Oleh: Nonita Yasmiliza*
MATAKU memandang langit yang biru, awan putih terkadang berjalan bagaikan barisan itik angsa yang rapi, menyusuri dan menjelajahi langit yang luas. Matahari yang kini hampir tenggelam yang akan ditelan malam terlihat indah di ufuk barat memberikan cahaya kepada segenap makhlud dialam raya. Pasukan burung pun mulai kembali menuju tempat singgahan, setelah seharian menjelajahi samudra demi mencari sesuap makan. Hari pun mulai petang aku berbaring di halaman rumah memandang langit yang indah.
Itulah hari-hariku menikmati remang petang, bersama ayah dan bunda sebelum memutuskan untuk merantau di negeri orang demi merajut asa dan meraih masa depan. Setelah menyelesaikan pendidikan tingkat menengah atas kepikiran untuk melanjutkan keperguruan tinggi yang banyak diidamkan orang. Pengumuman kelulusan belum dikeluarkan oleh sekolah, namun hati kecilku yakin akan diriku untuk memperoleh kelulusan. Kesibukan mulai melanda jiwa memikirkan perguruan tinggi yang tidak kutau, kucoba menghubungi abang yang sudah duluan merantau dan merasakan perjuangan.
Aku mulai sibuk menghubungi abang untuk mendaftarkan ke universitas ternama. Tak kusia-siakan kesempatan yang ada, aku pun memilih jurusan yang menantang sekaligus elegan, siapa yang bisa masuk kejurusan itu tak akan dipandang remeh oleh kawan. Jurusan kedokteran yang menjadi incaran seribuan calon mahasiswa. Kumenyadari kemampuanku tidak lah setinggi itu, namun aku cukup percaya diri untuk memilih, karena dalam fomulir boleh mengambil tiga jurusan yang berbeda. Dua jurusan yang tak kalah keren bila mampu bersandar di jurusan itu, arsitektur dan ekonomi perbankkan menjadi icaran kedua.
Hatiku mulai was-was rasa percaya diri akan diterima di universitas idaman kini mulai bercampur ragu, mengingat calon mahasiswa mencapai 15.000 sedangkan universitas jantong hate rakyat Aceh itu hanya mampu menampung 5000 mahasiswa saja. Akupun mulai melirik perguruan tinggi idaman lainnya. Aku ikut seleksi masuk Universitas Agama Islam Negeri, pada saat itu masih berstatus institut maka kebanyakan calon mahasiswa menganggap remeh dan memandang sebelah mata.
****
Setelah selesai SMA semua ingin melanjutkan studi kejenjang yang lebih tinggi, kuliah di Banda Aceh sangatlah begengsi, tak semua bisa mendapatkan kesempatan untuk bisa kuliah di Banda Aceh, kemampuan ekonomi dan prestasi perlu diukur untuk dapat kuliah. Semua pemuda ingin merantau di sebuah kota yang sedang dirajut menjadi model kota madani serta sedang dipromosi menjadi destinasi kota wisata, terlebih lagi gadis sepertiku wajib kuliah bila tidak, lelaki akan datang untuk meminang mengajak berkelurga diusia muda.
Desa Menasah Teungoh Kecamatan Darussalam Kabupaten Aceh Timur merupakan kawasan pinggiran kota, yang suasana adat masih melekat tak bercampur dengan modernitas. Namun bukan berarti warga desa itu gabtek, tidak kenal dengan teknologi, disanalah ada sebuah bangunan yang aku sebut rumah yang di dalamnya bagaikan syurga bagiku. Didalamnya pula terdapat dua malaikat yang selalu menjagaku siang dan malam, ayah dan ibu menjadi panggilan buat mereka. Dari sanalah aku bermula merajut asa untuk memperoleh hidup yang bahagia. Dengan do’a dan dukungan dari ayah ibu menjadi modal bagiku untuk mengambil studi di perguruan tinggi di Kota Banda Aceh.
Banyak teman-teman tak bernasib sama denganku, ada yang melanjutkan studinya ke Dayah ada juga yang menganggur saja di rumah. Yang menganggur saat ini mereka sudah menggendong bayi, mungkin saja jika aku tidak kuliah nasibku akan sama dengan mereka. Pekerjaannya di kasur, di sumur dan di dapur, uuuhhfff.
“Ngak x mauuuuuuuuu….”, aku menjerit dalam hati membayangkan itu bila menimpaku diusia muda. Kuliah bisa menahan masa perkawinan yang cepat, karena satu kebiasaan orang kampung kalau sudah selesai sekolah bila tak kuliah atau ke Dayah menikah saja kata orang tua.
