Oleh : Dr. Johansyah, MA*
Surga dan neraka adalah dua kosa kata kontradiktif yang sudah kita kenal sejak kecil. Saya masih ingat dulu, kalau bertingkah atau berperilaku kurang baik, maka orangtua sering bilang ‘jangan nak, nanti masuk neraka, apa tidak takut?’. Atau ketika melakukan kebaikan; gemar belajar, mengaji, dan rajin shalat, lalu orangtua bilang ‘bagus, nanti kalian masuk surga’.
Islam dengan doktrin eskatologis yang begitu fundamental, memang menjanjikan kedua tempat ini menjadi terminal akhir bagi mereka yang berbuat baik dan jahat di dunia. Orang yang melakukan banyak amal saleh maka akan ditempatkan di surga, sedangkan orang yang melakukan banyak kejahatan akan dilempar ke neraka.
Surga identik dengan kesenangan tanpa batas, dan neraka identik dengan siksaan yang begitu pedih sesuai dengan tingkat kejahatan yang dilakukan seseorang. Karena belum sampai ke sana, tentu kita hanya bisa menghayal dengan ukuran-ukuran yang sudah pernah kita rasakan. Padahal kenikmatan dan siksaan itu tidaklah seperti yang kita rasakan.
Lalu dapatkah orang merasakan surga dan neraka di dunia? Jawabannya tentu ya. Mengapa? Ketahuilah surga adalah simbul kenikmatan tanpa batas, dan kenikmatan itu lahir dari kebaikan yang dilakukan seseorang. Demikian halnya dengan neraka sebagai simbul kesusahan dan siksaan. Siksaan batin itu bersumber dari kejahatan yang dilakukan seseorang.
Untuk itu, sebenarnya setiap orang akan merasakan berada dalam surga dunia ketika dia melakukan kebaikan. Surga dunia adalah kebahagian batin yang tak terhingga, ada perasaan puas ketika orang melakukan setiap kebaikan. Seseorang sangat senang ketika dia mampu melaksanakan ibadah mahdhah sesuai syari’at; disiplin dan konsisten dalam shalat lima waktu, puasa di bulan ramadhan, membayar zakat dan bersedekah dari kelebihan harta yang dimiliki, serta mampu naik haji. Seseorang juga akan merasakan lapang hati setelah mampu memaksimalkan ibadah sosial; menolong, mengapresiasi orang lain, gotong royong, adil, ramah, memaafkan kesalan orang lain, serta perilaku kebaikan lainnya. Setiap kebaikan yang dilakukannya akan menghadirkan kebahagiaan tanpa batas, itulah yang namanya surga dunia.
Surga dunia bukanlah kenikmatan semu yang dirasakan seseorang. Surga dunia bukanlah kebahagiaan sesaat yang bahkan identik dengan perbuatan maksiat. Sebagian orang mungkin menganggap bermesraan dengan sang kekasih merupakan surga dunia. Atau pecandu narkoba mengganggap surga ketika dia sedang menikmati barang haram yang membuatnya berhalusinasi, seolah bebas dari beban masalah. Nikmat memang, tapi sayang sangat sekejap karena setelah itu yang muncul kemudian adalah rasa gelisah, resah, dan tidak ada ketetapan hati. Jadi itu bukan surga dunia.
Bagi orang yang tidak beriman dan tidak meyakini adanya akhirat, surga adalah kenikmatan dunia dengan beragam coraknya. Para materialis akan mengumpulkan banyak kekayaan karena menurut mereka inilah surga. Orang yang ambisius kekuasaan menganggap bahwa berkuasa seumur hidup atas selama mungkin, itulah surga yang membuat batinnya puas. Orang yang gemar wanita, menganggap surga ketika dia dapat memiliki banyak wanita yang mengelilingi dan melayaninya.
