengan sistem cut back ini, mampu menekan biaya produksi sampai 70 persen.

Safrin dan kawan-kawan semakin terlhat bersemangat, karena hanya dalam waktu kurang lebih dua bulan, tanaman cabe dengan sistem cut back yang mereka uji coba ini sudah mulai berbuah. Buah cabe dengan bentuk dan kualitas yang masih sama persis dengan tanaman awalnya, menunjukkan bahwa sistem ini juga bisa mempertahankan sifat genetik tanaman. Dan menjelang akhir bulan Januari 2017, disaat harga cabe masih relatif tinggi, para penyuluh itu sudah bisa menikmati hasil panen dari ujicoba yang baru pertama kali mereka lakukan itu. Panen perdana itu memang belum banyak, hanya sekitar 200 kilogram cabe merah, tapi melihat masih banyaknya cabe hijau yang bergelantungan pada cabang-cabang tanaman serta bunga-bunga cabe yang terus bermunculan, mereka optimis, produktivitas tanaman cabe hasil cut back ini, tidak kalah dengan hasil dari penanaman dari bibit baru, bahkan dengan pemupukan dan perawatan intensif, bisa jadi produktivitasnya bisa lebih tinggi.

Cara “unik” yang di ujicobakan Safrin dan kawan-kawan itu, tak ayal akhirnya menarik perhatian para petani di sekitar lokasi BPP Linge. Setiap hari selalu saja ada petani atau rombongan kelompok tani yang ingin melihat sekaligus belajar langsung sistem baru budidaya cabe ini. Dan dengan senang hati, Safrin dan kawan-kawan akan membagikan ilmu “baru” mereka itu kepada para petani yang datang ketempat mereka, karena itu memang sudah menjadi tugas dan kewajibat yang melakat pada diri mereka selaku penyuluh pertanian.

Apa yang telah dilakukan Safrin, tentunya merupakan inovasi dan terobosan baru yang sangat menguntungkan jika diterapkan oleh para petani. Dengan menekan biaya produksi, tentu usaha tani cabe semacam ini akan mampu memberikan penghasilan yang lebih tinggi bagi para petani. Kini selain, mempersilahkan para petani untuk melihat dan belajar langsung tentang sistem cut back ini, para penyuluh itu juga mulai mensosialisasikan “temuan” mereka itu kepada para petani binaan mereka. Selain fokus pada kegiatan Upsus Pajale (Padi, Jagung dan Kedele), salah satu komoditi yang menjadi prioritas dalam pembinaan dan penyuluhan yang dilakukan oleh para penyuluh pertanian di kecamatan Linge ini adalah komoditi cabe. Bukan tanpa alasan, kalau mereka fokus pada komoditi ini, karena selama ini harga cabe di daerah ini relative stabil dan cukup tinggi, ini bisa jadi potensi untuk meningkatkan kesejahteraan petani disana.

Apa yang telah dilakukan oleh Safrin, mungkin hanya sebuah inovasi sederhana, tapi sangat bermanfaat bagi para penyuluh dan juga petani yang selama ini menjadi binaan mereka. Salut buat Safrin Zailani, penyuluh muda yang selama ini memang dikenal kreatif dan inovatif, seorang penyuluh yang tidak hanya mampu menyuluh tapi sekaligus memberikan contoh bagaimana meningkatkan kesejahteraan melalui aktifitas usaha tani. Sosok inspiratif yang bisa jadi motivasi dan inspirasi bagi siapa saja.

*) Fathan Muhammad Taufiq, Kasi Metoda dan Informasi Penyuluhan Pertanian, Dinas Pertanian Kabupaten Aceh Tengah

Comments

comments

No More Posts Available.

No more pages to load.