Catatan : Darmawan Masri*

Pacuan kuda Gayo mulai menunjukkan geliat perkembangan ke arah yang lebih maju. Pada pelaksanaan pacuan kuda tradisional Gayo, yang diikuti oleh 3 kabupaten Gayo bersaudara (Aceh Tengah, Bener Meriah dan Gayo Lues), sejak 22-28 Agustus 2016 di Lapangan H.M. Hasan Gayo, Belang Bebangka, Pegasing, Aceh Tengah, diikuti oleh 366 ekor kuda.
Walau pacuan kuda saat ini tak hanya digelar di Takengon, Aceh Tengah saja, melainkan dua kabupaten Gayo lainnya, Bener Meriah dan Gayo Lues juga menggelar event serupa, namun perkembangan pacuan kuda Gayo dimulai di daerah induk Aceh Tengah.
Tahun lalu, tepat pada peringatan HUT ke-70 Agustus 2015, ada tambahan kelas pertandingan dari biasa yang dipertandingkan dalam pacuan kuda Gayo.
Untuk kuda lokal, berada di kelas F, tinggi kuda antara 118-124,9 cm. Sedangkan kuda keturunan berada di kelas E dengan tinggi kuda 125-131,9 cm, kelas D dengan tinggi kuda 132-138,9 cm, kelas C dengan tinggi kuda 139-145,9 cm, kelas B dengan tinggi kuda 146-152,9 cm, dan terakhir kelas A dengan tinggi kuda lebih dari 153 cm. Setiap kelas dengan interval naik sebesar 7 cm. Untuk kelas F dan E
Penyelenggaraan pacuan kuda tahun ini ditandai dengan adanya kelas tambahan, yakni kelas AB dan C dengan jarak pacuan 800 meter. Hal tersebut menjadikan pacuan kuda Gayo semakin berwarna.
Kepada LintasGayo.co, Ketua Tim Teknis Pacuan Kuda Gayo dalam rangka memeriahkan HUT ke-71 Kemerdekaan Indonesia tahun 2016, Zam-Zami beberapa waktu lalu mengatakan tambahan kelas ini mendorong pacuan kuda di Gayo menuju pentas nasional.
Selama ini, katanya pacuan kuda di Gayo dalam menentukan kelas pertandingan termasuk umur kuda sering kali diributkan oleh pemilik kida.
Dengan tidak adanya akte kelahiran kuda yang berdampak tidak tercatatnya keturunan dari kuda-kuda pacu di Gayo, menambah semakin sulitnya kuda tersebut untuk bisa berlaga di pentas nasional baik di pertandingan resmi olahraga nasional berupa PON maupun pertandingan berdy-berby yang selalu digelar di luar daerah Gayo.
Akte kalahiran juga dipergunakan dalam mengurus Sertifikat Badan Registrasi Kuda (BRK) yang dikeluarkan oleh Pordasi Pusat.
“Mengingat hal tersebut lah kelas AB dan C jarak 800 meter ini digelar perdana dalam pacuan kuda tahun ini,” kata Zam-Zami yang juga menjabat sebagai Ketua Harian Pordasi Aceh Tengah ini.
Disamping itu, dengan tidak tercatatnya kelahiran kuda di Gayo setiap kali event pacuan sering diributkan oleh pemilik kuda terutama dalam menentukan umur dari kuda yang kemudian akan dimasukkan ke kelas tertentu baik muda ataupun kuda tua.
“Dengan pertandingan perdana di kelas AB dan C jarak 800 meter, maka umur kuda kita setarakan seluruhnya menjadi 2 tahun, kemudian di event pacuan kedepannya, kembali kita akan memgusulkan untuk pengurusan akte kelahiran yang dikeluarkan oleh Dinas Peternakan daerah dimana kuda tersebut berada,” terang mantan joki terbaik di era tahun 90-an ini.
Dia berharap, ke depan pacuan kuda Gayo semakin menunjukkan penyelenggaraan yang lebih baik. Agar, nantinya kuda-kuda Gayo dapat berlaga ke pentas nasional. []