Komite Etik Pengadaan Barang dan Jasa Indonesia

oleh

Oleh : Sabela Gayo, S.H.,M.H.,Ph.D*

Sabela-GayoSesuai dengan Ketentuan Umum Pasal 1 Angka 13 Peraturan Presiden Nomor 54 Tahun 2010 tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah, disebutkan bahwa “Pakta Integritas adalah surat pernyataan yang berisi ikrar untuk mencegah dan tidak melakukan kolusi, korupsi dan nepotisme dalam Pengadaan Barang/Jasa”. Selanjutnya di dalam Ketentuan Pasal 5tentang Prinsip-Prinsip Pengadaan Peraturan Presiden Nomor 54 Tahun 2010 tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah disebutkan bahwa “Pengadaan Barang/Jasa menerapkan prinsip-prinsip sebagai berikut;

a. Efisien,

b. Efektif,

c. Transparan,

d. Terbuka,

e. Bersaing,

f. Adil/Tidak Diskriminatif, dan

g. Akuntabel”

Dan kemudian dalam Pasal 6tentang Etika Pengadaan Peraturan Presiden Nomor 54 Tahun 2010 tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah disebutkan bahwa “Para pihak yang terkait dalam pelaksanaan Pengadaan Barang/Jasa harus mematuhi etika sebagai berikut;

a. Melaksanakan tugas secara tertib, disertai rasa tanggung jawab untuk mencapai sasaran, kelancaran dan ketepatan tercapainya tujuan Pengadaan Barang/Jasa;

b. Bekerja secara profesional dan mandiri, serta menjaga Kerahasiaan Dokumen Pengadaan Barang/Jasa yang menurut sifatnya harus dirahasiakan untuk mencegah terjadinya penyimpangan dalam Pengadaan Barang/Jasa;

c. Tidak saling mempengaruhi baik langsung maupun tidak langsung yang berakibat terjadinya persaingan tidak sehat;

d. Menerima dan bertanggung jawab atas segala keputusan yang ditetapkan sesuai dengan kesepakatan tertulis para pihak;

e. Menghindari dan mencegah terjadinya pertentangan kepentingan para pihak yang terkait, baik secara langsung maupun tidak langsung dalam proses Pengadaan Barang/Jasa;

f. Menghindari dan mencegah terjadinya pemborosan dan kebocoran Keuangan Negara dalam Pengadaan Barang/Jasa;

g. Menghindari dan mencegah penyalahgunaan wewenang, dan/atau kolusi dengan tujuan untuk keuntungan pribadi, golongan, atau pihak lain yang secara langsung atau tidak langsung merugikan Keuangan Negara; dan

h. Tidak menerima, tidak menawarkan, atau tidak menjanjikan untuk memberi atau menerima hadiah, imbalan, komisi, rabat dan berupa apa saja dari atau kepada siapapun yang diketahui atau patut diduga berkaitan dengan Pengadaan Barang/Jasa”.

Ketiga bentuk pengaturan diatas merupakan komitmen yang ditunjukkan oleh pemerintah dalam upayanya mengimplementasikan proses Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah yang transparan, kredibel dan akuntabel. Namun pengaturan-pengaturan tersebut hanyalah bersifat aturan hukum yang statis (diam) yang tidak dapat berfungsi dan/atau tidak dapat dijalankan dengan baik jika belum ada Standar Aturan Pelaksanaan/Standard Operating Procedures (SOP), Standar Etika Pengelola Pengadaan, dan bahkan belum ada Komisi Etik Pengadaan Indonesia. Selama ini siapakah/lembaga pemerintah manakah yang berperan melaksanakan fungsi pengawasan, pengendalian dan evaluasi terhadap dilaksanakannya atau tidak Pakta Integritas?siapakah/lembaga pemerintah manakah yang berperan melaksanakan fungsi pemeriksaan, inevstigasi laporan/pengaduan masyarakat terkait adanya dugaan dilanggarnya etika pengadaan dan prinsip-prinsip pengadaan tersebut?, jika pun sudah ada lembaga pemerintah yang melaksanakan fungsi-fungsi pengawasan dan evaluasi kemudian apakah sudah ada standar baku/hukum acara dalam melakukan pengawasan, pengendalian dan evaluasi tersebt?, apakah pengawasan, pengendalian dan evaluasi yang dilakukan tersebut bersifat independen, objektif dan tidak bias? Apakah pengawasan, pengendalian dan evaluasi yang dilakukan tersebut sudah maksimal?, Apakah pengawasan, pengendalian dan evaluasi yang dilakukan tersebut sudah memenuhi rasa keadilan para pihak?, dan masih banyak pertanyaan-pertanyaan lainnya yang bermunculan seiring dengan proses tersebut.