****
Kembali kecerita tadi, akupun memilih UIN Ar-Raniry untuk mengantisipasi bila tidak lulus di universitas lainnya. Fakultas Dakwah dan Jurusan Komunikasi Penyiaran Islam menjadi pilihan, bukan pilihanku sih tapi pilihan abang. Abang bilang jurusan itu baik dan memiliki lowongan kerja yang sangat banyak nantinya setelah kita selesai, aku tidak suka karena namanya aja Fakultas Dakwah tentu nanti kita harus berdakwah jika pulang kampung. Abang mulai menjelaskan kelebihan Fakultas Dakwah dan mengatakan;
“Dakwah itu wajib,kita harus mendakwahkan manusia di jalan kebenaran. Jangan adik pikirin dakwah itu cuma di mimbar, tapi ada seribu cara untuk berdakwah kepada manusia, disinilah kita diajarkan cara-cara itu”, ujar abang menasehati.
“Iya terserah abang lah”, aku mulai merajuk karena ketidak sukaan. Ayah pun ikut bicara dan memintaku untuk mendengar kata-kata abang. Kata ayah “kan bagus kuliah di tempat yang sama bisa jalan bareng pulang bareng, dan kalau terjadi apa-apa sama adik kan ada yang lihat, ayah sama mama kan ngak terlalu khawatir disini, itupun pilihan kedua kan..? Kalau adik lulus di universitas idaman lainnya ayah juga akan dukung 100% adik kuliah disana”.
Hari tes ikut SMPTN pun mulai tiba, dengan sepenuh jiwa dan raga aku mulai berjalan menuju kampus yang menjadi kebanggaan rakyat Aceh, dan menjadi tempat tes masuk Perguruan Tinggi. Deg-degan dan penasaran akan soal seperti apa. Dikala petugas masuk memberikan soal keadaan pun berubah seakan masa silam kembali, karena beberapa bulan yang lalu aku juga mengikuti ujian nasional yang bentuknya sama seperti hari ini. Bedanya hari ini disampingku orang yang tidak kukenal sama sekali dan hari ini baju yang kami kenakan bukan lagi putih abu-abu, melainkan pakaian bebas yang yang berwarna-warni.
Setelah hari itu, tak lama berselang aku kembali ikut tes lagi, kali ini dikampus biru Ar-Raniry dengan jurusan pilihan Komunikasi dan Penyiaran Islam. Setelah selesai ikut tes aku kembali ke kampung halaman untuk menunggu pengumuman yang telah ditetapkan jadwal. Hari pengumuman pun tiba, tentunya kampus idaman terlebih dahulu yang mengumumkan hasil kelulusan, batinku tak percaya jiwa pun meronta melihat hasil yang tak kusangka, dari 15.000 yang mendaftar namaku tertulis rapi dalam daftar calon mahasiswa yang di TOLAK.
****
Kabar gembira datang dari kampusku sekarang tapi itu kurang membuatku bahagia, karena aku akan kuliah di tempat yang tidak seperti kuharapkan. Namun inilah garis yang berlaku atas kemampuanku, meski tidak suka, aku mencoba menjalaninya dengan sabar dan berharap menjadi lebih baik.
Harapanku satu persatu terkabulkan setelah tiga bulan aku kuliah, UIN Ar-Raniry mendapat kado manis dihari ulang tahunnya yang ke 50. Oktober 2013 Presiden RI yang saat itu di jabat oleh bapak SBY mengubah status Perguruan Tinggi dari Institut menjadi Universitas, dan ini menjadi Universitas Islam pertama di Aceh.
Aku mulai menjalani perkuliahan sejak september 2013, disanalah aku mengenal teman-teman dari berbagai belahan tanah rencong yang disebut tanoh indatu yang begelar Serambi Mekkah. Ada yang dari Pidie, Abdya, Aceh Besar, Aceh tengah dan dari berbagai daerah linnya. Hari pun terus berganti namun batinku tak merasa puas dengan tempat bersandarnya cita-citaku saat ini. Ditahun selanjutnya aku kembali mencoba mengambil asa di universitas idaman di Aceh, aku kembali ikut tes dengan jurusan yang sama seperti tahun lalu. Hasilnya tetap sama namaku hanya tertera dikolom di TOLAK. Akupun tak pantang menyerah begitu saja aku kembali ikut tes di DEPKES, aku diterima tapi Jurusan Perawatan Gigi, tak sepenuh hati aku akan jurusan itu.