Bahkan surga dunia seperti ini pada hakikatnya merupakan neraka dunia, yaitu setiap perbuatan buruk yang dilakukan seseorang, apakah untuk dirinya, terlebih lagi kepada orang lain. Tidak ada kata bahagia dalam kamus seorang pencuri. Kalaupun dia sukses membobol ATM Bank dan menggunakannya untuk menikmati kesenangan dunia, sesungguhnya batinnya selalu tersiksa dan terpenjara. Sama halnya dengan koruptor yang ketika berhasil menggelapkan uang negara dan digunakan untuk memperkaya pribadi, sesungguhnya dia tidak pernah mendapatkan kedamaian, akan terus dihantui rasa dosa dan bersalah akibat perbuatan buruk yang dia lakukan.
Ibarat Jembatan
Setiap perbuatan manusia pada hakikatnya ibarat jembatan yang dibangun oleh pelakunya menuju ke pulau seberang (surga atau neraka). Orang yang melakukan amal saleh dan menebar kebaikan di mana pun berada, itu adalah orang yang membangun jembatan menuju surga sesungguhnya. Sedangkan mereka yang melakukan kejahatan adalah orang yang merakit jembatan menuju neraka sesungguhnya. Dengan ungkapan lain, setiap perbuatan yang dilakukan manusia akan mendekatkannya pada surga atau neraka.
Hidup ini merupakan rangkaian ujian demi ujian. Allah ingin melihat siapa di antara hamba-Nya yang paling baik amalnya. Siapa hamba yang patuh terhadap perintah-Nya dan siapa hamba yang membangkang perintah-Nya? Masing-masing mereka nanti akan mendapat posisi dan kedudukan di akhirat sesuai dengan amal perbuatannya.
Mana yang Kita Pilih?
Allah menurunkan petunjuk berupa wahyu kepada manusia melalui nabi dan rasul-Nya untuk dijadikan kompas kehidupan. Selebihnya Allah memberi kebebasan kepada manusia jalan mana yang mereka pilih, apakah petunjuk atau kesesatan? Asalkan manusia siap mempertanggungjawabkannya di depan pengadilan Allah sebagai Hakim Terbijaksana.
Semuanya kembali pada diri masing-masing, pilih yang mana? Kalau orang memilih surganya Allah, itu artinya dia harus terus menyemai bibit kebaikan dalam qalbu, merawatnya agar tumbuh menjadi karakter yang melekat dalam dirinya. Selanjutnya merangkainya menjadi sebuah amal ibadah yang secara kontinyu dilakukan dengan didasarkan pada ketauhidan, keimanan, dan niat mencari ridha Allah.
Jalan ke surga memang murah harganya, tapi sedikit sekali suka. Jalan ke neraka memang mahal harganya, tetapi banyak penggemarnya. Ya, melakukan kebaikan tidaklah harus sembunyi, ngumpet, takut, menggunakan topeng, tetapi banyak yang mengabaikannya. Berbuat baik pada tetangga, kalimah thayyibah, shalat, membaca alqur’an, dan kegiatan positif lainnya, merupakan amal baik yang tidak membutuhkan biaya mahal dan tidak perlu disembunyikan.
Sementara melakukan kejahatan harus dengan biaya mahal, sembunyi, dan penuh resiko, tapi banyak yang terjerumus. Contoh paling dekat adalah pengedar narkoba, bayangkan berapa besar biaya yang dia keluarkan, kemudian menyeludupkannya penuh resiko, tapi tetap dilakukan. Secara materi mungkin dia dapat untung, itu pun sebelum tertangkap dan diadili.
Jadi surga dunia adalah kebahagiaan tak terhingga ketika kita menebar kebaikan, Neraka dunia adalah kondisi batin yang terpenjara akibat keburukan demi keburukan yang kita lakukan. Surga dan neraka dunia yang didasarkan pada amal itu dapatlah dijadikan ukuran bagi diri kita, apakah nanti di akhirat memperoleh surga atau neraka yang sesungguhnya? Wallahu a’lam bishawab.
*Johansyah adalah Pegiat Studi Islam dan Pemerhati Pendidikan. Email; johan.arka@yahoo.co.id.