Oleh Husaini Muzakir Algayoni*
ISLAM adalah agama universal, indah, damai, membawa kesejukan dan membawa rahmat bagi seluruh umat manusia, begitulah makna dari Islam yang sering kita dengar maupun kita baca dari buku-buku yang berasal dari berbagai macam referensi baik itu ditulis oleh kalangan oksidentalis maupun orientalis.
Ajaran-ajaran yang ada dalam agama Islam menjawab seluruh aspek kehidupan di dunia ini, tak ada yang tak bisa dijawab oleh agama Islam. Misalnya saja, ketika ada kesenjangan sosial dan ketidakadilan maka Islam menjawab persoalan tersebut dengan apa yang disebut ‘Teologi Pembebasan’, Islam sebagai agama yang membawa rahmat bagi seluruh umat manusia, baik itu untuk agama Budha, Hindu, Kristen dan agama-agama lainnya. Sebagaimana pernyataan Guru Besar UIN Ar-Raniry, Prof Dr Yusny Saby MA mengatakan bahwa misi Kenabian Muhammad saw adalah menjadikan Islam sebagai rahmatan lil ‘alamin. Dengan demikian ketika ada konflik, ajaran agamalah yang mendamaikannya dan ketika damai agamalah yang merawatnya.” (Serambi, 10/12/2016). Oleh karena itu, ketika seseorang paham agama maka dalam menyelesaikan suatu konflik maka ia tidak akan mengeluarkan kata-kata cacian, menghina bahkan membenci tetapi yang dilakukan umat Islam yang paham beragama ialah dengan mengajak berdiskusi dari seluruh elemen yang terkait, menghadirkan kesejukan dan selalu mengeluarkan kata-kata santun penuh hikmah karena Islam tidak mengajarkan mengeluarkan kata-kata sinis yang penuh dengan nada-nada provokasi.
Pemahaman Islam yang begitu universal tapi amat disayangkan sebahagian pemeluknya yang mengaku agama Islam tapi tidak paham apa itu Islam, sehingga agama Islam yang begitu indah dan damai yang membawa kesejukan dengan mudahnya dihancurkan oleh umat Islam itu sendiri karena lemahnya landasan ilmu pengetahuan serta wawasan keislaman yang ada pada tubuh sebahagian umat Islam, masih tersimpannya pemikiran-pemikiran jumud yang tak mau berkreatifitas dalam berpikir padahal Islam adalah agama yang sangat apresiasif terhadap ilmu pengetahuan.
Pemahaman yang sempit terhadap agama Islam sehingga melahirkan sikap taqlid dan fanatisme bukan hanya itu kepolosan dan kedangkalan berpikir menyebabkan dengan mudahnya umat Islam diajak untuk memprovokasi kelompok lain, membenci karena ada perbedaan, menebar fitnah tanpa ada bukti sehingga terjadilah kekacauan, perpecahan dan permusuhan antar umat Islam itu sendiri maupun dengan pemeluk agama lain.
Islam agama yang indah dan damai mengajarkan bagi pemeluknya hidup berdampingan dengan pemeluk agama lain tanpa ada rasa benci, ini telah dipraktekkan oleh Rasulullah saw ketika beliau hidup di Madinah yang berdampingan dengan pemeluk agama Yahudi tanpa ada gesekan antar agama, oleh karena itu Madinah pada masa silam kota penuh dengan kedamaian, kesejukan karena mempunyai pemahaman agama yang kuat sehingga Madinah disebut dengan kota “Al-Madinatul Fadhilah” (Kota Utama), yang mana kota utama ini terjamin kebahagiaan yang hanya dicapai dengan jalan-jalan mulia. Di Madinah Rasulullah telah mengajarkan pentingnya pluralitas umat beragama namun masalah pluralitas ini bagi yang mempunyai pemahaman agama yang sempit serta kejumudan dalam berpikir maka memandang pemeluk agama lain merupakan musuh yang perlu dimusnahkan dan dimarjinalkan dalam kehidupan sosial.
Toleransi antar Umat Beragama
Indonesia adalah negeri yang majemuk dengan mempunyai berbagai macam suku dan bahasa, mulai dari Sabang sampai Merauke adalah Indonesia walaupun berbeda-beda namun disatukan dengan bahasa dan bangsa yang bernama Indonesia, itulah Indonesia yang mempunyai heterogenitas budaya. Bukan hanya itu, dari segi keagamaan juga; Indonesia mempunyai berbagai macam agama seperti agama yang pemeluknya mayoritas yaitu Islam dan agama lain ada Kristen, Hindu Budha dan Kong Hucu.
