
Blangkejeren-LintasGayo.co : Kepala Kantor Lingkungan Hidup Kabupaten Gayo Lues, Ferri Siswanto menjelaskan tentang Program PLTA di Desa Lesten Kabupaten Gayo Lues memyusul muncul protes serta analisa keberatan oleh LSM Harimau Pining yang diberitakan LintasGayo.co, 17 September 2016 lalu. (Baca : Forum Penjaga Hutan dan Sungai Harimau Pining Protes Proyek Asing di Lesten)
“Program ini adalah program usulan Pemerintah Kabupaten Gayo Lues pada tahun 2015 dan beberapa tahun sebelumnya juga dilakukan studi potensi energi terbarukan (ETB) oleh Dinas Pertambangan dan Energi Kabupaten Gayo Lues dengan dukungan data potensi energi daerah yang kita pakai sebagai acuan dalam data dasar Pengembangan Program Rendah Emisi di Kabupaten Gayo Lues,” ungkap Ferri dalam rilis yang diterima LintasGayo.co, Senin 19 September 2016.
Program tersebut, juga menjadi satu terobosan Pemerintah Kabupaten Gayo Lues menuju Kabupaten Rendah Emisi dan juga telah mewakili atas nama Indonesia di Asia Climate Change and Natural Resource-Tokyo Japan sebagai model yang didampangi oleh 12 Negara partisipan Asia dan Eropa.
“Program ini kembali menjadi program usulan kita saat menjadi nara sumber di Tokyo-Jepang pada tanggal 2-5 Mei 2015 dalam Program Mitigasi dan Adaptasi terhadap Perubahan Iklim Internasional, maka salah satu kebijakan Pemerintah Gayo Lues terhadap program ini dalam rangka mengusung tema Kabupaten Rendah Emisi dan program yang kita tawarkan kepada pihak Pemerintah Jepang melalui Lembaga JICA Jepang adalah Pembangunan PLTA Tampur l dan Tampur ll yang memang berdekatan dengan Kampung Lesten dengan potensi awal yang kita usulkan yaitu potensi Aih Pertik dengan panjang sungai 29,79 Km yang melewati Kampung Pasir Putih, Pining, Pertik, Pintu Rime, Ekan, Pepelah dan Uring Gajah Kecamatan Pining dengan Pengelolaan Wilayah Sungai (WS) Tamiang-Langsa dengan mencakup 2 Kecamatan yaitu kecamatan Pining dan Kecamatan Dabun Gelang seluas 185.396,01 Ha sama dengan luas wilayah di dua kecamatan tersebut berikut dengan Potensi sumber daya air permukaan dan air bawah tanah,” urai Ferri.
Program ini, lanjutnya, menggunakan skema dengan skema Pinjaman Lunak oleh Pemerintah Jepang kepada Pemerintah Indonesia, sama dengan hal nya PLTA Burni Bius/Angkup kecamatan Silihnara oleh Hyundai-Korea yang berada di Takengon yang sampai saat ini masih tahap pengerjaan, kemudian pembangunan Jalan Jalur Ladia Galaska (Sp.Oregon Kebayakan Takengon-Sp.Kraft Owaq-Blangkejeren Gayo Lues) juga bersumber dari pinjaman lunak Pemerintah Jepang kepada Pemerintah Indonesia yang mana sudah kita rasakan dampak dan manfaatnya rute akses ekonomi tersebut di masa sekarang ini.
“Atas analisa keberatan pihak LSM Harimau Pining bagi kami wajar saja dan menjadi perhatian kembali untuk pihak pelaksana nantinya dan sebagai masukan yang baik dalam menyusun AMDAL dalam perencanaan pembangunan PLTA di Lesten,” kata dia.
Namun demikian, dijelaskan Ferri, saat ini kita telah melakukan proses sosialisasi AMDAL terhadap Penyusunan Perencanaan Pembangunan PLTA tersebut pada tanggal 20 Agustus 2016 bertempat di Kantor Kecamatan Pining yang dihadiri unsur Pemerintah Kabupaten, Pemerintah Kecamatan Pining dan Pemerintah Kampung Lesten serta masyarakat pining dan para tokoh adat serta Mukim yang di fasilitasi oleh pihak Consultan sebagai pemateri.
“Untuk menjadi bahan serta masukan teman-teman LSM Harimau Pining kiranya memberikan masukan atas keberatan tersebut diluar sipil tekhnis terhadap dampak pembangunan PLTA Lesten dimaksud kepada kami dengan validasi data yang akurat, jikalau ada satwa yang terancam satwa apa, jumlah berapa, jenis prilaku satwa tersebut bagaimana dan dilakukan dengan kajian ilmiah tentunya dengan pemahaman karakteristik landscape kawasan baik teritorial maupun koridor, kalau ada satwa yang punah maka rekan-rekan LSM Harimau Pining harus meneliti dengan akurat juga agar saat Sidang Penilaian AMDAL menjadi catatan penting bagi Pelaksana Pembangunan PLTA Lesten tersebut agar semua tatanan perlindungan kehidupan masyarakat pining dan masyarakat lesten khususnya termuat dalam dokumen AMDAL,” harap Ferri.
Terkait jaminan apa yang harus dilakukan oleh pihak pembangun nantinya yang dipertanyakan, pihaknya menyatakan wajib dilaksanakan dan sudah barang tentu bahwa pihak pembangun nantinya akan dibangun MoU seperti halnya SPPL terhadap pengelolaan lingkungan/kawasan hutan.
Selanjutnya menyepakati kesanggupan sosial kemasyarakatan secara bersama melalui CSR (Community Social and Responsiblity), terhadap pelestarian kawasan perlindungan satwa kunci.
“Yang lebih penting kami pikir adalah menyepakati masalah tatanan budaya Gayo yang tertuang dalam Resam atau aturan kampung sebagaimana program perlindungan terhadap Hutan Adat cukup kental di masyarakat Gayo khususnya kecamatan Pining (read;Bur Perutemen;Bur Peruweren;Blang Penjemuren; dan Aih Aunen),” ungkap Ferri.
Sebagai pelaksana tugas Pemerintah Kabupaten Gayo Lues, Ferri menyatakan harapanya bahwa program tersebut dapat merealisasikan capaian realisasi Nawacita Pemerintahan dibawah Presiden Jokowi sampai dengan 2019 dengan target ETB (Energi terbarukan sektor energi kelistrikan ramah lingkungan sebesar 1GB) dan secara khusus tujuan Pemerintah Gayo Lues menuju Kabupaten Rendah Emisi dan Kabupaten Energi Mandiri realistis tercapai secara nasional. (SP | Kh)