Catatan Win Wan Nur
TINGGAL di Bali, sudah pasti setiap tahun ada puluhan konser musik yang saya dan anak saya Qien Mattane Lao saksikan. Tapi anak saya baru sekali menyaksikan sajian musik Gayo, waktu Fikar W. Eda bersama grup Rangkaian Bunga Kopi melakukan tur di Bali. Anak saya sangat suka.
Untuk konser musik yang lain, berbagai konser artis dan band nasional dan Internasional sudah dia saksikan. Sebut saja dia sudah pernah menyaksikan penampilan langsung Agnes Monica, Mulan Jameela, Raisa, Elfa’s Singers, Saharani dan lain-lain. Band, mulai dari Superman is Dead, Navicula dan lain-lain sudah pernah dia saksikan secara langsung.
Untuk artis Internasional, kami sudah pernah menonton konser Anggun, China’s Men dan beberapa grup musik lain asal Eropa.
Tapi belum pernah saya melihat anak saya sebegitu seriusnya menonton konser dibandingkan dengan konser Launching Album baru Ervan Ceh Kul di Gedung Olah Seni (GOS) Takengen, Sabtu malam, 24 Desember 2016.
Sajian lagu dengan alat musik modern dipadukan dengan instrumen lokal dan tepukan tangan khas Gayo diselingi dengan tari guel dan tari-tari lain yang dimainkan perempuan benar-benar memukau anak saya. Sampai-sampai dia rela membeli dua keping DVD asli dengan uangnya sendiri hasil dari royalti buku “10 Hari Menjelajah Eropa # Travel Diary Ipak Gayo” yang dia tulis.
Bukan cuma itu, anak saya bersama sepupunya Naura yang dikenal karena tahun lalu meraih peringkat ketiga dalam ajang pencarian bakat Idola Cilik di RCTI. Rela menunggu sampai jam 2 pagi untuk dapat berfoto bersama dengan Ervan. Itu karena dia memang sebegitu senangnya menyaksikan konser ini.
Saya sendiri, jujur saja sampai usia saya yang sudah menyentuh angka 42. Inilah konser Gayo terbaik yang pernah saya saksikan.
Di konser yang dibuka oleh Band Trapesium asal Bener M eriah ini saya benar-benar terpukau dengan sajian musik yang memadukan antara musik modern dan unsur tradisional Gayo ini. Sajian ini mengingatkan saya pada “Nightwish” band asal Finlandia, band favorit saya yang dikomandani oleh Tuomas Holopainen yang pada album terakhirnya yang salah satunya bisa dilihat pada single “Élan” yang memadukan antara musik modern dengan tradisional. Yang membedakannya, pada Nightwish, suara distorsi gitarnya lebih bernuansa Heavy Metal ala Metallica dan dinyanyikan oleh penyanyi perempuan.
Tapi memang tak ada gading yang tak retak, sajian musik yang seharusnya nyaris sempurna ini suasananya sedikit rusak ketika Ir. Tagore Abubakar yang dipercaya oleh panitia untuk membuka acara malah menggunakan kesempatan itu untuk menyerang Plt. Bupati Aceh Tengah yang tidak dapat hadir. Meskipun pidato Tagore banyak mendapat tepukan tangan, tapi saya perhatikan tidak sedikit pula yang merasa tidak nyaman. Apalagi ada banyak anak-anak yang malam itu ada di dalam ruangan. Tidak heran kalau kemudian sehabis pidato itu, ada beberapa penonton yang memilih pulang.
Dan selain itu, ada dua hal lagi yang patut disayangkan tapi ini sama sekali tidak ada kaitannya dengan kinerja panitia. Ini adalah berkaitan dengan perilaku penonton yang tanpa beban merokok dalam ruangan sehingga gedung menjadi pengap dan yang masalah yang paling krusial adalah Gedung GOS sendiri yang dijadikan tempat penyelenggaraan konser ini.
Ya, sayang sekali, sajian musik dengan kreatifitas kelas dunia seperti ini harus diselenggarakan di Gedung GOS yang merupakan gedung pertunjukan terbaik di seluruh dataran tinggi Gayo. Yang sayangnya sebenarnya hanya cocok untuk gedung pertunjukan kelas kecamatan.
Melihat kreatifitas seniman Gayo yang sedahsyat ini, idealnya pemerintah Kabupaten Aceh Tengah atau salah satu kabupaten di Gayo memikirkan satu gedung pertunjukan yang representatif. Karena yang ini sebenarnya adalah salah satu magnet yang bisa digunakan untuk menarik kunjungan wisatawan dari luar.
Tapi sayangnya pemerintah di Gayo tampaknya sama sekali tidak melihat adanya urgensi ini. Bahkan lebih ironis lagi, kita bahkan tidak melihat satupun dari sekian banyak kandidat bupati yang akan bertarung di Pilkada nanti yang dalam visi dan misinya menyinggung persoalan ini.[]