Bahkan jika ketiga bentuk pengaturan diatas, dianalisis secara lebih mendalam maka masih ada beberapa klausul yang belum jelas dan/atau belum lengkap dan bahkan perlu pengaturan lebih lanjut dalam bentuk aturan-aturan implementatif seperti yaitu; Belum adanya batasan-batasan baku terkait dengan Efisien, Efektif, Transparan,Terbuka, Bersaing, Adil/Tidak Diskriminatif dan Akuntabel. Walaupun ada diatur lebih lanjut di bagian Penjelasan Peraturan Presiden Nomor 54 Tahun 2010 tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah, namun tetap saja penjelasan tersebut belum begitu jelas dan lengkap sehingga diperlukan penjelasan dan pengaturan pebih lanjut dalam bentuk aturan-aturan yang konkrit dan implementatif. Selanjutnya di dalam Pasal 6 huruf D yang berbunyi “Menerima dan bertanggung jawab atas segala keputusan yang ditetapkan sesuai dengan kesepakatan tertulis para pihak”, dari rumusan Pasal ini dapat terlihat jelas bahwa belum diberikannya ruang Dissenting Opinionbagi para pihak yang terkait dalam pelaksanaan Pengadaan Barang/Jasa. Dan juga secara keseluruhan setiap pointer pengaturan di dalam Pasal 6 tersebut perlu dijabarkan secara lebih rinci dalam bentuk aturan konkrit dan implementatif agar dapat dijadikan sebagai pedoman baku bagi para pihak dalam melaksanakan Pengadaan Barang/Jasa yang transparan, kredibel dan akuntabel.

Bahkan elemen yang tidak kalah pentingnya dalam pelaksanaan Pengadaan Barang/Jasa yaitu Penyedia Barang/Jasa tidak diatur oleh Peraturan Presiden Nomor 54 Tahun 2010 tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah dan semua perubahannya, padahal Penyedia Barang/Jasa termasuk para pihak yang terkait dalam pelaksanaan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah. Di beberapa proses pengadaan barang/jasa pemerintah, penyedia barang/jasa justru merupakan pihak yang memiliki peran yang dominan karena diantara para penyedia barang/jasa juga saling berkompetisi untuk dapat memenangkan pelelaangan proyek-proyek pemerintah. Keberadaan mereka juga seharusnya diatur oleh Peraturan Presiden Nomor 54 Tahun 2010 beserta semua perubahannya karena jika tanpa kehadiran/keterlibatan Penyedia Barang/Jasa maka pelaksanaan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah akan terhambat.

Pengadaan Barang/Jasa (Procurement) adalah elemen terpenting dalam terwujudnya Pemerintahan Yang Baik (Good Governance) dan Pemerintahan Yang Bersih (Clean Government) bagi suatu negara berkembang (Developed Country). Oleh karena itu pengaturan-pengaturan mengenai Etika Pengadaan, Standar Etika, Kode Etik dan Komite Etik Pengadaan Barang/Jasa Indonesia harus benar-benar diatur secara cermat, spesifik, rinci, mendalam, menyeluruh dan bertujuan untuk memberikan solusi/penyelesaian bagi berbagai persoalan yang menyangkut tentang organisasi penyelenggara pengadaan, personil pengadaan, dan penyedia barang/jasa.Bagi para pengelola pengadaan barang/jasa pemerintah yang bersih, jujur, dan sungguh-sungguh bekerja sesuai dengan Tugas, Pokok dan Fungsi (TUPOKSI)-nya maka kehadiran Standar Etika, Kode Etik dan Komite Etik Pengadaan Barang/Jasa Indonesia akan dapat memberikan perlindungan hukum yang maksimal bagi para pengelola pengadaaan. Banyak pengelola pengadaan dan penyedia barang/jasa yang mengharapkan persaingan sehat, bersih, bebas pengaturan, tidak ada rekayasa dan tidak ada intervensi dari para pihak yang tekait dengan pelaksanaan Pengadaan Barang/Jasa, namun semua harapan itu dalam tahap praktik, sulit untuk dilaksanakan karena adanya berbagai faktor kendala dan hambatan baik teknis dan non-teknis di lapangan.

