Pengayuh Perahu Kayu itu Ternyata…?

oleh

Catatan: Fathan Muhammad Taufiq*

Sekda Aceh Tengah, Karimansyah. I
Sekda Aceh Tengah, Karimansyah. I

Hari Minggu pagi (4/12/2016) cuaca di seputaran kota Takengon tidak begitu cerah, kabut masih menyelimuti kota yang dikelilingi perbukitan itu, semalaman kota ini memang diguyur hujan, nyaris tidak berkenti sepanjang malam sampai menjelang pagi. Udara dinginpun masih menyeruak di setiap penjuru kota, bahkan terasa menusuk-nusuk tulang karena suhu yang nyaris mencapai 16 derajat Celcius. Namun kesibukan pagi di sekitar Danau Laut Tawar yang berada persis di pinggiran kota Takengon, tetap berjalan seperti biasa, para nelayan mulai beranjak ketepian setelah semalaman mencari nafkah dengan menebar jala atau memasang jaring untuk menangkap ikan yang ada di danau itu.

Keceriaan terlihat dari wajah-wajah para nelayan pagi itu, hasil tangkapan malam ini lumayan bagus, usai menambatkan perahu mereka di tepi danau, mereka tersenyum kecil sambil menenteng ember yang berisi penuh ikan mujahir, ikan mas dan beberapa jenis ikan spesifik Danau Laut Tawar lainnya. Di benak mereka sudah terbayang lembaran-lembaran rupiah ketika ikan-ikan itu berpindah tangan kepada pedagang ikan keliling atau konsumen yang memang selalu menunggu kedatangan mereka di pinggir danau untuk memperoleh ikan segar.

Di salah satu sudut danau, ada sebuah pemandangan yang sedikit “berbeda”, seorang laki-laki paruh baya berperawakan tinggi dan agak kurus, dengan balutan sweater terlihat sedang mendayung sebuah perahu kecil. Dilihat dari penampilannya, sudah bisa dipastikan dia bukan seorang nelayan biasa, karena pakaian yang dikenakannya terlihat rapi dan “necis”, tidak seperti nelayan-nelayan lainnya. Meski begitu, laki-laki itu terlihat begitu mahir memainkan dayung yang dipegangnya untuk “menggiring” perahunya ke tepian danau. Di badan perahu kayu itu, terserak beberapa jenis ikan khas tangkapan di danau kebanggaan masyarakat Gayo, lumayan banyak ikan yang masih menggelepar seakan ingin melepaskan diri dari cekungan perahu kayu itu.

Senyumpun mengembang dari mulut laki-laki ini, karena hari ini dia akan bisa menikmati ikan segar hasil tangkapan sendiri setelah sore sebelumnya dia membentangkan jaring ikan di tengah danau. Tentu berbeda nuansanya mendapatkan ikan dengan cara menagkap sendiri, meski dia sangat mampu untuk membelinya.

“Alhamdulillah, cukup untuk lauk keluarga hari ini,” begitu yang terbetik dalam benaknya.

Laki-laki pengayuh perahu itu memang bukan nelayan biasa, dan memang hanya sesekali saja dia “melaut” ketika punya waktu senggang, karena kesibukannya sangat luar biasa. Lahir dan dibesarkan di sebuah kampung yang tepat berada di bibir danau, membuatnya terbiasa mengayuh perahu kecil untuk memasang jarring ikan atau yang oleh masyarakat setempat dikenal dengan nama “doran”, Ada kalanya dia juga membawa jala, dan dengan berdiri di atas perahu kecil, dia juga tidak terlihat canggung untuk menebarkan jalanya. Baginya, menangkap ikan di danau sudah seperti mendarah daging dalam hidupnya, sehingga begitu sulit dia untuk meninggalkannya, meski sekarang harus berbagi waktu dengan kesibukannya. Itu sejalan dengan keseharian laki-laki yang selalu tampil bersahaja ini, kesederhanaan sepertinya sudah terpatri dalam kehidupannya.

Ketika perahu itu itu kemudian merapat di pinggir danau, banyak mata yang kemudian terbelalak melihat sosok yang baru turun dari perahu kecil itu, karena dia ternyata bukan orang sembarangan. Di Kabupaten Aceh Tengah, laki-laki ini merupakan orang pertama yang mengendalikan jalannya birokrasi pemerintahan di kabupaten penghasil kopi arabika itu. Karimansyah Idris, nama laki-laki bersahaja itu, saat ini memang dipercayakan menjabat sebagai Sekretaris Daerah (Sekda) Kabupaten Aceh Tengah, sebuah jabatan penting yang hanya mampu digapai oleh orang-orang yang punya kapasitas mumpuni serta memilki pengetahuan dan skill yang bisa di andalkan.