Kini aku memutuskan untuk kembali ke Jurusan Komunikasi, yang selama satu tahun ini aku jalani. Mungkin disinilah langkahku dan disini cita-citaku, aku mulai berfikir positif Allah lebih tau mana yang terbaik untukku. Kedokteran bukan lah kemampuanku, dakwah menjadi tugasku saat ini, agar nantinya dapat mendakwahkan diri sendiri dan juga mendakwah anak dan suami ke jalan yang benar. Yang terpenting aku harus belajar teknologi agar dapat bersaing di era globalisasi, dan menjadi wanita yang modern namun tidak terlepas dari nilai-nilai syar’i.
****
Kini hatiku mulai terbuka disemester 3, ada rasa yang berbeda persahabatan kami mulai akrab dan canda tawapun mulai menghiasi hari-hari kami. Aku tergabung di unit 7 yang terdiri dari 24 mahasiswa, namun saat ini unit 7 yang kami banggakan telah berubah nama menjadi unit 5 seiring berubah nya data mahasiswa dari manual menjadi sistem portal online. Hari terus berganti suasana pun berbeda setiap hari ada cerita yang menarik mungkin perlu aku bagi disini.
Teman yang lucu yang dapat mengocok perut setiap hari, hadir disemester 3 Iwan Sudirja yang berasal dari pantai selatan Aceh mewarnai unit kami. Dengan selogannya “Achaelah” mampu merubah yang sedih menjadi galau, yang senang menjadi marah, karena candanya yang terkadang kelewatan. Dosen pun mulai berwarna aku ingat betul bapak Syukri Zulfan yang sangat bersahabat dengan mahasiswa, dengan selogannya “Halo-halo-halo” mampu menghipnotis mahasiswa yang malas jadi bersemangat yang gila tambah gila, namun beliau mengajarkan pelajaran yang benar-benar melekat di kepala mahasiswa.
Tentunya jauh dari orang tua bukanlah hal yang menyenangkan, dikala rindu menerpa suasana jadi sendu, hanya komunikasi lewat hp menjadi solusi untuk melepaskan rindu kepada orang tua. Tak jarang terkadang aku menceritakan apa yang kualami sehari-hari baik di kampus maupun di luar kampus kepada orang tua yang sangat aku cintai. Susah senang aku hadapi disini ada abang terkadang ada cerita tempatku berbagi.
Unit aku hanya ada 7 orang cewek dari 25 mahasiswa namun seiring waktu berjalan 6 orang diantara mereka tidak lagi bersama kami, ada yang non aktif ada juga yang behenti. Salah seorangnya cewek. Hingga saat ini kami hanya 6 orang belajar bersama 14 cowok yang kece dan lucu. Keenam cewek itu adalah aku yang manis dengan taik lalat di bawah daku. Maulianda yang menjadi gadis paling cantik di Fakultas Dakwah, Winda dan Mentari yang berasal dari Abdiya, Seriatun yang alim dari Sibreh, dan satu lagi cewek paling lucu di unit kami Hanani Ulfah. Cowok itu paling suka menggagunya, terlebih saat dia cuek tak berexpresi para cowok gila-gilaan mengganggunya “hahahahahaha !!!”
****
Itulah ringkasan cerita yang aku punya dalam memilih jurusan untuk melanjutkan study di Perguruan Tinggi serta untuk mewujudkan impian ayah mama yang besusah payah mencari nafkah untukku. Kini aku sudah semester 6 hanya tersisa dua semester lagi, setelah itu akan kembali ke ayah bunda sebelum menjadi istri orang dan sebelum menjadi ibu bagi anak-anakku. Aku tak ingin kembali dengan tangan kosong, dan tahun depan aku akan mengundang mereka untuk hadir di wisudaku. Mereka akan melihat aku mengenakan baju toga dan menenteng ijazah sarjana.
Semoga perjuangan selama kuliah mendapat berkah dan menjadi anugerah, aku bukan yang terbaik tapi selama nafas masih ada aku akan terus berbuat baik. Terimakasih semuanya telah hadir dalam hidupku mewarnai hari-hariku dan semoga aku dan kamu tetap bersama untuk selamanya.
Nonita Yasmiliza, lahir di Idi Cut pada tanggal 29 oktober 1995. Tulisan di atas adalah serangkaian tugas mata kuliah Penulisan Features Jurusan Komunikasi Islam Fakultas Dakwah dan Komunikasi UIN Ar-Raniry Banda Aceh yang diasuh oleh Salman Yoga S.