Oleh karena itu, seluruh rakyat Indonesia diharapkan untuk menjaga kerukunan antar umat beragama sehingga tidak ada kekerasan dan diskriminasi agama dalam kehidupan berbangsa, untuk menghindari hal tersebu pemerintah mengeluarkan kebijakan yang disebut dengan “Trilogi Kerukunan Agama”, yakni: Kerukunan intern umat beragama, Kerukunan antar umat beragama dan, Kerukunan antara umat beragama dengan Pemerintah. Dalam masalah kerukunan antar umat beragama perlulah adanya kecerdasan dalam menghargai perbedaan sehingga kedamaian dan ketentraman dalam hidup berbangsa bisa terwujud dengan baik.
Kita semua sepakat bahwasannya toleransi itu mempunyai batasan, jadi tidak semua bidang bisa kita toleransi. Jika semua bidang kita toleransi maka itu adalah sesuatu yang salah kaprah dalam bertoleransi. Khususnya dalam bidang aqidah, masalah aqidah ini tidak ada kata toleransi karena ini adalah masalah keyakinan dan kita sebagai umat Islam wajib mempertahankan aqidah masing-masing. Maksud dari toleransi antar umat beragama disini ialah masalah kehidupan sosial, masalah kehidupan sosial merupakan bagian yang penting dalam kehidupan Islam, karena Islam merupakan agama yang peduli terhadap kehidupan sosial. Bagaimana baginda Nabi besar Muhammad saw, memancarkan keteladan yang baik bukan hanya kepada umat Islam namun juga kepada non-Muslim sehingga orang-orang non-Muslim tersentuh hatinya atas kebaikan Nabi besar Muhmmad saw. Apa yang telah di praktekkan oleh Rasulullah saw, kini telah hilang dalam kehidupan sebahagian umat Islam karena lebih mementingkan kesholehan pribadi daripada kesholehan sosial sehingga rasa kebersamaan sesama umat manusia itu telah hilang lantaran kurangnya pemahaman toleransi Islam antar umat beragama. Seorang novelis ternama Indonesia Habiburrahman El-Shirazy dalam novelnya yang berjudul “Ayat-Ayat Cinta 2”, dalam novel ini beliau menulis kehidupan Fahri yang hidup bertetangga dengan pemeluk agama lain dengan menunjukkan sikap yang baik dan menjunjung tinggi nilai-nilai etika Islam walaupun Fahri dituduh sebagai seorang teroris namun Fahri tetap sabar menghadapi mereka. Kemudian apa yang terjadi setelah itu mereka yang bukan beragama non-Islam begitu mengagumi kepribadian seorang Fahri yang beragama Islam karena mempunyai akhlak dan sikap yang baik terhadap tetangganya yang bukan Islam. Disini Fahri menggambarkan bagaimana Toleransi Islam yang sesungguhnya, oleh karena itu sebagai umat Islam harus memberi contoh kepada umat yang lain dengan apa yang telah diajarkan oleh agama Islam bahwa pemeluk agama Islam harus memperhatikan yang namanya kesholehan sosial antar umat beragama.
Beragama Secara Dewasa
Jalan menuju kesatuan umat beragama sehingga tidak terjadi kekerasan dan diskriminasi sikap pluralitas setiap umat beragama haruslah dijunjung tinggi dengan baik dan tentunya juga mengedepankan sikap beragama secara dewasa bukan sikap beragama secara emosi dan hawa nafsu. Agama seharusnya menjadi pencerahan bagi pemeluknya bagi yang memahami peran dari agama itu sendiri, namun adakalanya juga agama dibela mati-matian, tetapi lain kali agama diposisikan sebagai sumber konflik dan alat legitimasi kekuasaan. Pendeknya agama lalu tidak menjadi sumber pencerahan, demikian kata Prof. Dr. Komaruddin Hidayat (Mantan Rektor UIN Syarif Hidayatullah Jakarta). Oleh karena itu kata beliau, agar pemahaman agama membawa kecerahan maka pendekatan filsafat perlu dikembangkan. Masih adanya ketegangan antar umat beragama dan kurangnya sikap toleransi karena masih minimnya kajian filsafat secara keseluruhan dilembaga-lembaga pendidikan.
Islam adalah agama yang indah dan damai dengan adanya sikap toleransi antar umat beragama yang telah diajarkan agama Islam bisa membawa persatuan dan kesatuaan antar umat beragama di Indonesia tercinta ini.[]
*Penulis: Alumni Ponpes Nurul Islam Belang Rakal, Bener Meriah. Mahasiswa Aqidah dan Filsafat Islam, Fakultas Ushuluddin dan Filsafat UIN Ar-Raniry.