Karimansyah lahir dari keluarga petani di desa Lot Kala, Kebayakan, sebuah desa yang berada di bibir Danau Laut Tawar pada tanggal 28 Juli 1962 yang lalu. Meniti karir sebagai pegawai negeri sipil sejak tahun 1985 yang lalu, setamatnya dari Akademi Pemerintahan Dalam Negeri (APDN). Berbekal ijazah sarjana muda dari APDN, Karimansyah memulai karirnya dari bawah, sebagai staf di lingkungan kantor kecamatan Kota. Dan sejalan dengan berjalannya waktu, karirnya semakin meningkat, setelah di”tarik” ke lingkungan Sekretariat Daerah, berbagai jabatan mulai dari eselon terndah sampai ke “puncak”nya kemudian sempat dijabtanya. Pernah menjabat sebagai seorang Camat, Karimansyah yang kemudian mampu meraih gelar Sarjana Ekonomi dan Magister Manajemen disela-sela kesibukannya bekerja, kemudian dipercaya sebagai Sekretaris DPRD setempat. Berkat kemampuannya di bidang administrasi pemerintahan yang beliau dapatkan dari pengalaman bekerja dan banyak membaca berbagai referensi, akhirnya beliau dipercayakan menjabat sebagai Asisten Administrasi Pemerintahan atau Asisten II, jabatan yang beliau pegang hampir selama 10 tahun.

Dan kurang lebih setahun yang lalu, tepatnya pada bulan Agustus 2015, posisi sebagai orang nomor 2 di kabupaten Aceh Tengah, setelah Bupati/Wakil Bupati, resmi dipercayakan kepadanya. Dari kemampuan dan pengalamannya, jabatan tersebut memang sangat layak diserahkan kepada beliau, ketelitiannya di bidang administrasi dan pengalamannya di bidang pemerintahan saat memegang berbagai jabatan sebelumnya, menjadi modal utama bagi beliau untuk mengemban amanah pada jabatan barunya itu. Meski dari segi beban kerja dan tanggung jawab, terjadi peningkatan signifikan, namun itu bukan masalah bagi beliau, karena beliau memang punya kapasitas untuk itu dan beliau dikenal sebagai seorang pekerja yang sangat ulet dan disiplin.

Yang kemudian jadi “masalah” bagi beliau adalah semakin terbatasnya waktu luang untuk menyalurkan hobinya. Tidak seperti kebanyakan pejabat yang punya hobi olah raga elit seperti main golf atau tenis, pak Karimansyah punya hobi “unik” dan terkesan sangat merakyat yaitu bertani dan sesekali turun ke danau untuk mejaring atau menjala ikan. Keterbatasan waktu luang sejak beliau menjabat sebagai Sekda, tentu saja membuatnya tidak bisa optimal menyalurkan hobinya itu. Dan kesempatan merawat kebun kopi dan duriannya pun semakin berkurang, begitu juga aktifitasnya menangkap ikan di danau juga hanya bisa beliau lakukukan sesekali saja. Itu yang sering membuat beliau pusing, karena jiwanya seakan hanya bisa “lepas” dari berbagai beban ketika bisa menikmati pemandangan kebun kopi atau mengayuh perahu di tengah danau. Meski jabatan penting sekarang beliau sandang, tetap saja hobi yang sudah tertanam sejak kecil itu tak bisa beliau lepaskan begitu saja.

Kebijakan Bupati Aceh Tengah yang kemudian memberlakukan 5 hari kerja dari sebelumnya 6 hari kerja dalam seminggu sejak 1 Desember 2016 yang lalu, seakan menjadi “angin segar” bagi pak Karimansyah. Meski beban tugas dan tanggung jawabnya sama sekali tidak berkurang, tapi setidaknya dengan adanya libur dua hari di akhir pekan, beliau bisa kembali menyalurkan hobinya. Dan itu terlihat pada minggu pagi kemarin, tanpa dibebani atribut jabatannya, beliau dengan santainya bisa memasang doran dan melemparkan jala ke tengah danau yang berair sejuk itu. Dan layaknya nelayan profesional, kayuhan perahu pak Karimansyah tidak pernah sia-sia. Beliau selalu bisa membawa pulang ikan-ikan segar hasil tangkapannya, karena “ilmu” dan keterampilan itu memang sudah beliau masih kecil, jauh seelum beliau menyandang berbagai jabatan.

Karimansyah PerahuKembali dari danau, beliau juga tidak segan-segan untuk membersihkan ikan-ikan tersebut sendiri, karena beliau memang bukan tipe pejabat yang suka main suruh atau main perintah, beliau akan mengerjakan sendiri apa yang bisa dikerjakannya, apalagi yang terkait dengan urusan pribadinya. Usai membersihkan ikan, biasanya beliau akan melanjutkan aktifitasnya di kebun kopi yang kebetulan tidak begitu jauh dari kediamannya. Dengan “pakaian kebun”, beliau nyaris menanggalkan semua atribut jabatannya. Meninggalkan ballpoint dan menggantinya dengan cangkul dan parang, bercengkerama dengan para petani yang menjadi “tetangga kebun”nya, menikmati makan siang dengan menu sederhana di tengah rerimbunan pohon kopi, duduk beralaskan tanah sambil menikmati kopi, seakan menjadi kebahagiaan tersendiri bagi beliau yang tidak bisa tergantikan dengan apapun. Namun justru kesederhanaan beliau itulah yang membuat semua orang merasa segan dan sangat hormat kepada beliau.

Benar-benar sosok pejabat yang mungkin sangat langka kita temui di negeri ini, memegang jabatan penting, namun tetap mempertahankan keederhanaannya. Dan itu hanya didapatkan pada diri seorang Karimansyah, sosok pejabat yang begitu bersahaja dan merakyat. Benar-benar hanya bekerja untuk rakyat, tanpa meninggalkan identitas sebagai bagian dari rakyat, sosok yang layak untuk diteladani dan menjadi inspirasi bagi siapapun. []

Comments

comments

No More Posts Available.

No more pages to load.