Jakarta-LintasGayo.co : Proses pemilihan umum kepala daerah (pemilukada) telah berlangsung di Gayo. Tak lama, masyarakat akan memilih bupati dan wakil bupati. “Kedewasaan berpolitik masih kurang di Gayo, khususnya di Takengon dan Bener Meriah,” kata Dr. Subahi Idris di Jakarta, Senin (23/1/2017).
Kurangnya kedewasaan itu, jelas sekretaris Kopertis Jawa Barat-Banten itu, dapat dilihat dari cara menyikapi perbedaan pilihan. “Mera renye gere besiceraken. Ara si gere besitikturunen pe ne. Kite pe si ulak ari ranto ku Gayo, murasan ne. Beluh kuso, nge len tanggapen ini. Beluh kini, nge len kekire ni so. Pedehal, kite ke biasa. Milih pe gere (Mau terus tidak saling sapa. Bahkan, ada yang sampai tidak saling bersilaturrahmi. Masyarakat Gayo perantauan yang pulang ke Gayo pun ikut merasakannya. Silaturrahmi ke calon tertentu, ditanggapi berbeda sama calon yang lain. Sebaliknya, silaturrahmi ke calon yang lain, pikiran calon yang lain sudah lain lagi. Pahadal, kita biasa saja [kenal dan punya hubungan baik sama semua calon). Memilih juga nggak),” sebutnya.
Hal tersebut, sebutnya, sudah barang tentu menciptakan kerenggangan sosial di tengah-tengah masyarakat. Bahkan, merusak sistem nilai yang sudah bagus yang dimiliki masyarakat Gayo. Oleh karena itu, sarannya, pengurus partai, elit politik, anggota legislatif, calon bupati dan calon wakil bupati, ulama, umara, akademisi, lembaga swadaya masyarakat, dan mahasiswa harus memberikan pendidikan politik yang sehat, cerdas, bijak, beradab, dan berketauladanan kepada masyarakat. Lebih-lebih, masyarakat yang ada di tataran akar rumput (grass root).
“Beda pilihan itu biasa, karena masing-masing punya pertimbangan terkait rekam jejak (track record) calon, visi misi, dan program dibuat calon. Perbedaan itu harus dihargai. Enti empat kena beda pilihen, renye gere besiceraken, gere besitikturunen,” tegasnya.
(AF)