Bahkan tidak jarang para penyedia barang/jasa rela kalah dalam suatu pelelangan asalkan kekalahan mereka benar-benar objektif dan tidak ada unsur permainan/rekayasa/pengaturan. Dengan kondisi yang demikian konpleks di lapangan maka kehadiran Standar Etika, Kode Etik Pengadaan Barang/Jasa dan Komite Etik Pengadaan Barang/Jasa Indonesia dapat membantu para pengelola pengadaan dan penyedia barang/jasa yang bersih tersebut untuk mewujudkan pelaksanaan Pengadaan Barang/Jasa yang bersih, kredibel dan akuntabel.

Apalagi ketika banyak pengelola pengadaan yang mengeluh karena berada dalam kondisi tekanan/intervensi dari atasan terkait pelaksanaan Pengadaan Barang/Jasa dan seandainya pada saat yang bersamaan Standar Etika dan Kode Etiknya sudah jelas dan konkrit serta Komite Etik Pengadaan Barang/Jasa-nya juga sudah ada maka para pengelola pengadaan tersebut dapat berlindung secara hukum dibawah Standar Etika dan Kode Etik tersebut. Kemudian Komite Etik Pengadaan Barang/Jasa Indonesia dapat memberikan perlindungan hukum kepada para pengelola pengadaan baik dari ancaman/sanksi mutasi, demosi, skorsing, pemecatan dan/atau bentuk ancaman-ancaman administratif, perdata dan/atau pidana baik dari atasan langsung maupun tidak langsung.

Demikian juga sebaliknya, Komite Etik Pengadaan Barang/Jasa Indonesia dapat menjatuhkan sanksi disiplin, administratif, dan/atau bentuk sanksi/hukuman lainnya kepada Aparatur Sipil Negara (ASN), pengelola pengadaan dan/atau pihak terkait lainnya jika terbukti secara nyata telah melanggar Standar Etika dan Kode Etik Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah yang berlaku. Bahkan Komite Etik Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah dapat melakukan pemeriksanaan terhadap ASN Lembaga Kebijakan Peagadaan Barang/Jasa Pemerintah (LKPP), Kementerian, Pemerintah Daerah, Lembaga dan Institusi Negara yang atas laporan/pengaduan dari masyarakat patut diduga telah melanggar Standar Etika dan Kode Etik Pengadaan Barang/Jasa. Idealnya, komposisi Komite Etik Pengadaan Barang/Jasa Indonesia terdiri atas Pengacara Pengadaan Barang/Jasa, Ahli Pengadaan Barang/Jasa, Pers Pengadaan Barang/Jasa, Akademisi Pengadaan Barang/Jasa, Perwakilan Organisasi Perempuan Pengadaan Barang/Jasa. 5 (lima) orang Komisioner Komite Pengadaan Barang/Jasa Indonesia juga diberikan kewenangan untuk menerima dan menindaklanjuti laporan/pengaduan masyarakat, melakukan penyelidikan investigatif, menyita barang-barang, surat-surat dan/atau benda-benda lainnya yang diduga digunakan untuk melakukan pelanggaran Standar Etik dan Kode Etik Pengadaan Barang/Jasa.

Salah satu indikator Pengadaan Barang/Jasa yang bersih, kredibel dan akuntabel yaitu dapat dilihat dari tersedia atau tidaknya infrastruktur yang menjamin terselenggaranya Pengadaan Barang/Jasa yang bersih, kredibel dan akuntabel. Salah satu infrastruktur yang diperlukan dalam rangka mewujudkan Pengadaan Barang/Jasa yang bersih, kredibel dan akuntabel adalah dengan sesegera mungkin menghadirkan Standar Etika, Kode Etik Pengadaan Barang/Jasa Indonesia dan Komite Etik Pengadaan Barang/Jasa Indonesia yang akan menjalankan fungsi, pemantauan, pengendalian, supervisi, evaluasi terkait pelaksanaan Pengadaan Barang/Jasa di Indonesia.[SY]

Comments

comments

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

No More Posts Available.

No more pages to load.